Mahasiswa Difabel Keluhkan Fasilitas Disabilitas di Kampus

508

Oleh: Amelia Wulandari dan Chika Jasmine

Bumi Siliwangi, Isolapos.comPada Jumat (29/09), Himpunan Mahasiswa Pendidikan Khusus (Hima PKh) bekerja sama dengan Gender Research Student Center (GREAT) UPI mengadakan diskusi bertajuk “Desas Desus ‘Sudahkah UPI Menjadi Pendengar yang Baik? Kawan Tuli Berbicara”.

Dalam diskusi tersebut, Siti salah satu teman tuli dari program Studi Pendidikan Tata Boga yang didampingi seorang Juru Bahasa Isyarat (JBI) membagikan keresahannya. Ia merasa kesulitan di kelas karena tidak adanya pemberitahuan dalam bentuk teks ataupun juru bahasa isyarat. 

“Contoh, nih, misalnya, dosen bilang ‘Siti suruh bikin bolu’, itu tuh bolu apa gitu, bolu gulung atau bolu apa, gitu. Nah, dosennya tuh bilang, sebetulnya, tapi Siti gak ngerti karena gak ada akses. Menurut Siti, itu tuh bukan salah Siti karena Siti tuh gak paham aja apa yang dosennya bilang karena kekurangan akses tadi. Nah, itu sebabnya, oleh karena itu, Siti tuh butuh banget sebenarnya juru bahasa isyarat,” cerita Siti melalui JBI.

Selain Siti, Refina, teman tuli dari program studi Pendidikan Desain dan Seni Rupa mengatakan UPI belum ramah disabilitas karena dirasa fasilitas yang disediakan UPI bagi teman-teman tuli masih belum memberikan akses di lingkungannya.

 “Karena setiap fakultas itu belum kasih akses dan semua lingkungan UPI juga belum ada akses gitu. Teman-teman tuli sampai sekarang masih berusaha sendiri. Masih berusaha mandiri untuk mengikuti perkuliahan. Nah, teman-teman tuli tuh harus sabar, terpaksa harus sabar. Harus maklum keadaan UPI sekarang.” kata Adam, JBI pendamping Refina.

Hal yang sama dirasakan Shela, mahasiswa penyandang tunanetra dari program studi Pendidikan Khusus angkatan 2022. Shela mengatakan bahwa seharusnya ketika UPI akan menerima mahasiswa disabilitas, haruslah diikuti dengan fasilitas dan aksesibilitas yang memadai, baik fisik maupun nonfisik. 

“Di sini itu masih kurang, ya. Untuk anak-anak netra juga, untuk anak-anak tuli juga, masih kurang banget. Apalagi untuk daksa, gitu. Teteh mungkin bisa melihat sendiri lokasi di sini seperti apa gitu, ya,” ujarnya.

Ketua Hima PKh, Galih, memberikan tanggapannya tentang fasilitas untuk mahasiswa disabilitas di UPI. Menurutnya, perlu adanya Unit Layanan Disabilitas di kampus.

“Karena dengan adanya ULD itu,  misalkan, ada teman-teman disabilitas kita seperti yang kemarin di Moka-Ku,  ada yang tunadaksa,  ada yang butuh kursi roda,  ataupun ada yang tunanetra,  yang membutuhkan pendampingan awas,  sudah ada unitnya tersendiri yang bisa fokus untuk membantu mereka,” kata Galih saat ditemui Tim Isolapos setelah diskusi.

Harapan-harapan pun diucapkan dari berbagai kalangan. Salah satunya dari ketua pelaksana kegiatan ‘Desas – Desus’ kali ini, yaitu Mei Yulani Nobitasari.

“Harapannya ada lebih banyak pihak yang tergerak untuk lebih peduli lagi terhadap isu-isu disabilitas dan khususnya ada kesadaran lebih banyak pada diri UPI itu sendiri,” tutur Mei.

Tidak jauh berbeda dengan yang diharapkan oleh Mei, Shela ingin agar kita bisa melihat apa saja yang menjadi kekurangan kampus dan  bisa memperjuangkan hak-hak disabilitas UPI.

“Harapannya mungkin dari setelah berakhir, bukan berakhir, sih, setelah selesainya hari ini. Ya, untuk acara ini, mungkin kita bisa melihat apa saja yang menjadi kekurangan di kampus ini dan nanti mungkin bisa lebih diperjuangkan lagi supaya nanti bisa lebih ramah disabilitas,” ungkap Shela.

Harapan lain pun diberikan Refina. Dia berharap agar diskusi seperti ini bisa berlanjut di kemudian hari. 

“Refina berharap acara tadi bisa melanjutkan ke diskusi bersama untuk dilanjutkan. Saya dan mahasiswi tuli lainnya tunggu untuk diskusi bersama selanjutnya dan juga komunitas-komunitas lainnya seperti GREAT dan PKh atau mungkin mahasiswa-mahasiswa tuli lainnya bisa lanjut diskusi bersama seperti itu,” ungkap Refina melalui JBI.

Isolapos mencoba menelusuri Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) UPI 2023. Dalam RKA tersebut, tertulis bahwa salah satu kelemahan UPI adalah sarana dan prasana bagi kalangan difabel.

“Masih banyak sarana dan prasarana yang belum ramah lingkungan dan belum sepenuhnya dapat diakses oleh kaum difabel,” sebagaimana yang tertulis di RKA 2023 tersebut.[]

Redaktur: Nabil Haqqillah 

Comments

comments