Pentingkah Identitas Kampus atau Hanya sekedar Branding Semata?

157

Oleh: Mohamad Adzanu Satria Putra*

Gardiner W, dalam buku Frames of Mind menuliskan definisi dari identitas sebagai pendefinisian diri seseorang sebagai individu yang berbeda dalam perilaku, keyakinan dan sikap. Sementara menurut Stella Ting Toomey, identitas merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi. Identitas pada dasarnya merujuk pada refleksi dari diri kita sendiri dan persepsi orang lain terhadap diri kita. Masuk ke definisi mengenai kampus itu sendiri, kampus memiliki definisi dari bahasa latin campus yang berarti “lapangan luas”. Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan tinggi. Bisa pula berarti sebuah cabang daripada universitas sendiri.

Sudah bisa kita lihat dari segi definisi keduanya bahwa identitas ini secara tidak langsung bisa menjadi diferensia atau pembeda dari satu kampus dengan kampus lainya secara fokus keilmuannya. Fungsinya sangatlah dasar, hanya untuk menjadi pembeda agar tidak tertukar antara suatu kampus dengan kampus lainnya. 

Melihat kondisi hari ini, yang terlihat bahwasanya identitas kampus ternyata tidak hanya dimanfaatkan sebagai pembeda oleh beberapa lingkup besar masyarakat hari ini. Namun, terkadang masyarakat menggunakannya untuk pembeda yang lain, baik dari segi kualitas kampus satu dengan yang lainnya atau pembeda yang membuat hari ini identitas kampus boleh jadi digunakan untuk ajang perbandingan mana yang paling terbaik diantara satu kampus dengan kampus lainnya. 

Hal ini berhubungan dengan kampus yang sekarang melekat dengan branding yang diberikan oleh masyarakat kepada institusi kampus-kampus hari ini. Branding jika menurut definisi ialah aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan serta memperkuat merek atau brand sehingga mampu memberikan perspektif ke orang lain. Ada juga branding ini kerap kali dikaitkan dengan praktik pemasaran dari perusahaan dengan cara menciptakan nama, desain, maupun simbol. 

Kampus yang hari ini hadir tentunya memiliki identitas. Seharusnya hal itu cukup untuk mengakomodir kebutuhan akademik yang sesuai dengan ke-identitasan serta keilmuannya. Akan tetapi, yang terjadi pada hari ini, kampus justru saling bersaing dalam meningkatkan branding yang mana cenderung tidak meningkatkan esensi dari keilmuan mereka itu sendiri.

Branding kampus justru condong ke arah komersialisasi yang dimana mereka ingin meningkatkan jumlah mahasiswa yang mendaftar dan membuat sebuah bisnis mandiri kampus. Ini erat kaitan nya dengan komersialisasi pendidikan yang dimana pendidikan dihadirkan bukan untuk memenuhi kebutuhan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi untuk menambah pundi-pundi keuangan kas kampus yang akhirnya menjadikan kampus sebagai ladang bisnis oleh sebagian oknum. 

Akhirnya, pendidikan di dalam kampus banyak melahirkan misorientasi, salah satunya adalah bagaimana hari ini calon peserta didik yang mau masuk ke lingkungan kampus justru gagap dan gugup terhadap keilmuannya dan hanya mementingkan untuk bisa masuk kampus yang punya branding bagus. Fenomena ini melahirkan banyak anomali baru dimana adanya mahasiswa yang tidak menyukai keilmuannya karena orientasi awal sudah salah. Ekspetasi yang diimpiankannya berbenturan dengan apa yang ia pikirkan dan membuatnya mengundurkan diri sebagai mahasiswa. 

Adapun anomali selanjutnya, mahasiswa yang menjalankan kuliahnya dengan landasan asal lulus dan tidak mempunyai semangat meningkatkan keilmuan atau intelektual. Mahasiswa dengan tipe seperti ini hanya menginginkan identitas mereka sebagai lulusan kampus tersebut yang dibalut dengan gelar yang seolah kehormatan. Ini merupakan hal yang fatal. Kampus yang ter-branding sebagai kampus yang seolah tajam di keilmuan pada akhirnya hanya menciptakan sarjana tumpul karena terdampak dari identitas asli kampus yang dijadikan sebagai lembaga yang dikomersialisasi semata.

Kampus harusnya berperan sebagai tempat peningkatan ilmu yang bisa menyalurkan hasil dari lulusan mereka untuk memajukan bangsa. Contoh kecilnya adalah negara seperti Jerman yang sangat melihat relevansi keilmuan yang mereka sediakan di kampus dan setiap tahunnya disesuaikan dengan ketermajuan zaman. Hal ini efektif untuk meningkatkan kualitas produk akhir dari kampus itu sendiri baik dari segi lulusan individu maupun penelitian yang dihasilkan. Bukan hanya sekedar penelitian senter timpa senter, tetapi menciptakan sesuatu yang orisinil dan menjadikan penciptaan itu sebagai nilai kekayaan intelektual yang bisa di patenkan dan berguna bagi kemajuan negerinya. 

Kampus dengan embel-embel peminat banyak dan melahirkan sarjana banyak hanya akan menjadi pencapaian kosong. Sebagaimana kampus yang seolah mempunyai identitas keilmuan, tetapi faktanya mahasiswa gagap dan gugup dengan keilmuannya yang menyebabkan kampus hanya menjadi tempat belajar dan dapat gelar lalu usai. 

Harus ada revitalisasi dan reinternalisasi keilmuan kampus untuk menciptakan lulusan yang pas dan memiliki keilmuan yang sepadan dengan identitasnya. Sudah seharusnya kampus pendidikan dapat menjawab masalah pendidikan di negeri ini dengan serius, pun kampus teknologi yang dapat menjawab permasalahan teknologi dan meningkatkan kualitas itu, karena kampus sepatutnya memiliki kesamaan ide dengan realita yang hadir. Mari jadikan dan gunakan identitas kampus ini sebagai semangat meningkatkan itu semua dengan spirit memajukan ilmu pengetahuan dan bangsa.

Hidup mahasiswa!

Hidup rakyat Indonesia!

Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis yang bersangkutan

*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Masyarakat Angkatan 2021 FIP UPI

Comments

comments