Hati-Hati Islamophobia
Oleh Fatimah Azzahra*-

Indonesia kini diguncang dengan isu mengenai Negara Islam Indonesia atau yang lebih sering dikenal dengan sebutan “NII”. Isu ini identik dengan aktivitas cuci otak, pemerasan hingga penculikan. Sudah banyak korban yang tergelincir masuk ke dalam kelompok ini. Jika dilihat dari sejarahnya, banyak yang mengaitkan keberadaan NII dengan DI/TII yang dibentuk oleh Kartosoewiryo pada tahun 1949. Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh MUI, ditemukan bahwa NII sudah tidak ada sejak tahun 1962. Jadi, belum tentu NII yang kini diperbincangkan oleh masyarakat (NII KW IX) sama dengan DI/TII karena dari sisi visi dan misinya pun sudah berbeda.
Berbagai pihak pun menyatakan bahwa organisasi ini sesat, bisa dilihat dari pandangan mereka mengenai muslim yang tidak ikut ke dalam organisasi ini dilabeli sebagai kafir karena berada dalam Negara yang tidak menerapkan sistem Islam, dan halal hukumnya untuk dibunuh dan diambil barangnya disamping pandangannya mengenai perbuatan dosa yang dapat ditebus dengan uang yang ditetapkan sesuai dengan tingkat perbuatan dosa yang dilakukan. Hal ini mirip dengan surat penebusan dosa yang pernah terjadi.
Mereka menganggap bahwa kini kita sedang dalam periode Mekkah jika diibaratkan dengan perjalanan dakwah Rasulullah sehingga mereka menyimpulkan bahwa dalam periode ini hanya fokus untuk memperbaiki aqidah umat, tidak wajib untuk menjalankan syariat Islam. Dari sisi aturan dasar organisasi ini, mereka lebih mengedepankan aturan dasar tersebut dibandingkan dengan Al Quran dan Sunnah. Sejumlah rupiah yang tidak sedikit pun diminta untuk dikeluarkan sebagai biaya saat melakukan pendaftaran sebagai anggota baru NII. Anggaran tetap pun dibebankan pada setiap anggota dengan alasan untuk pembangunan Negara. Dalam rangka pengumpulan anggaran ini, mereka diperbolehkan untuk mencuri bahkan menipu.
Sebenarnya keberadaan NII sudah ada sejak dulu, namun entah mengapa baru sekarang hal ini di blow up oleh pemerintah dan media massa. Walaupun keberadaannya dibilang cukup lama, namun hingga kini pemerintah tidak melakukan tindakan tegas yang akhirnya dapat membubarkan organisasi ini. Sehingga tidak aneh jika ada yang beranggapan bahwa pemerintah sengaja memelihara keberadaan NII. Ditambah lagi dengan aliran dana untuk organisasi ini disinyalir ada yang berasal dari pemerintah. Pihak kepolisian beralasan bahwa kasus NII tidak termasuk ke dalam ranah kekuasan mereka untuk memprosesnya, namun kasus ini masuk ke dalam ranah MUI dan para tokoh agama untuk memecahkan permasalahan. Di lain pihak, MUI dan organisasi keagamaan lainnya menyatakan bahwa ini sudah termasuk ke dalam daerah kekuasaan kepolisian untuk menindaklanjuti bukan MUI. Disini pun terlihat adanya cuci tangan dari pemerintah untuk kasus NII.
Pemerintah seolah berlaku aneh, media massa terlihat sangat mem-blow up opini tentang NII KW IX dengan idenya yang berkaitan dengan pendirian Negara Islam. Berbagai dialog, debat interaktif pun digelar dengan mengundang para mantan aktivis NII. Isu NII pun dikaitkan dengan opini Islam radikal, Islam fundamental sehingga tidak heran jika masyarakat menjadi takut dengan Islam, seolah Islam merupakan momok yang patut untuk ditakuti, diwaspadai karena dapat mengancam dan membahayakan bagi masyarakat.
Padahal, jika dibandingkan konsep Negara Islam yang dimiliki oleh NII dengan konsep Negara Islam yang sebenarnya, sungguh sangat berbeda. NII mengaku bahwa kini telah ada Negara Islam di Indonesia, oleh karena itu ketika akan masuk ke dalam organisasi tersebut maka kita diminta untuk melakukan baiat pada khalifah atau pemimpin umat. Namun anehnya, kita tidak tahu pemimpin yang kita baiat itu siapa, orang yang seperti apa dan bagaimana pemikirannya. Keberadaan pemimpin ini dirahasiakan karena dalam pandangan mereka, imam itu merupakan orang yang sudah seharusnya dilindungi oleh seluruh anggota masyarakat. Sedangkan dalam Islam, imam yang merupakan pelindung umat sudah seharusnya menempati garda terdepan untuk melindungi umat. Ketidakjelasan pemimpin ditambah lagi dengan ketidakjelasan wilayah Negara semakin menegaskan bahwa konsep negara yang mereka usung perlu dipertanyakan.
Isu NII ini tentu membawa dampak bagi cerminan Islam di mata umat. Kini akan bermunculan orang tua yang takut jika anaknya mengikuti pengajian di kampus atau sekolah, orang-orang pun akan takut mengikuti pengajian di mesjid karena khawatir terkena pencucian otak. Hingga akhirnya lahirlah mahasiswa yang semakin sekuler karena Lembaga Dakwah Kampus semakin tidak ada peminatnya. Padahal salah satu cara yang paling ampuh untuk menangkal NII adalah dengan mengkaji Islam yang benar sehingga ketika mereka mengopinikan ide mereka yang keluar jalur, kita akan bisa membentenginya dengan pemikiran kita. Hal ini di dukung dengan kriteria orang yang akan mereka rekrut adalah orang yang memiliki semangat mengkaji tinggi namun tidak memiliki landasan ilmu Islam. Jika kita telah mengkaji Islam yang benar, maka mereka pun tidak akan “mengganggu’ kita. Jadi, seharusnya kita semakin semangat untuk mengkaji Islam, mengenali pemikiran atau ide yang dibawa oleh mereka sehingga kita tidak terjerumus ke dalam arus yang mereka opinikan, bukannya malah menjauhi kajian Islam dan menyibukan diri dengan opini negative tentang Islam.
*Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi 2007 Universitas Pendidikan Indonesia