Johannes Gunawan: Otonomi Adalah Kodrat Perguruan Tinggi
Bumi Siliwangi, isolapos.com-
“Otonomi adalah kodrat dari sebuah perguruan tinggi,” kata Johannes Gunawan, salah satu pemateri dalam Diskusi Nasional tentang Hakikat Otonomi Perguruan Tinggi yang dilaksanakan di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Rabu (6/6). Dalam materi yang ia paparkan, Johanes juga menegaskan bahwa otonomi suatu Perguruan Tinggi (PT) tidak bisa diberikan atau dibatasi oleh pemerintah.
Dalam beberapa pasal Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang berlaku hingga sekarang, ditegaskan bahwa otonomi adalah kemandirian PT untuk mengelola sendiri lembaganya. Sedangkan, otonomi yang didefinisikan dalam Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) versi 9 April 2012, dikerdilkan menjadi otonomi pengelolaan (lihat pasal 1 ayat 23). Padahal dalam undang-undang sebelumnya, yang dijamin bukan hanya pengelolaan. ”Otonomi kebebasan akademik dan otonomi keilmuan juga dijamin,” ujar Johannes.
Johannes menilai dalam RUU PT terdapat beberapa inkonsistensi pasal yang menjadikan kata otonom pragmatis. Misalnya, pada pasal 62 yang intinya menjelaskan bahwa PT memiliki otonomi pengelolaan di bidang akademik meliputi pengabdian kepada masyarakat. Namun, di pasal 45 ayat 4 ditegaskan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pengabdian kepada masyarakat diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal-pasal tersebut saling bertentangan dan tidak konsisten. “Bayangkan, mau mengabdi saja harus menunggu keputusan dari menteri,” kata Johannes.
Menyanggah pendapat Johannes, salah satu peserta diskusi yang berasal dari Universitas Islam Nusantara, Mulyasa pun angkat bicara. Menurutnya, pasal yang dianggap saling bertentangan tersebut bukanlah suatu inkonsistensi, melainkan memang harus begitu aturannya. “Otonomi itu bukan tanpa batas,” sanggah Mulyasa. “Dibutuhkan batas-batas tertentu sebagai pedoman bagi setiap universitas,” tambahnya.
Namun, Johannes meluruskan bahwa otonomi memang ada batasnya. Hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 35 ayat 1 UU Sisdiknas yang menjelaskan tentang 8 standar minimum yang tidak diotonomkan kepada PT dan wajib ada di suatu negara. Sisanya diserahkan kepada PT untuk mengelola sendiri. Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa dalam setiap RUU memang tidak lepas dari Peraturan Pemerintah (PP) serta Peraturan Menteri (Permen) di dalamnya. Akan tetapi, sejauh mana pemerintah ikut mengendalikan otonomi PT melalui PP dan Permen. “Substansinya yang harus kita cermati bersama,” pungkas Johannes. [Dini Ehom]