Moral di Indonesia Semakin Buruk. Pendidikan Moral Tak Berpengaruh?

1,511

Penyimpangan kasus moral dewasa ini sudah banyak terlihat dan terdengar. Bahkan dapat dikatakan bahwa moral bangsa Indonesia ini sudah rusak atas keanekaragaman jenis perilakunya yang beranekaragam pula pelakunya; mulai dari orang dewasa, remaja bahkan anak kecil. Pendidikan moral ini seperti jarang disoroti karena permasalahanya selalu ada dan semakin memburuk. Lebih mirisnya, penyimpangan moral ini banyak dilakukan oleh para anak muda sebagai generasi bangsa.

Penyimpangan moral hingga kini menjadi “musuh” bagi negara Indonesia. Bagaimana tidak? Akhir-akhir ini negara Indonesia dihebohkan seorang wanita yang melakukan aksi di media sosialnya  sampai video yang mengatakan kata-kata kasar, yakni Awkarin. Hal ini malah menjadi panutan bagi anak remaja. Juga menarik perhatian Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sehingga mereka ikut terjun menindaklanjuti dirinya.

Menarik kasus internal, kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bumi Siliwangi, saat ini sedang digemparkan kasus pencurian motor di lingkungan UPI yang ternyata pelakunya adalah mahasiswa UPI sendiri. Sejak Kamis (13/10) malam hal tersebut sudah menarik perhatian civitas akademika UPI, dengan ragam komentar, apalagi lewat media sosial yang mudah sekali penyebarannya.

Demikianlah, contoh kedua hal yang merupakan penyimpangan moral. Hal tersebut dapat sangat merusak bangsa karena dapat menjadi budaya bagi lingkungan sekitar. Permasalahan moral ini sangatlah kompleks dan sulit diatasi. Maka dari itu, Prita Kartika Pribadi, reporter isolapos.com melakukan wawancara dengan Helli Ihsan, Dosen Psikologi UPI di Kantor Psikologi, FIP UPI, Jum’at (14/10) sore.

Menurut Helli, moral tidak bisa dinilai secara mudah antara baik atau buruk, terlebih moral itu sendiri mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhinya. “Moral memang tidak bisa kita mengatakan moral itu baik atau buruk tapi harus berdasarkan hasil penilitian atau survey.” “Dalam bertindak, menurut psikologi kognitif sosial, ada tiga hal yang saling berkaitan. Satu, person, dua perilaku, tiga lingkungan,” lanjutnya. Berikut kutipannya:

Menurut Bapak, bagaimana kondisi moral di Indonesia saat ini?

Moral memang tidak bisa kita mengatakan moral itu baik atau buruk tapi harus berdasarkan hasil penilitian atau survey. Tetapi menurut beberapa penelitian dan saya melakukan penelitian tentang perilaku itu cenderung baik, ada beberapa yang menyimpang tapi populasinya itu kecil. Itu dilakukan penelitian di beberapa SMA Bandung. Satu ada di pendidikan islam atau Boarding School, ya kemungkinan penyimpangannya itu memang kecil. Moral itu maksud saya adalah perilaku dimana remaja tahu mana yang buruk mana yang baik. Nah, yang buruk itu perilaku yang tidak sesuai dengan tataran, tuntutan, standar sosial, agama dan masyarakat. Itu secara umumnya. Artinya, kalau kita lihat dari media ya pasti yang muncul yang jelek-jeleknya, yang bisa diberitakan, yang bisa ditonjolkan itu ya itu. Tetapi tidak bisa kita berdasarkan media saja. Misalnya perilaku seksual, sebenarnya ya tidak banyak yang melakukan. Dari penelitian yang saya lakukan dari anak psikologi. Perilaku mereka tidak banyak yang ekstrem seperti seks bebas atau hamil di luar nikah tetapi itu penelitiannya hanya di psikologi UPI yang mungkin ada biasnya, yang diteliti itu mahasiswa psikologi sendiri. Tetapi moral itu menurut saya harus berdasarkan riset bukan berdasarkan media saja. Kalau media saja ya yang diceritakannya yang jelek atau hanya kasus yang muncul saja tapi kan kenyataannya seperti apa.

Di UPI sendiri khususnya di Program Studi Psikologi atau Bimbingan Konseling (BK), ada atau tidak mempelajari tentang pendidikan moral dan seperti apa?

