Cerpen: Virus
Oleh Hafid Satryadi—-
Entah berapa kali aku terjebak dalam kondisi yang seperti itu. Namun berapa kali pun aku terjebak tetap saja cara itu terus mendekap setiap gerakku. Aku rasa, aku memang berjodoh dengannya. Jodoh yang sama sekali tidak aku harapkan. Terus dan terus mendekapku sepanjang aku hidup. Ia tak dapat lepas dalam kepuasanku bermain dengan kehidupan. Kadang muak juga aku terus bersamanya dalam setiap kondisi setelah penuh dengan kepuasan.
Klik dan blank, begitu aku menyebut dirinya. Sebenarnya itu hanya sebuah cara untuk melihat virus komputer yang sering hilir mudik di komputer kesayanganku. Cara yang diajarkan oleh seorang sahabat yang telah mengajariku banyak hal tentang komputer, Yang sebelumnya aku blank sama sekali dengan teknologi satu ini. Terima kasih buat dia. Namun itu juga dapat berarti sebuah istilah yang aku buat ketika ia terjangkit virus jahanam yang tak penting. Lucu juga ketika aku mengenal komputer, sama sekali tak tahu apa bagian-bagian yang terdapat di dalamnya. Sama seperti seseorang yang belum aku kenal. Dan akhirnya, karena rasa penasaran yang telah menjadi bagian hidup ini. Aku telusuri saja agar rasa itu tidak menjadi roh penasaran seperti cerita hantu yang sering aku lihat di film. Terkadang capek juga ketika harus terus menuruti rasa penasaran itu. Tapi, sudahlah itu hanya salah satu cara untuk mengisi ke”blank”anku.
Kini ia datang lagi dan membawa virus itu. Dan ternyata, aku terjangkit dan berputar-putar dibuatnya. Berat sekali akal ini dibuatnya. Hanya hitungan sekian detik ia terus menjalar dalam sistem sarafku. Mudah sebenarnya untuk menyingkirkannya. Namun aku takut apabila ia disingkirkan ada sebagian hidup ku yang terbawa. Sayang kan? Kalau tiba-tiba saja bagian yang telah lama aku susun sedemikian rupa harus hilang bersama hal yang tidak penting.
Malam ini aku coba untuk men-scannya, agar virus itu dapat ku singkirkan jauh-jauh dalam kepalaku. Agar kepalaku tak berat lagi. Klik, sebuah layar muncul dan memilih bagian-bagian yang ada didalamnya. Satu virus terdeteksi diikuti oleh teman-teman kloningnya.
“Mampus kau !” teriakku dalam hati. Sekali lagi kau berhadapan denganku. Tertawa keras aku dibuatnya hingga hati ini serasa mendapat hadiah. Rasa yang sama kurasakan ketika aku mendapat sebuah hadiah di acara ulang tahunku. Tapi belum habis puasku. Terdeteksi lagi satu virus yang muncul. Ternyata virus itu tidak sendiri, ada jenis yang lain ikut bersamanya. Jenis baru yang sama sekali belum kukenal. Sudahlah sekalian berkenalan dengannya. Siapa tahu ketika bertemu lagi aku sudah tidak canggung lagi untuk menyingkirkannya. Dia menjabat tanganku erat, kudengar sayup-sayup ia menyebut namanya. Aku langsung ingat dalam memoriku yang belum ia infeksi. Namanya mirip dengan sebuah tempat yang pernah aku kunjungi. Masa bodoh. Yang penting aku telah kenal dengannya dan maksudku pun dapat tercapai.
Lega rasanya ketika aku berhasil menyelesaikan acara menyingkirkan virus yang menyerang akalku. Rasa puas yang sama sekali tak ada bandingannya dalam menyingkirkan virus-virus orang lain. Kalau boleh aku bandingkan, jika aku menyingkirkan virus orang lain. Bukan suatu hal yang aneh bagiku. Karena itu juga rasa puas yang aku dapatkan tak begitu berarti dan habis begitu saja. Yang aku dapatkan dari itu sebuah informasi tentang virus yang sudah sering masuk ke sistem saraf ku. Bukannya tak nyaman namun memang tak lagi nyaman jika harus berkenalan dua kali dalam satu kehidupan.
Sekarang virus itu sudah pergi jauh, kembali ke tempat seharusnya ia berada. Sebenarnya aku berharap ia dapat datang kembali untuk memberiku kepuasan yang ingin aku harapkan. Tapi repot juga kalau harus berkutat dengan itu-itu saja yang terus mengisi sistem sarafku.
“Dasar sial!” umpatku. Virus yang baru saja aku kenal tadi telah meninggalkan kloningnya yang masih bau kencur dalam sistem sarafku tanpa terdeteksi. Kepalaku tambah berat memikirkannya. Dalam sekejap mataku berkunang-kunang, jantungku berdegup cepat dan tak terkendali, tangan dan kaki ku tak mampu bergerak dan tubuhku terasa seperti tak bernyawa. Dingin bagai mayat. Virus itu mengambil alih tubuhku. Aku terusir dalam kegilaan yang aku buat sendiri. Aku terus bergelut dalam irama kekosongan yang telah melumuri bathin ini. Dan aku hanya dapat melihat tubuhku pergi tanpa pamit kepadaku.
Hafid Satryadi, mahasiswa Manajemen Resort & Leisure angkatan 2005