FPOK Gugat MPM REMA UPI
Oleh Faika Muhammad Aulia
Bumi Siliwangi, Isolapos.com,- Sidang Umum Majelis Permusyawarahan Mahasiswa Republik Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (SU MPM REMA UPI) tidak berjalan seperti biasanya. Pasalnya, SU yang dilaksanakan pada 7 Februari 2016 di auditorium FPTK ini diwarnai dengan gugatan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan kesehatan(BEM FPOK) UPI terhadapan MPM REMA UPI. BEM FPOK menganggap, MPM tidak becus dalam kinerjanya, “yang pertama masalah delegasi yang tidak sesuai prosedur pada SU sebelumnya (tahun 2015-red). Kedua cacatnya UUD (undang-undang dasar-red) REMA UPI secara hukum. Dan soal saudari Vina yang sudah lulus sebelum masa jabatannya sebagai Wapres (wakil presiden-red) berakhir,” Ucap Irfan benizar (2011) selaku perwakilan BEM FPOK.
Dalam gugatan yang pertama, Aan Agustan mengakui, dirinya adalah salah satu orang yang masuk fraksi SU tanpa surat delegasi. Padahal, aturan menyebutkan bahwa sidang umum hanya dihadiri oleh ketua eksekutif, legislatif atau delegasi yang membawa surat delegasi yang dilampirkan dalam surat undangan SU. “ya, karena saat itu tidak ada yang menanyakan atau memberi tahu soal surat delegasi.”ucap Aan. Mahasiswa lain yang diduga masuk tanpa syarat yang diberlakukan di SU, Saipul(FPOK) tidak hadir kala itu. Saipul sendiri masuk fraksi SU tanpa cap himpunan.
Fajar Rhomadon, ketua pelaksana SU 2015 menyatakan, saat Aan masuk kedalam fraksi, dirinya sedang tidak ditempat. Ia mengakui bahwa ini adalah kesalahannya. Namun, Fajar menyatakan, untuk kasus Saipul, dia menanyakan kepada MPM terlebih dahulu sebelum mempersilahkan Saipul masuk, “kalau waktu Saipul, saya nanya dulu ke MPM. Boleh atau tidak?, ” kata Fajar. Muas, anggota MPM kala itu mengakui bahwa MPM teledor dan mengaku salah, “karena panitia ada dibawah MPM, maka kami mengaku salah.”
Sidang yang sempat di skorsing hingga jam 13.00 ini dilanjutkan dengan gugatan terhadap UUD REMA. BEM FPOK menuding, kecacatan UUD ini karena lembaga eksekutif dan legislatif ikut membuat UUD. “masa UUD dibuat sama dua lembaga, aneh,”ucap Irfan Benizar. Dalam gugatan ini, MPM kembali menyatakan keteledoran mereka dalam membuat UUD, “ya, kami (MPM-red) salah.” Kata Muas mewakili MPM lagi.
Sidang semakin menegangkan kala memasuki gugatan yang ketiga mengenai Vina Dwiyunita yang dalam gugatan telah lulus sebelum masa akhir jabatannya. Dalam gugatan ini Farhan dari Unit Kegiatan Dakwah Mahasiswa(UKDM) UPI menyatakan tidak ada yang salah dengan lulusnya Vina. Farhan menilai, hilangnya status mahasiswa kala dia wisuda, bukan ketika sidang yudisium. “teh Vina wisudanya desember. Masa jabat BEM berakhirnya desember. Jadi tidak ada masalah.”.
Argumen farhan dibantah oleh Irfan selaku wakil FPOK. Ia menyatakan, dalam UUD REMA pasal 17 dijelasakan bahwa seorang Presiden REMA harus membacakan LPJ bersama wakilnya, sedangkan sekarang wakilnya sudah lulus. “dalam undang-undang ditulisnya dan! Bukan atau. Nah sekarang mau LPJ gimana wakilnya gak ada?”ucap Irfan.
Argumen Irfan disepakati oleh Tyas Azis Arifin, pendidikan Sejarah 2013. Selaku peninjau, Tyas beranggapan bahwa Vina sudah bukan lagi mahasiswa saat LPJ nanti. Bahkan, Tyas menanyakan perihal tidak adanya sidang istimewa. “nah udah tau ngelanggar, kenapa gak ada SI(Sidang Istimewa-red)?.”
Menanggapi hal ini awalnya MPM mengelak. Muas kala itu merasa tidak ada yang salah dengan MPM. Sekalipun sudah 2 gugatan menyatakan MPM salah, mahasiswa Departemen Sastra dan bahasa Inggris ini menyatakan, MPM tidak bersalah karena ada beberapa syarat untuk melaksanakan SI. namun di akhir sidang, MPM akhirnya menyatakan bahwa dirinya bersalah. “ya setelah saya lihat kembali, kami MPM salah,”ucap Muas.
SU sendiri akhirnya dipending hingga sabtu 13 februari 2016. Belum ada kejelasan ujung dari gugatan FPOK ini.