Ada, mata kuliah Psikologi Pendidikan, ada Perkembangan Moral, ada Moral Pra Konvensional yaitu kebenaran ada pada dunia sendiri tidak memperhatikan orang lain atau moral anak-anak, misalkan jika ia tidak dikasih permen sama orang tuanya ya itu jelek orang tuanya. Kalau di pendidikan, moral menurut metode yang benar itu ya pendidikan moral harus ada di semua aspek pembelajaran harus ada yang menyangkut tentang moral. Misalnya, mahasiswa ekonomi atau siswa yang belajar ekonomi di SMA itu harus belajar moral-moral bagaimana bersikap dalam perdagangan. Jadi, pendidikan moral itu di semua materi pembelajaran harus dimunculkan seperti etika tawar-menawar seperti apa. Misalnya dalam islam kalau benda sudah ditawarkan orang lain kan tidak boleh orang lainnya lagi itu menawar karena itu akan menyakitkan tawaran dari orang pertama. Menurut saya yang seperti itu, jarang sekali diketahui oleh orang lain. Kalau sekarang itu siapa cepat dia dapat kan? Nah, etika seperti itu yang harus digali, dari hal kecil. Sumber-sumber moral itu harus digali, misalnya seperti kebijakan lokal wisdom orang Jawa itu harus menghadapinya seperti apa atau Budaya Suku Baduy. Digali di semua aspek. Ketika seseorang belajar tentang lingkungan, itu bukan lingkungan secara fisiknya tetapi ada etika atau moral. Dan itu bisa digali di banyak sumber, dari sumber agama, budaya, kebijakan lokal.

Di Indonesia, pendidikan moral yang telah diberikan itu sebenarnya sudah cukup baik atau kurang baik?

Moral itu sebenarnya peradaban, ada peradaban yang lebih kecil itu seperti keluarga. Itu adalah pondasi utama dalam pendidikan moral lalu kemudian yang lebih luas adalah yang membentuk peradaban, tergantung ya nanti peradabannya itu seperti apa yang membangun sebuah karakter nasional atau bangsa. Misalnya di rumah kedisiplinan dan moral diajarkan tidak boleh diajarkan kata-kata kasar atau teriak dengan jarak yang dekat. Nah, kemudian nanti juga ada lingkungan luas yang mendidiknya yaitu masyarakat. Misalnya, bagaimana masyarakat bereksekusi melakukan peradaban itu seperti nongkrong di jalan. Kalau di islam itu kan sebaiknya tidak dilakukan, sekalipun boleh dilakukan tetapi sebaiknya tidak dilakukan. Atau misalnya, boleh dilakukan tapi harus melakukan kewajiban jalan seperti memberi atau menjawab salam dan kalau ada sesuatu yang buruk di jalan maka dia harus memberantasnya. Jadi, ada pendidikan keluarga dan masyarakat yang memberi contoh. Kalau pendididkan bangsa itu sebagai cotrolling atau misalnya memberikan contoh yang bagus seperti pemberantasan korupsi.

Menarik kasus moral seperti Awkarin yang banyak diberitakan di media, apa tanggapannya dan faktor apa yang mempengaruhi dalam penyimpangan moral?

Dalam bertindak, menurut psikologi kognitif sosial, ada tiga hal yang saling berkaitan. Satu, person, dua perilaku, tiga lingkungan. Person itu bagaimana dia mempersepsikan lingkungan dan perilaku. Misalnya ketika dia tidak sengaja melakukan sesuatu yang buruk, kemudian persepsinya bagaimana dengan perilaku yang buruk itu? Seperti ‘oh ini jelek, saya harus berhenti’ atau  ‘oh ini gapapa saya bisa terus lakukan’. Lalu perilaku, perilakunya orang itu seperti apa, kalau dia sering melakukan perilaku yang secara standar sosial atau tataran sosial buruk itu maka akan berpengaruh buruk. Kemudian lingkungan, maksudnya apakah ada reward atau punishment dari lingkungan kalau dia berbuat seperti itu? Tapi dia memperoleh sesuatu yang menyenangkan, menguntungkan dan tidak ada punishment maka dia akan terus melakukannya. Nah, dalam konteks siapapun itu, Awkarin itu di satu sisi dia tidak ada punishment. Ketika dia berbuat seperti itu reward-nya besar karena dia mendapat keuntungan  banyak dari perilakunya. Jadi, lingkungan sosialnya pun tidak menghalangi dia untuk melakukan, bahkan mendukung. Pertama, mungkin ada orang yang mengajaknya atau ada orang mau diajak. Ketika dia melakukan itu dan respon tidak bagus dari negaranya tapi teman-teman di lingkungannya ya mendukung. Mungkin di lingkungan terbesar, di Indonesia, tidak setuju dengan tindakannya tetapi lingkungan terkecilnya mempersilakan. Jadi, lingkungan terkecil dampaknya lebih tinggi dibanding lingkungan yang besar. Sebenarnya ketika Awkarin membuat video itu, ia telah mempublikasikan atau mendeklarasikan perilakunya sehingga ada respon yang lebih besar. Nah, sekarang seberapa kuat Kemkominfo dan KPAI melakukan intervensi? Misalkan dengan memblokir. Jika intervensi lemah, ya dia akan melanjutkannya.

