Penolakan PT BHMN Menjadi PTP

70
Satryo Soemantri Brodjonegoro saat memaparkan materi dalam Diskusi Nasional tentang Hakikat Otonomi Perguruan Tinggi, Rabu (6/6).

Sejumlah Guru Besar, Pengajar, Mahasiswa dan Alumni yang tergabung dalam Universitas Indonesia Bersih dan ke tujuh  Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN), menolak adanya perubahan Penetapan Universitas sebagai Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Pemerintah (PTP).

Penolakan ini disampaikan pada acara Diskusi Nasional tentang Hakikat Otonomi Perguruan Tinggi di Auditorium JICA, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pendidikan Indonesia, Rabu (6/6).

“Perubahan dua PT BHMN menjadi PTP yang secara mendadak, menunjukkan tidak adanya transparansi dari pemerintah,” ujar Satryo Soemantri Brodjonegoro, mantan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Penolakan ini tidak hanya disampaikan secara lisan, tapi secara tulisan dalam bentuk petisi. Dalam petisi itu, mereka berpendapat bahwa Penetapan ke tujuh PT BHMN menjadi PTP akan berpotensi menjadikan universitas terkooptasi oleh lingkaran pemerintah. Pada akhirnya, akan menghambat kemajuan universitas menuju institusi akademik yang berdaya saing global.

Mereka berpandangan bahwa sebuah universitas sejatinya memiliki kebebasan (otonom) dalam mengelola akademik dan non akademik, serta bebas dari pengaruh kekuatan politik dan ekonomi. Mereka menyayangkan berbagai kebijakan hukum dan instrumen hukum yang tidak sepenuhnya mendukung, salah satunya adalah Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi. [Melly A. Puspita].

Comments

comments