Kisah Cinta Enrico
Penulis : Ayu Utami
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Tahun Terbit : Cetakan pertama, Februari 2012
Dunia memasuki perang dingin kala itu, perang antara Blok Barat dan Blok Timur. Blok Barat dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur dipimpin oleh Uni Soviet. Yang satu dijuluki Kapitalis dan yang satu dijuluki Komunis. Kedua pihak itu menciptakan senjata dan berebut untuk menguasai negeri-negeri lain, termasuk Indonesia, tanah air di mana Enrico tinggal.
Enrico merupakan seorang anak Lahir pada tanggal 15 februari 1958 di Padang. Dia lahir bersamaan dengan sebuah pemberontakan di Padang, revolusi pemberontakan yang dikenal dengan PRRI (Pemerintah Revolusi Republik Indonesia). Lahir dari pasangan Muhamad Irsad, seorang Letnan yang bertugas di bagian keuangan. Ayah Enrico tidak memiliki pilihan lain selain mendukung revolusi di Sumatra Barat. Sang Ibu Syrnie Masmirah, yang baru saja melahirkannya, turut menyertai suaminya masuk ke dalam hutan dan membawa serta kakak perempuan Enrico, Sanda. Bentuk kaki Enrico di kemudian hari, bagi ayahnya, sama dengan bentuk revolusi pemberontakan. Sebuah revolusi kaki kurus, pemberontakan kaki kurus, sebagaimana bentuk kaki Enrico.
Pasukan Ahmad Yani telah melucuti pangkat ayah Enrico. Beruntung ayahnya masih bisa bertugas meskipun tak ada lagi pangkat pada bajunya. Mekipun begitu Syrnie tetap menyambut suaminya dengan suka cita. Hal tersebut yang menyebabkan Enrico kagum terhadap ibunya, juga dengan ayahnya. Mereka bertiga melewatkan hari-hari bersama. Meskipun dalam keluarganya pernah ada seorang bernama Sanda, namun bagi Enrico Sanda adalah sebuah kisah kematian yang tak ia ingat betul. Sanda meninggal saat Enrico masih kecil karena penyakit asma. Bagi ibunya, kematian itu tak mungkin terjadi jika ayahnya tidak mengajak Enrico dan Sanda bermain di pantai. Ibunya memendam kepedihannya dalam– dalam.
Sampai pada akhirnnya ibu Enrico memilih menjadi seorang saksi Yehuwa. Dari situ muncul sebuah keyakinan dari Syrnie tentang hari kiamat. Tidak hanya itu Syrnie pun yakin tentang hari penantian yang kemudian diyakininya sebagai perjumpaan dengan Sanda. Syrnie sebelumnya adalah seorang Katholik, menikah dengan Muhamad Irsad yang berketurunan Madura dan beragama Islam. Pernikahan beda agama keduanya ditentang oleh keluarga besar Irsad di Madura. Maka mereka memilih pergi menghindar dari keluarganya, pergi ke Padang dan membangun kehidupan baru di sana. Syrnie Masmirah, terlahir dari istri pertama seorang pedagang di Kudus.
Enrico kecil terlibat dalam kehidupan sebagai anak kolong. Kehidupan yang menimbulkan konflik dengan ibunya sendiri. Sang ibu yang awalnya sangat ia banggakan karena menurutnya sang ibu merupakan sosok permpuan yang modern dan ceria. Namun semuanya pudar, ibunya menjadi seorang perempuan yang konservatif dan sering kali menghukum Enrico karena ulahnya bersama anak kolong. Puncaknya, Syrnie memutuskan untuk pindah rumah agar anaknya Enrico jauh dari teman-teman kolongnya.
Enrico tidak tahan dengan perilaku ibunya yang setiap hari mengatakan tentang hari kiamat. Sehingga Entico menginginkan untuk terbebas dari ibunya, dan muncul lah keinginan Enrico untuk pergi kuliah ke ITB. Tiket kuliah ke ITB harus Enrico tukar dengan pembaptisan dirinya menjadi seorang saksi Yahuwe. Demikianlah Enrico yang memilih kebebasannya, yang membawa dirinya pada sebuah lakon yang tidak pernah ia sangka, bahwa dirinya akan menjadi seorang juru foto. Ya, fotografer. Bukan seorang sarjana dari ITB
Tentang kisah cintanya, suatu hari Enrico menemukan seorang gadis yang menurutnya cocok. Enrico berjumpa dengan A di Teater Utan Kayu (TUK). A memang bukan satu–satunya wanita yang pernah ia singgahi. Sebelum Enrico menjadi yatim piatu, ia memiliki banyak teman wanita, sekaligus teman tidur siangnya. Awal kedekatan Enrico dengan A, saat A memintanya membuat foto nude. Enrico yang saat itu sedang merindu kekasih, melihat A seperti sosok ibunya.
Dalam novel ini Ayu Utami mampu meracik kisah cinta dengan peristiwa sejarah pemberontakan PRRI dengan apik. Novel ini merupakan kisah nyata seorang yang lahir bersama dengan munculnya revolusi pemberontakan di Padang dan kisah hidupnya yang menjadi aktivis orde baru serta kisah cintanya yang berliku.
Namun dalam novel ini Ayu Utami terlalu asik menceritakan kebencian Enrico terhadap ibunya. Padahal ada yang lebih penting, yaitu tentang masa kuliah Enrico di ITB dan perannya sebagai aktivis orde baru yang merindukan tumbangnya seorang Soeharto. Sepak terjang Enrico sebagai aktivis orde baru mendapat porsi sedikit dalam novel ini.
Terlepas dari itu dari novel Cerita Cinta Enrico Ini banyak pesan yang bisa diambil diantaranya yaitu, Cinta tak perlu diuji atau dikatakan. Cinta akan tumbuh dengan sendirinya jika memang mau tumbuh. Selamat Membaca! [Rifqi Nurul A]