Kritik Sosial Lewat Drama Cinta

542

Oleh : Prita Kartika Pribadi

Bumi Siliwangi, isolapos.com

“Ketika simple dan praktis itu dijadikan keseharian maka kita tidak akan menikmati proses. Proses itu menyebalkan tetapi puitis!” ungkap Fajri, sutradara dari naskah Kisah Cinta Hari Rabu pada Pagelaran Sastra yang diselenggarakan mahasiswa Departemen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI, di Auditorium A Gedung FPBS, Rabu (11/05).

Begitulah yang ia katakan ketika disinggung terkait nilai yang terkandung dalam pementasan drama tersebut. Ia juga mengatakan, tema yang diangkat dalam pementasan drama ini, selain romantis, adapula suatu kritik sosial terhadap kehidupan masyarakat dewasa ini. “Orang-orang sekarang itu lebih terpenjara di depan layar gadget (gawai, -red), sementara di luar masih ada dunia,” sindirnya.

Selain itu, sutradara dalam drama ini juga menambahkan bahwa pemilihan naskah ini didasarkan pada perbandingan masyarakat dahulu yang sangat menginginkan perubahan, khususnya dalam ranah teknologi. Namun, masyarakat dewasa ini malah kecanduan gawai dan terkadang merugikan pemakainya.

“Ketika kita menikmati teknologi-teknologi sekarang, hal yang remeh-temeh sekalipun malah menjadi sulit misalnya mencari cinta atau teman ngobrol. Kita malah kesulitan dengan teknologi ini, aneh.”

Naskah drama ini ditransformasi dari cerita pendek karya Anton Chekov yang diadaptasi oleh Sapardi Djoko Damono, “Jadi emang naskahnya udah ada dari sananya tinggal dimainin aja, dan kita gak dikasih tema tapi syaratnya adalah harus naskah terjemahan,” tambah mahasiswa angkatan 2014 itu.

Fajri berharap, untuk pagelaran sastra kali ini dapat memajukan dunia sastra dan merubah kebiasaan praktis yang disebabkan teknologi. “Dari segi sastra, kita dapat memajukan teater-teater di kampus dan sastra asing. Sedangkan dari segi konteks naskahnya sendiri, janganlah terlalu berpikiran praktis.”

Pagelaran sastra ini menceritakan tentang Elga (30 tahun), seorang wanita karier yang ingin memiliki seorang suami. Namun, ia merasa kesulitan dalam mencari jodoh. Karena menurutnya, di zaman yang serba instan ini membuat masyarakat menjadi mahluk yang super sibuk dengan gawainya sendiri. Sehingga, pada suatu waktu ia berpikir bahwa biro jodoh online adalah jalan pintas dalam mencari pasangan hidup.

Namun ketika jalan pintas itu dipilih, pasangan yang didapatnya ialah seorang pria tua yang seumuran dengan ayahnya. Padahal sebelumnya ia sempat bertemu dengan seorang pria yang seumuran dengannya, yang ia kira adalah jodohnya. Tetapi pria tersebut hanya seorang makelar. Dia sangat kecewa karena sudah membayar dengan harga yang mahal.[]

Redaktur : Syawahidul Haq

Comments

comments