Kuliah Di Kampus yang Namanya Tak Ada Di Google
Oleh: Razib Ikbal Alfaris
Judul : Kami (Bukan) Sarjana Kertas
Penulis : J.S. Khairen
Penerbit : Bukune
Tahun terbit : 2019
Tebal buku : 372 halaman
Bagi sebagian orang, berkuliah adalah salah satu jalan untuk mendapat jaminan kesuksesan selain dari modal orang dalam. Apalagi bagi mereka yang berkuliah di perguruan tinggi top 10 dunia. Tesla saja malu untuk tidak menerima lamaran kerja mereka ketika lulus kuliah. Atau paling tidak kampus top 10 Indonesia. Paling tidak setelah lulus akan diterima di perusahaan besar dengan gaji dua digit. Memang bagi sebagian orang, berkuliah adalah jalan hakiki menuju kesuksesan abadi.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Ogi dan kawan-kawannya yang berkuliah di kampus Universitas Daulat Eka Laksana atau biasa disingkat UDEL. Tidak pernah dengar nama universitas itu? Tentu saja. Google saja yang banyak tahu akan kebingungan kalau ditanya apa itu kampus UDEL. Bukan hanya prestasinya yang melempem, tetapi juga reputasinya sangat buruk.
Mahasiswa di sana punya alasan beragam kenapa berkuliah di kampus UDEL. Tapi, rata-rata tentu saja karena tidak diterima di universitas negeri ataupun swasta ternama. Daripada tidak kuliah sama sekali mending kuliah di kampus antah berantah. Berbeda dengan Ogi yang kuliah hanya ikut-ikutan. Sebetulnya dia malas, tetapi Ranjau, sahabatnya selalu memaksa Ogi untuk lanjut kuliah biar sukses katanya. Tapi mau sukses bagaimana kalau kampusnya saja gagal muncul di mesin pencarian Google.
Novel ini mengisahkan perjuangan Ogi, Ranjau, Gala, Arko, Juwisa, Sania, dan Catherine menempuh perjalanan sebagai mahasiswa UDEL. Banyak rintangan yang harus dihadapi, termasuk bagi Ogi yang harus drop out dari kampusnya. Sahabat Ogi yang lain juga harus merasakan beratnya hidup sebagai mahasiswa UDEL. Contohnya menghadapi pelecehan oleh dosen mesum yang hobi makan gaji buta. Selain itu, mereka harus berjuang mengejar impian dan idealisme di tengah tuntutan keluarga serta berjuang agar tidak menjadi sarjana kertas. Sarjana yang kewalahan menghadapi dunia nyata yang berbeda jauh dari dunia perkuliahan.
Buku pertama dari seri “Kami (Bukan)” karya JS. Khairen ini menjadi best seller di awal terbitnya, bahkan hingga sekarang setelah tiga tahun buku itu terbit masih dicetak ulang. Buku yang ditulis berdasarkan riset mendalam ini patut diacungi jempol. Pasalnya, banyak adegan di dalamnya yang begitu sesuai dengan kehidupan nyata. Namun, bukan hanya menyindir fakta di lapangan, tetapi Uda Jombang (sapaan akrab untuk J.S. Khairen) juga bisa memberi pandangan terkait kondisi ideal dari kondisi yang terjadi di lapangan lewat babak demi babaknya.
Di dalam novel ini terdapat banyak kutipan inspiratif yang begitu ngena bagi kawula muda yang sedang dalam perjuangan dalam proses pencarian jati diri. Kutipan dalam buku ini begitu menyadarkan pembaca banyak hal terkait kehidupan. Salah satunya adalah seperti berikut.
“Jadilah anjing yang setia, anjing yang selalu menyalak untuk impian kalian! Untuk impian teman-teman kalian! Membantu orang menghidupkan mimpinya, akan membantu kita sendiri pula kelak. Seperti anjing, ada saat untuk menyalak, ada untuk saat jinak. Ingat! Setia pada impian!”
Uda Jombang mampu mengemas novel ini menjadi tidak membosankan sehingga pembaca bersedia mendengar wejangan di dalamnya. Ceritanya mengandung beberapa plot twist dan adegan-adegan yang tidak monoton sehingga membuat pembaca penasaran untuk terus membaca bagian selanjutnya. Selain itu, gaya penceritaan Uda Jombang terkesan ringan dan mengalir sehingga tidak membuat pembaca harus berpikir keras untuk memahami setiap paragrafnya.
Di tengah ramainya arus pasar novel romansa dan fiksi remaja di Indonesia, Uda Jombang menghadirkan novel slice of life yang dekat dengan kehidupan anak muda Indonesia terutama dalam hal pencarian jati diri. Uda Jombang mengajarkan bahwa sastra bisa disampaikan dengan bahasa dan alur sederhana yang disisipi komedi ringan. Novel ini membuka mata pembaca bahwa banyak mahasiswa tak mau mengembangkan potensi diri dan hanya berfokus pada pembelajaran di kelas. Makanya wajar jika banyak fresh graduate kaget ketika ijazahnya tak berguna tanpa didukung dengan skill yang mumpuni. Uda Jombang mengajak lewat karyanya, terutama mahasiswa, untuk mengembangkan potensi diri di luar kelas. Sebab yang lebih penting dipelajari bukanlah rumus-rumus yang tiga detik kemudian akan dilupakan, tetapi bagaimana bertahan hidup di dunia luar ketika lulus.