Hoax Bukan Produk Jurnalistik
Oleh: Syawahidul Haq
Bandung, isolapos.com- Lajunya arus informasi saat ini kian tak terbendung. Tercatat sejak 2016, dari data yang dihimpun oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, sebanyak 132,7 juta dari total populasi penduduk telah menjadi pengguna internet aktif.
Namun, arus informasi ini tampaknya tidak tersaring dengan baik. Hal itu didukung dari tautan turnbackhoax.id yang dilansir Kompas (Selasa 7 Februari 2017), laman daring tersebut menerima aduan informasi bohong, fitnah, dan hasutan sebanyak 1.656 terhitung dari 1 Januari hingga 2 Februari di tahun 2017.
Laman yang memperlihatkan selama satu bulan terakhir itu, diakses sebanyak 47.132 kali oleh 13.915 pengguna internet. Jumlah tersebut naik dibanding periode Desember yang berkisar 28.219 kali oleh 10.898 pengguna internet.
Terkait hal tersebut, Adi Marsiela, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung menyebutkan, kini pengguna teknologi dapat seenaknya menghasilkan konten informasi. “Informasi sesat bisa beredar dimana saja, bisa pake media apa saja,” ujarnya saat dijumpai dalam acara Obrolan Teras Sindo di De Paviljoen Hotel, Bandung, Selasa (7/2).
Selain itu, Adi menyatakan bahwa hoax bukanlah sebuah produk jurnalistik, melainkan sebuah informasi yang menyesatkan. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pembeda antara produk jurnalistik dengan hoax adalah hilangnya proses disiplin verifikasi dan cenderung tidak menggunakan data.
Lebih spesifik, ia menjelaskan bahwa produk hoax tidak dapat bermuatan berita. Menurutnya, berita memerlukan pertanggungjawaban yang pasti dan dapat diselidiki asal-usulnya “Kalau penyebaran info (di media sosial, -red), siapa penanggungjawabnya? Gak jelas.”
Demikian, literasi digital akan sangat diperlukan untuk meminimalisir penyebaran hoax tersebut. Mengingat minat baca masyarakat saat ini sangatlah rendah. “Makanya ini bisa cepat menyebar kalau kemudian tidak ada literasi media atau literasi digital. Cara yang bisa digunakan pake media sosial, pake twitter, pake facebook, misalnya,” ujar Adi.[]
Redaktur: Prita K. Pribadi