Menarik kasus baru, pencurian motor yang terjadi di UPI dan dilakukan oleh seorang mahasiswa UPI sendiri, apa tanggapannya?

Pertama sih sedih karena perilakunya dari mahasiswa UPI sendiri, terlepas dari jurusan apapun, saya anggap itu mahasiswa saya. Yang pertama, mungkin kalau dikaitkan dengan pendidikan mungkin dia belum menerima pesan. Walaupun sebenarnya pesan bisa dipadapatkan dimana saja dari lingkungan sosialnya dan berarti dia belum bisa mencatat pesan bahwa perilaku itu tidak boleh dilakukan, maksud saya tidak ada penekanan. Tapi kan penakanan itu dalam kondisi tertentu jarang bisa diungkapkan. Mungkin yang dibahasnya pendidikan moral tapi yang lainnya tidak, seperti cara berpikir, tingkat kemampuan orang berpikir atau aspek yang lain. Saya sih memang akan sangat susah kalau kita di pendidikan dalam mencari siapa yang salah. Saya tidak akan bisa mengatakan bahwa departemennya yang kurang membimbing atau dari UPI-nya sendiri. Orang yang melakukan kejahatan itu kompleks ya, dinamika perilakunya. Bisa jadi lingkungan di luar UPI itu yang menjadi pendorong. Misalkan gini, katanya kan motornya itu dijual di Sumedang, nah lingkungan seperti apa yang membawa dia? Kok dia tahu nih kalau mencuri itu seperti itu caranya? Atau kok dia tahu nih mencuri motor kemudian dijual ke Sumedang? Berarti kan ada proses belajar bahwa bagaimana mencuri motor! Nah, itu ada aksesnya! Ada lingkungan sosial dia yang menariknya kesana. Menurut saya ya, lingkungan di UPI itu bagus loh, dan nanti akan menjadi beda lah dari yang lain terkait moral. Karena lingkungan UPI mendukung dan mempunyai batas, misalnya adanya pesantren di Daarut Tauhid (DT), kemudian Turorial dan Seminar Pendidikan Agama Islam (SPAI). Menurut saya itu sangat bagus untuk meningkatkan perilaku moral.

Menurut Bapak, hukuman akademik atau status mahasiswanya lebih baik seperti apa? Apakah dicabut atau diberi keringanan?

Dihukum sesuai yang ada di Undang-undang (UU) saja dulu, dan polisi bagaimana memperilakukannya. Dan UPI memberikan pendekatan, misalkan dari departemen dan dukungan bahwa kalau dia nanti itu menjadi tahanan, maka dia bermaksud akan berubah, maka pasti ada kesempatan kedua setelah keluar dari penjara. Dan itu sebagai bentuk tanggungjawab UPI yang pernah mendidiknya. Jadi, biarlah sisi hukumnya berjalan dan bagaimana UPI memberikan kepedualian bahwa kejadian itu tidak akan dirasakan kembali dan dia bisa berubah. Kan katanya ayahnya meninggal beberapa bulan lalu, mungkin faktor ekonomi juga berpengaruh.

Bagaimana cara membentuk moral yang baik bagi anak muda khususnya mahasiswa?

Pertama, terlibat dalam lingkungan yang lebih baik, karena lingkungan itu aspek yang paling besar dampaknya. Dan itu harus sering dimotivasi. Misalnya oleh dosen ketika bimbingan akademik dan sekarang kan  bimbingan akademik itu online sehingga kurang interaksi langsung yang harusnya jangan ditinggalkan. Jadi ya bimbingan akademiknya nanti bersifat teknisnya tidak tentang mata kuliah saja tapi moral untuk menjaga perilaku juga. Kedekatan antara dosen dan mahasiswa itu sebaiknya ada sehingga ada pengarahan yang lebih intens di departemen sebagai lembaga yang mendidiknya. Kalau di kelas kan terbatas karena materi kuliah. Menurut saya, yang paling kuat dampaknya adalah ketika bimbingan akademik, artinya intensitas antara dosen dan mahasiswa itu ditingkatkan khususnya oleh pembimbing akademik.[]

Comments

comments