Ayo, Data dan Lindungi Budaya Ibu Pertiwi!
Bumi Siliwangi, isolapos.com–
“Hiduplah Indonesia Raya,” demikian penggalan lagu kebangsaan Republik Indonesia yang menggema di Gedung Achmad Sanusi (BPU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jumat (27/02). Menyanyikan lagu “Indonesia Raya” menjadi sesi pembuka seminar Langlang Nuswapada yang digelar Yayasan Sobat Budaya Indonesia dalam kunjungannya ke kampus Bumi Siliwangi.
Antusiasme peserta terlihat meriah ketika ratusan dari mereka menyanyikan lagu itu bersama-sama. Tepuk tangan peserta riuh bak menggambarkan rasa bangga mereka akan negeri sendiri, Indonesia. Sesuatu yang sepertinya menjadi misi dari acara bertajuk budaya itu. “Kami ingin menggugah masyarakat khususnya pemuda untuk sadar akan budayanya,” ujar Gerry Sandy, ketua pelaksana acara tersebut.
Gerry menuturkan bahwa acara ini dilakukan untuk mengajak generasi muda terutama mahasiswa untuk melestarikan kebudayaan Indonesia. “Nge-data budaya,” terangnya tentang projek kerja yang mengerahkan para pemuda untuk berlomba mengirimkan data-data kebudayaan Indonesia untuk dikumpulkan.
Sementara itu, dalam sesi pematerian yang disampaikan Hokky Situngkir –seorang researcher yang juga relawan pendata kebudayan Indonesia, disinggung tentang “Apa dan mengapa mendata budaya?” Ia menuturkan, budaya Indonesia memiliki kompleksitas yang rumit. Dalam hal ini, ia menyandingkan karya seni Leonardo Da Vinci dengan motif batik.
Secara geometri karya seni Leonardo Da Vinci memiliki pola yang unik dan sistematis, sementara pada pola batik ditemukan pola yang sangat rumit dan tidak beraturan. Hokky menjelaskan bahwa sebenarnya pola yang tidak beraturan itu diciptakan dengan teknologi yang sangat beradab yang dia sebut “Geometri semesta alam”. Sebuah teknologi pengukuran yang konvensional pada saat itu dan jauh sebelum Da Vinci membuat karya seninya. Fakta-fakta bahwa kebudayaan Indonesia itu kompleks mendorong Hokky untuk melakukan pendataan terhadap budaya tersebut untuk menguak fakta baru. “Tak mungkin ada kreasi tanpa inspirasi,” tuturnya.
Senada dengan Hokky akan pentingnya pendataan budaya, Duta Sobat Budaya, Maman Suherman berujar “jika kita tidak berlomba mendata budaya, kita akan ketinggalan.” Ia menjelaskan bahwa kebudayaan bangsa Indonesia acap kali diklaim atau dicaplok oleh bangsa lain. Meski beberapa di antaranya telah diamankan dan diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO), namun masih tersisa ribuan lagi yang belum didata dan divalidasi.
“Butuh 110 tahun untuk mengelilingi Indonesia apalagi mendata unsur budayanya,” papar Maman. Oleh karenanya, dibutuhkan usaha lebih untuk mendata semua budaya itu dan diperlukan upaya dari masyarakat untuk ikut berpartisipasi. Untuk itulah, ayo data dan lindungi budaya ibu pertiwi! [Reza A. Pratama]