Ka’buddin: Berhati-hatilah dalam Menyampaikan Kritik
Bumi Siliwangi, isolapos.com— Setelah kegiatan “Dialog Nasional: Keselamatan Transportasi Tanggungjawab Bersama” di Universitas Pendidikan Indonesia pada hari Kamis (2/8/2018) yang dihadiri langsung oleh Menteri Perhubungan RI yaitu Ir. Budi Karya Sumadi. Fauzan Irfan selaku Presiden BEM Rema UPI memberikan piagam penghargaan kepada Kabinet Kerja Jokowi-JK yang menyampaikan kegagalan menjalankan janji Nawacita.
Hal ini pun sontak membuat kegaduhan dikalangan mahasiswa UPI, seperti yang disampaikan oleh akun Line atas nama Ka’buddin Al-Gresiki yang menyampaikan kekecawaan terhadap Presiden BEM Rema UPI yang diposting pada hari Jum’at (3/8/2018). Postingan ini pun terpantau sampai hari Minggu (12/8/2018) telah disukai sebanyak 1.362 suka, 513 komentar dan 650 bagikan.
“Saya mahasiswa UPI. Walaupun keberadaan saya hanyalah seperti debu diantara bongkahan batu, tapi saya sangat malu atas ketidaknetralan Presiden BEM Rema UPI atas pandangannya terhadap kinerja pemerintah.” Dikutip dari postingan akun tersebut.
Diketahui oleh jurnalis isolapos.com akun tersebut dimiliki oleh Ahmad Su’udi Ka’buddin mahasiswa program studi Pendidikan Geografi angkatan 2015, kami pun menghubungi beliau dalam sela-sela kegiatan KKN untuk mengonfirmasi pesan apa yang ingin disampaikan dalam postingan tersebut.
Berikut petikan wawancara Ahmad Su’di Ka’buddin dengan isolapos.com.
Apa yang membuat Anda malu atas tindakan yang dilakukan oleh Presiden BEM Rema UPI?
Saya malu dengan bahasa yang digunakan dalam piagam tersebut. Kata “gagal” berarti sepenuhnya tidak berhasil dalam menjalankan suatu visi. Tapi yang saya lihat ada beberapa hal yang sudah nampak berhasil, seperti pembangunan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan adanya (program) BBM satu harga ke daerah terdepan NKRI.
Apakah menurut Anda Presiden BEM Rema UPI tidak netral?
Tidak netral yang dimaksud adalah keberpihakan kepada oposisi ataupun koalisi (pemerintah). Keberpihakan pada rakyat adalah bentuk kenetralan, karena yang bermain diatas adalah para elit politik. Nah, Presiden BEM Rema UPI yang saya lihat, dia tidak memberikan apresiasi terhadap beberapa keberhasilan pemerintah, seakan-akan dirinya sependapat dengan oposisi. Jika netral, dia akan mengapresiasi yang berhasil dan mengevaluasi yang belum berhasil.
Apakah Anda melihat hubungan antara Presiden BEM Rema UPI dengan koalisi pemerintah?
Secara langsung tidak, tapi jika dilihat dari latar belakang organisasi seperti ada.
Bagaimana menurut Anda jika terjadi hubungan tersebut?
Dampaknya ada ketidak netralan dalam pandangan politiknya. Ada kecenderungan memihak pihak oposisi ataupun koalisi. Jadi dalam mengutarakan kritik akan berbeda baik secara sikap ataupun bahasa.
Bagaimana pendapat Anda tentang makna fungsi mahasiswa sebagai kontrol sosial pemerintah?
Mahasiswa punya peran yang sangat penting sebagai kontrol sosial pemerintah. Mahasiswa “fardhu kifayah” hukumnya untuk mengoreksi kinerja pemerintah. Tentu dengan menganalisis isu-isu yang mencuat di dalam masyarakat. Mahasiswa adalah juru bicara rakyat dalam mengutarakan pendapat. Tetapi, tidak boleh mahasiswa mengkritik atau mendemo pemerintah karena unsur kebencian, atau memuji karena unsur kecintaan. Jangan fanatiklah istilahnya, tetapi dalam koridor yang netral.
Bagaimana pendapat Anda tentang politik dikalangan mahasiswa?
Dalam kehidupan mahasiswa mereka akan mengenal namanya politik. Tapi alangkah baiknya jika politik yang dijalankan oleh mahasiswa adalah politik kebangsaan, politik kemanusiaan. Mereka harus membela seluruh rakyat Indonesia tanpa membeda-bedakan golongan. Juga mahasiswa jangan sampai selalu menuruti partai politik yang bermain di Indonesia. Berpolitiklah secara mandiri.
Apa pesan yang ingin Anda sampaikan dari postingan tersebut?
Pesan saya, berhati-hatilah dalam menyampaikan kritik. Juga hati-hati dalam pencatutan logo dll. (karena saya melihat netizen banyak yang tidak setuju). Dan juga, jika Anda berani mengkritik, Anda harus berani dikritik. Jika Anda senang menghina, Anda harus senang untuk dihina.