Cinta yang Terempas Takdir

1,021

Judul film        : Tenggelamnya Kapal Van der Wijck

Sutradara         : Sunil Soraya

Skenario           : Donny Dhirgantoro dan Imam Tantowi

 Pemain             :  Herjunot Ali, Pevita Pearce,  

                             Reza Rahadian, dan Randy Danistha

Durasi Film     : 169 menit

“Yang saya minta hanya satu, jangan kecewakan hati orang yang berlindung kepadamu,” 

Percakapan tersebut menegaskan kembali surat-surat yang selalu dikirim oleh Seorang laki-laki bernama Zainuddin ( Herjunot Ali)  kepada kepada Hayati  (Pevita Pearce). Zainuddin merupakan anak rantau dari Makassar. Ia pergi ke Padang tempat kelahiran ayahnya untuk  belajar agama dan menyambung kembali silaturahmi yang terputus setelah orang tuanya pindah ke Makassar. Setelah ia berada di Padang, ia pun jatuh hati pada Hayati, kembang desa dari Batipuh.

Perasaan Zainuddin  pun selalu ditulis dalam surat-surat yang selalu dikirimkan pada Hayati  tanpa meminta untuk dibalas. Setelah terus menerus mengirim surat, Zainuddin yang dekat dengan Hayati akhirnya terusir karena menjadi bahan gunjingan warga setempat. Setelah lama berpisah raga dan pertimbangan lain,  Hayati pun  setuju dijodohkan dengan Aziz ( Reza Rahadian). Di tempat lain, Zainuddin menunggu hayati menepati janjinya untuk setia kepada Zainuddin .

Zainuddin akhirnya tahu, bahwa Hayati telah menikah dan mengingkari janjinya, Zainuddin pun jatuh sakit. Kawannya yang bernama Muluk (Randy Danistha) tak membiarkan Zainudiin semakin terpuruk. Muluk selalu memberi semangat yang membuat mereka berdua pergi ke Batavia. Di Batavia Zainuddin yang terbiasa menulis dapat dengan mudah mendapat pekerjaan, pundi-pundi uang pun ia peroleh dengan cepat. Tulisan  Zainuddin yang dimuat di koran pun akhirnya dijadikan novel membuat  Zainuddin semakin terkenal dan kaya. Setelah ia berhasil di Batavia, Ia pun diberi kesempatan untuk bekerja di Surabaya untuk memimpin perusahaan penerbitan di sana.

Tanpa disangka Zainuddin harus bertemu kembali dengan Hayati dan Aziz. Aziz yang saat itu tengah jatuh miskin pergi dan menitipkan Hayati. Surat Aziz pun datang yaitu permintaan cerai untuk hayati dan surat selanjutanya yaitu berita Aziz telah bunuh diri. Hayati yang saat itu sendirian akhirnya diminta pergi oleh Zainudddin.  Zainuddin terpaksa mengusir Hayati lantaran masih sakit hati datas pengkhianatan Hayati  yang dulu dilakukan. Meski berat hati, Hayati pun pergi menggunakan kapal Van der Wicjk. Tanpa disangka kapal itu pun tenggelam, dan hayati meninggal dunia. Meskipun dendam,   Zainuddin masih  mencintai Hayati dan sangat terpukul atas kepergiannya.

Cerita dari film tersebut merupakan alihwahana dari novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang ditulis oleh  Haji Abdul Malik Karim Amrullah seorang sastrawan yang biasa dikenal dengan sebutan Buya Hamka. Mengambil latar di Sumatera Barat membuat Adat Padang begitu terasa dalam film ini ditambah dengan para aktornya yang  menggunakan bahasa daerah dalam memerankan tokohnya.

Jika dilihat dari sudut pandang  tafsir visual terhadap teks verbal atau biasa dikenal dengan ekranisasi, menurut Pamusuk Eneste dalam bukunya yang berjudul Novel dan film,  sebuah film memungkinkan terjadinya pelebaran, penciutan, dan penambahan bervariasi. Dalam film ini baik sutradara maupun penulis skenario memilih penciutan cerita yang digunakan. Hal ini cukup logis karena novel yang berhalaman 226 halaman ini harus mampu diterjemahkan ke dalam film yang  berdurasi 169 menit.

Meskipun alur yang diciutkan, tapi tetap saja tidak mengurangi keindahan bahasa yang digunakan. Bahasa yang dibalut dengan metafor-metafor membuat penonton terkesima. Sedangkan, dilihat dari pemeranan, jika di awal cerita film ini telah berhasil meyakinkan penontonnya dengan adegan baik, namun tidak kembali ditampilkan di akhir cerita, peran Zainuddin yang cukup berlebihan, tidak senatural perannya diawal cerita, membuat cerita tak sedramatis yang seharusnya.

Unsur lokalitas yang dihadirkan menjadi kekuatan dalam film drama romantis ini. Setting Padang pada tahun 1930-an dibuat sangat mirip, sehingga latar yang ada pun tidak terkesan mengada-ada. Selain itu, Pepatah yang mengatakan bahwa menulislah, maka kamu akan kaya menjadi amanat yang jitu dalam film ini! [Julia Hartini]

Comments

comments