UKT, Roman Baru Komersialisasi Universitas
oleh Moch. Vichi Fadhli R.*
Telah hadir cerita pelik yang terus menyuguhkan rentetan diskriminasi dan penindasan terhadap mahasiswa. Cuti paksa menjadi problem yang menajam di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Universitas memberikan sanksi akademik berupa pencutian bagi mahasiswa yang belum atau tidak bisa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) tepat waktu.
Pencutian paksa ini adalah bukti rektor yang anti mahasiswa. Ini juga dipertegas dari informasi yang diperoleh dari Badan Eksekutif Mahasiswa Republik Mahasiswa (BEM Rema) UPI. Dikatakan bahwa rektor telah mengeluarkan tiga Surat Keputusan (SK) terkait mahasiswa penangguhan. SK pertama memuat tujuh mahasiswa 2013 dibebaskan biaya kuliahnya pada semester pertama dan kedua, tapi semester berikutnya membayar seperti biasa. Dalam SK kedua, diputuskan beberapa mahasiswa penangguhan diberi kesempatan untuk mencicil di bulan berikutnya. Sementara, SK ketiga diputuskan 47 mahasiswa dicutikan.
Jika kita simak dari SK tersebut, banyaknya mahasiswa yang dicutipaksakan mencerminkan buruknya kepedulian pimpinan universitas. Barangkali, universitas semakin terdesak untuk menjaga sirkulasi modal agar terus berjalan, sedangkan puluhan mahasiswa tidak mampu untuk membayar. Hal ini mengakibatkan universitas menampakkan dirinya sebagai mesin mekanik kapital. Jelaslah karakternya, manut pada profit dibanding kepada hak mahasiswa untuk mengakses pendidikan.
Dari setiap keputusan rektor ini sama sekali tidak ada yang menguntungkan mahasiswa. Karena tidak ada jaminan yang pasti bagi mahasiswa dapat duduk di bangku kuliah selama delapan semester tanpa tekanan. Setiap semester, mahasiswa yang tidak mampu harus berhadapan dengan status penangguhan yang penuh intervensi. Jika keadaan demikian terus dipaksakan, ada potensi di mana mahasiswa menyerahkan dirinya pada kebijakan universitas, “Drop Out” atau “cuti paksa”.
Situasi Objektif Rakyat
Sebelum lebih jauh kita menelanjangi gagalnya universitas dalam menyelenggarakan pendidikan bagi rakyat, mari kita periksa terlebih dahulu apakah dasar penetapan biaya UKT di UPI telah mencerminkan situasi objektif masyarakatnya? Tingkat pendapatan masyarakat diatur sebagai dasar pertimbangan nominal UKT. Masyarakat Jawa Barat merupakan mayoritas mahasiswa UPI. Mata pencaharian masyarakat Jawa Barat 60 persennya adalah petani, dominasi tani miskin yang penghasilannya tidak lebih dari Rp 15 ribu perharinya.
Selain petani, komposisi penduduk terbesar kedua di Jawa Barat adalah buruh, terhitung delapan juta jiwa lebih yang menumpukan hidupnya sebagai buruh. Sedangkan buruh dihadapkan pada skema politik upah murah yang diterapkan oleh persekutuan pemerintah dan pemodal, penghasilan rata-ratanya Rp 1,6 juta. Akan sulit bagi anak seorang buruh dapat sekolah di perguruan tinggi, seperti UPI.
Lantas, berapa besaran biaya UKT bagi mahasiswa UPI 2013 sekarang? Ada enam golongan UKT yang diberlakukan di UPI. Biaya UKT golongan pertama dan kedua sebesar Rp 0-2 Juta. Sementara golongan ketiga sampai ke enam sebesar Rp 3-9 juta. Itu pun yang mendapat golongan pertama dan kedua hanya berjumlah lima persen saja dari ribuan mahasiswa miskin.
Sedangkan berdasarkan hasil investigasi Front Mahasiswa Nasional (FMN) dari sampel dua jurusan di UPI, mayoritas mahasiswa masuk dalam golongan 4 dengan UKT persemester sebesar Rp 4 juta. Biaya ini terlampau mahal bagi mahasiswa untuk bisa membayar UKT selama 8 semester.
Berangkat dari itu, kita dapat mengetahui bahwa universitas tidak memakai dasar yang ilmiah dalam pemenuhan hak rakyat mengakses pendidikan. Justru semakin me-lipatgandakan biaya semesterannya lewat sistem pembayaran UKT yang merupakan produk turunan dari Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). UKT sebagai satu kesatuan sistem, justru membawa ke jurang komersialisasi yang lebih dalam.
Simpulan pokok dari runutan masalah yang ditempa, jelas bahwa UU Dikti sebagai akar secara nasional masalah komersialisasi. Hal itu me-lahirkan anak turunannya berupa sistem UKT, sehingga sasaran pukul untuk menghapuskan komersialisasi di tingkat universitas sampai tingkat nasional adalah dengan mencabut UU Dikti. Selain itu, menghapus sistem UKT sebagai sistem pembayaran yang justru menghilangkan hakikat dasar pendidikan sebagai hak yang mesti dijangkau oleh seluruh rakyat tanpa diskriminasi. Bersatulah mahasiswa, rebut hak atas pendidikan di tanganmu sendiri!
*Anggota Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan UPI