Belajar Kejuangan pada R.A. Kartini

616
R.A Kartini

Oleh : Hilman Rasyid*

Kartini adalah cerminan sosok perempuan di awal abad ke-20, ketika harkat dan martabat perempuan terpenjara di dalam sumur, dapur, dan kasur. Keberanian yang ia torehkan khususnya dalam bidang pendidikan begitu kentara dan terasa. Sehingga keputusan RI Nomor 108 tertanggal 2 Mei 1964 menetapkan 21 April 1879 sebagai hari lahir Kartini.

Raden Ajeng Kartini adalah salah satu dari sekian banyak pejuang gerakan emansipasi sekaligus sebagai inspirator kebangkitan perempuan di Indonesia. Namanya begitu harum membahana di seantero Nusantara karena karya, ide, dan keberaniannya yang ia gulirkan dalam perjuangan bangsa Indonesia. Sehingga tidak aneh jika ada yang mengatakan bahwa Kartini adalah perempuan genius pada zamannya.

Namun sebaliknya, sejumlah kalangan mengatakan tentang ketidakjelasan kepahlawanan Kartini dengan para pahlawan lainnya dalam melawan penjajahan Belanda pada waktu itu. Tak pernah terlihat dalam kumpulan tulisan dan pemikirannya adanya keinginan Kartini untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme Belanda. Apakah benar demikian? Sehingga mengapa harus Kartini?

Sebenarnya Kartini bukan apa dan siapa untuk dicatat dalam sejarah jika dibandingkan sederet pejuang perempuan lain di negeri ini. Masih banyak pahlawan wanita yang mungkin lebih berjasa di tanah air seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutiah, Nyai Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan dan lain sebagainya. Ada yang berjuang dengan mengangkat senjata, melalui organisasi, pendidikan maupun cara lainnya. Sekali lagi, mengapa harus Kartini?

Dari sudut pandang sejarah, pemikiran Kartini dalam emansipasi perempuan lebih bergaung daripada tokoh perempuan lainnya. Ide-ide besar lewat surat-suratnya memberikan inspirasi dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tak tersadari dan tak terkatakan. Meskipun pemikiran emansipasinya banyak terilhami dari feminisme barat, namun ia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.

Dalam salah satu suratnya bertanggal 23 Agustus 1900, Kartini menulis surat kepada Stella Zeehandelaar -sahabat pena pertamanya yang dikenal melalui majalah De Hollandsche Lelie- tentang tekadnya dalam berjuang untuk merebut kemerdekaan meskipun terlihat bimbang. Sehingga keliru jika ada orang yang mengatakan bahwa Kartini tidak mempunyai tekad sedikit pun tentang perjuangannya merebut kemerdekaan.   

Bahkan Pramoedya Ananta Toer mengatakan bahwa Kartini adalah pemikir modern Indonesia pertama yang tanpanya maka penyusunan sejarah modern Indonesia tidaklah mungkin (1962:14). Pemikirannya tentang perjuangan telah tertuang dalam surat-suratnya yang kemudian dikumpulkan dan diterbitkan pertama oleh J.H Abendon -suami Rosa- dengan judul dalam bahasa Belanda “Door Duisternis Tot Licht”. Kemudian banyak diterjemahkan khususnya ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang” oleh Armijn Pane pada tahun 1938.

Cukup banyak surat-suratnya yang menerangkan tentang perjuangan yang ia kirim kepada para sahabat penanya khususnya di Belanda. Kini hanya tinggal semangat dan pemikirannya saja yang bisa kita rasakan. Semasa hidupnya, ia mampu memberikan arti dan semangat tersendiri dalam perjuangan kaum perempuan untuk meraih persamaan. Dalam suratnya kepada Stella Zeehandelaar bertanggal 13 Agustus 1900, ia menginginkan persamaan antara laki-laki dan perempuan, yakni tentu saja masing-masing menurut kodrat kecakapannya.

Melalui hobinya membaca dan menulis serta mencari informasi atau tukar pikiran dengan rekan-rekannya serta perjuangannya yang tulus melawan pahitnya kehidupan. Hal ini bisa kita jadikan pelajaran yang sangat berharga akan pentingnya perjuangan, baik itu dengan cara belajar secara sungguh-sungguh, berdiskusi, berjuang melawan kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, atau pun hal lainnya yang menuntut akan hak dan kewajiban kita sebagai manusia sesuai dengan aturan yang ada.

Perjuangan dan keberanian Kartini bukan hanya harus dipahami oleh kaum perempuan saja, melainkan hal ini juga perlu dipahami oleh kaum laki-laki. Karena bangsa Indonesia saat ini harus mampu mewujudkan keadilan sosial dan bersama-sama mengintegralisasikan semangat perjuangan dan pengorbanan menuju Indonesia yang lebih baik. Salam Perjuangan!

Hilman Rasyid, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Arab FPBS Universitas Pendidikan Indonesia.

Comments

comments