Sanksi Drop Out Paksa Dinilai Tak Adil
Bumi Siliwangi, isolapos.com-
Direktur Direktorat Kemahasiswaan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Syahidin menilai pemberian sanksi drop out paksa atau dinyatakan mengundurkan diri karena terlambat mengurus cuti akademik sebagai kebijakan yang tidak adil. “Jangan lantas disuruh keluar. Nah, itu yang tidak adil,” ujarnya ketika ditemui isolapos.com di ruangannya, Jumat (16/1).
Menurutnya, pemberian sanksi tersebut terlalu berlebihan jika disamakan dengan pelanggaran tindak kriminal yang sanksinya sampai memberhentikan status kemahasiswaan. “Seenaknya saja mengeluarkan orang, padahal pelanggarannya bukan kriminal ko, teledor,” kata Syahidin.
Selain itu, ia pun mempertanyakan sosialisasi kebijakan yang baru dimulai pada pertengahan semester. Seperti diberitakan sebelumnya, edaran bernomor 5754/UN40.R1/DT/2014 tentang mahasiswa yang tidak melakukan pembayaran biaya pendidikan semester ganjil 2014/2015 dan tidak mengajukan berhenti sementara kuliah sesuai jadwal, baru disosialisasikan tanggal 11 September 2014. “Ya kenapa di tengah-tengah (semester-red) sosialisasinya baru kedengaran?” paparnya.
Kebijakan akademik yang baru tersebut, menurut Syahidin, masih dalam masa transisi dari kebijakan lama sehingga belum sempurna dan tepat untuk langsung diterapkan. Ia memandang, kebijakan tersebut belum sempurna karena masih ditemukan beberapa masalah seperti masih ada mahasiswa yang tidak mengetahui informasi tersebut. “Mungkin sistem ini sudah berlangsung lama di tempat lain, tapi bukan berarti di UPI baru mulai sudah langsung jebret, kan tidak seperti itu,” ujarnya. (Baca: Telat Mengurus Cuti, Sejumlah Mahasiswa UPI Diminta Mengundurkan Diri)
Sebelumnya, Mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2010, Tri Wahyudi dan Mahasiswa Departemen Manajemen angkatan 2009, Lingga Ramdhan Nugraha mengadu padanya perihal sanksi tersebut. Ia pun menyarankan keduanya untuk membuat surat permohonan kepada Rektor. Ia berharap, UPI mau memberikan kesempatan bagi dua mahasiswa tersebut. “Karena ini bukan kewenangan saya, saya hanya bisa berharap ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua, dan anak itu jangan sampai jadi korban sistem,” ujarnya. (Baca : Selamatkan Status Kemahasiswaan, Lingga Kirim Surat Ke Rektor) [Melly A Puspita]