Polemik Status Jabatan Ketua DPM Rema UPI

379

Oleh: Fria Sherly & Fidya Wiedya

Bumi Siliwangi, Isolapos.comKeputusan Sidang Pleno II yang diadakan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Republik Mahasiswa (Rema) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang dilaksanakan pada Selasa (24/10) dianggap tidak taat konstitusi. Pasalnya, sidang tersebut memutuskan dan menetapkan salah satunya bahwa Ketua DPM Rema UPI tetap melanjutkan jabatannya meski sudah dinyatakan lulus sebagai mahasiswa S1 UPI.

Keputusan ini termuat Surat Ketetapan Sidang Pleno No:06/A-SKp/DPM.REMA.UPI.UN40/X/2023 yang dikeluarkan resmi oleh DPM Rema UPI.

Rahmat Fajar Santoso merupakan Ketua DPM periode 2023 yang telah dipilih pada SU menggantikan Rendi Rizki Sutisna yang telah dimakzulkan oleh Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Rema pada (24/06) lalu. 

Diketahui Fajar telah lulus dari studinya dan melaksanakan wisuda pada bulan Oktober lalu. Dilansir dari laman PDDIKTI, Fajar telah berstatus lulus, sementara pada website ijazah.kemdikbud.go.id, Fajar dinyatakan lulus pada (02/08).

Hal ini menjadi permasalahan sebab Fajar yang sudah berstatus mahasiswa pascasarjana dalam keputusan DPM Rema tersebut masih melanjutkan jabatannya sebagai Ketua DPM Rema yang merupakan organisasi mahasiswa di tingkat Sarjana. Keputusan tersebut menuai beragam komentar dari warga UPI seperti yang dapat dilihat pada kolom komentar postingan press release DPM Rema. 

Salah satu komentar dilayangkan dari akun @shofaaprilia yang berkomentar, “dpm rema bangga yg mimpin mahasiswa unggulan fastrack S2, semanagat tum!!  @fajarsanttoso.” 

loh loh loh, wehh tumben DPM Rema UPI rame lagi wkwkwk. Kasihan tuh orang mau berbakti ke Rema UPI malah dilarang, emang kalau seambisius menjadi ketua DPM kenapa? toh gaad duitnya wkwkwk dapet persenan IUK nya aja paling kecil se-Rema. Dapat privilaege? apalagi ini!!” tulis akun @rizaalmyusuf

Selain itu, ada pula yang mengatakan putusan ini inkonstitusional. “Inskonstitusioanl, berhasrat sekali pimpinan.” dari akun @_yanyantaryana

Namun hingga berita ini dimuat, belum ada penjelasan resmi dari pihak DPM Rema terkait alasan masih menjabatnya Fajar sebagai Ketua DPM Rema meski sudah dinyatakan lulus dan sedang menempuh pendidikan pascasarjana.

Melihat ramainya komentar warga di akun Instagram DPM Rema, dapat diketahui bahwa beberapa pihak tidak setuju dengan putusan DPM Rema tersebut. Salah satunya adalah Presiden Mahasiswa UPI Kampus Tasikmalaya, Fakhrizal.

Fakhrizal mengatakan bahwa permasalahan ini merupakan sebuah tragedi yang tidak etis. 

“Kalau misalkan kita berpandangan politik ada yang namanya politik etis. Di mana rekan-rekan mungkin sengaja mempertahankan Rema ini di luar konstitusi. Banyak sekali mungkin kalau misalkan kita pandang jabatan-jabatan yang merelakan ataupun mengenyampingkan pendidikannya demi memenuhi amanat yang telah diberikan. Gitu mungkin dari pandangan sisi politik etisnya seperti itu,” ungkap Fakhrizal saat diwawancarai secara daring oleh tim isolapos.com pada Jumat (03/11). 

Langkah yang dapat diambil oleh DPM dalam menyikapi hal ini, menurut Fakhrizal DPM harus membuka ruang komunikasi di luar press release kemarin karena banyak mahasiswa UPI yang tidak setuju dengan putusan tersebut. 

“Saya kira ketika ketidaksetujuan ini, mungkin ada ketidaktahuan juga dari masyarakat UPI, apa yang menjadi alasan utama di luar press release itu, sehingga Tum Fajar ini bisa tetap melanjutkan. Dan saya kira, solusinya adalah berkomunikasi lebih dulu, membuka ruang komunikasi dari DPM.”

Ary Nufus, Ketua Umum KM FPTK UPI juga mengatakan bahwa Fajar telah melanggar dua perjanjian, yaitu permasalahan wisuda yang tidak sesuai dengan kesepakatan ketika Sidang Umum (SU) dan melanggar konstitusi. 

Ary menegaskan bahwa ketika SU, Fajar sudah berjanji akan mengikuti wisuda di bulan Februari 2024 mendatang. Namun, kini nyatanya Fajar telah wisuda Oktober lalu.

“Ternyata Fajar juga melanggar perjanjian yang pertama yaitu wisudanya di bulan kemarin Oktober,” ungkap Ary saat diwawancarai oleh Tim Isolapos.com pada Minggu (05/11). 

Selain itu, menurut Ary keputusan DPM membiarkan Fajar melanjutkan jabatannya  juga melanggar konstitusi. “Ada organisasi tersendiri untuk pascasarjana. Makanya dari dulu pun yang memangku jabatan di UPI itu mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), sampai dengan ke DPM-nya sekalipun masih sarjana bukan pascasarjana ataupun magister.” 

Peraturan yang dimaksud adalah pasal 6 ayat (4) Peraturan Rektor UPI tentang Ormawa. Ayat tersebut berbunyi “Di Sekolah Pascasarjana dibentuk ormawa dengan persetujuan dari Direktur Sekolah Pascasarjana” ucap Ary.

Ary menegaskan satu langkah yang bisa dilakukannya menanggapi peristiwa ini yaitu dengan mengadakan kajian bersama untuk kemudian diadakan konsolidasi. “Rencananya memang ingin berkumpul nah dari situ pas berkumpul itu kita ajukan ke BEM Rema dan BEM Rema mengadakan konsolidasi ini,” pungkas Ary.

Sejalan dengan Ary, Fakhrizal pun menyatakan hal serupa terkait langkah yang diambil dalam menanggapi peristiwa ini. Menurutnya langkah pertama yang perlu diambil adalah berkomunikasi dengan pihak DPM melalui audiensi. Namun, jika langkah itu tidak membuahkan hasil, maka tidak menutup kemungkinan akan ada aksi yang dilakukan oleh mahasiswa.

“Ketika memang audiensi tidak berjalan, pasti bakal ada aksi-aksi mahasiswa, ataupun pergerakan yang memang, ini bukan untuk mengoposisikan DPM, tapi ini untuk membenahi bagaimana tatanan Rema ini,” pungkas Fakhrizal.

Merespons hal ini, tim Isolapos.com mencoba menghubungi Fajar untuk diwawancarai, tetapi yang bersangkutan enggan untuk diwawancarai. Kemudian tim Isolapos juga mencoba menghubungi Adzkia Amatullah selaku presidium I dalam sidang pleno tersebut, namun hingga berita ini ditulis, Adzkia tidak menjawab. []

Redaktur: Wulan Nur Khofifah

Comments

comments