Dari Bandung untuk Palestina : Mulailah Gerakan Solidaritas di Ruang Publik!

102

Oleh : Fidya Wiedya

Bandung, Isolapos.com-Kamis (09/05) Sore, beberapa orang yang tergabung dalam Aksi Kamisan Bandung berkumpul di Taman Cikapayang, Dago. Mereka mengadakan aksi bertajuk All Eyes On Raffah sebagai bentuk solidaritas kepada korban genosida di Palestina yang dilakukan oleh Israel. 

Fay, salah satu pegiat Aksi Kamisan Bandung mengatakan bahwa aksi ini merupakan sebuah campaign ke masyarakat untuk menyuarakan berbagai hal, termasuk isu Palestina. “Hari ini kita menyuarakan tentang (isu genosida di-Red) palestina dengan judul All Eyes On Raffah, dimana ya tadi sesuai dengan kondisi yang terjadi di Raffah hari ini, banyak sekali terjadi kasus pembunuhan anak-anak, orang tua, disabilitas,” ucap Fay.

Aksi kali ini didasarkan pada kondisi di Palestina, dimana warga sipil harus mengalami ancaman di bawah peperangan yang berlangsung hingga hari ini. Fay menceritakan bahwa banyak kasus pembunuhan yang menimpa masyarakat daerah Raffah.

“…ya kita merangkumnya dalam satu kata yaitu genosida, dimana genosida merupakan pembantaian secara masal terhadap komunitas masyarakat tertentu” lanjutnya.

Aksi kamisan memang awalnya hanya membahas agenda nasional seperti kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di Indonesia. Akan tetapi, Fay memaknai aksi kamisan sebagai gerakan untuk menyuarakan isu HAM dari berbagai negara.

“Kita mencoba memaknai aksi kamisan ini sebagai sebuah gerakan atau metode kampanye untuk menyebarluaskan isu terkait hak asasi manusia yang kita miliki sebagai masyarakat dunia, karena jika membahas soal HAM itu akan berkaitan dengan siapapun individu yang lahir di dunia ini telah memiliki HAM. Dimana di Palestina yang mana HAM yang sangat menjunjung tinggi hak hidup saat ini terancam oleh Zionis Israel..” ucap Fay. 

Fay berharap agar semakin banyak orang untuk ikut berpartisipasi dan bersolidaritas untuk melakukan aksi-aksi di tempatnya masing-masing, termasuk di kampus-kampus. “Kami sangat mengharapkan temen-temen di luar ikut perpartisipasi bersolidaritas melakukan aksi-aksi baik itu pendudukan di kampusnya masing-masing, di sekolahnya masing-masing untuk bagaimana menyebarluaskan apa yang terjadi di Palestina..” tutup Fay. 

Agenda kali ini menjadi ajang kolaborasi Aksi Kamisan Bandung dengan berbagai komunitas lain yang memiliki kesadaran yang sama terhadap isu Palestina. Salah satu yang coba digaet adalah komunitas pekerja seni. Wanggi Hoed, pegiat seni pantomim turut berorasi pada aksi kamisan ini.

“. .ini adalah genosida yang terjadi bisa di baik-baikan lagi, ini adalah genosida yang kita harus bersama sama berisik, terus perkuat di segala lini dan titik, saya juga mewakili kawan-kawan dari Solidaritas Seni untuk Palestina yang fokus pada isu-isu atau yang terjadi pada situasi di Palestina,” ujar Wanggi dalam orasinya.

Membajak Ruang Publik sebagai Bentuk Solidaritas

“… jika memang memungkinkan (kita-Red) akan mencoba menginap sampai besok pagi sebagai bentuk solidaritas pada kawan-kawan yang sudah melakukan pendudukan di ruang-ruang publik sebagai bentuk solidaritas dan penyadaran masyarakat yang lebih luas sebagai isu Palestina,” jelas Fay mengenai rencana kegiatan menginap dan mendirikan tenda di area aksi, yaitu Taman Cikapayang. Pendirian tenda tersebut terinspirasi dari mahasiswa yang banyak melakukan pendudukan di kampus-kampus luar negeri.

Kegiatan menginap dan mendirikan tenda di wilayah kampus dirasa Fay dapat memantik rasa solidaritas mahasiswa kampus-kampus lain untuk melakukan hal yang serupa. Baginya kegiatan tersebut merupakan bentuk rasa solidaritas dan empati dalam melakukan mengaktivasi ruang-ruang publik yang hari ini ia rasakan tidak memiliki fungsi dari warga untuk warga.

Selaras dengan Fay, Wanggi juga menilai bahwa masyarakat perlu giat mengaktivasi ruang-ruang publik dengan berbagai cara. Aksi kamisan kali ini menjadi upaya bahwa kita harus berisik, kita harus terus menyerukan, kita harus terus membajak ruang-ruang publik dimanapun temen-temen berada, dimanapun temen-temen menginjakkan kaki, baik di pasar di forum-forum diskusi bahkan ruang-ruang media” jelas Wanggi.

Wanggi lalu memberikan contoh, di jalan Asia-Afrika terdapat sebuah monumen solidaritas KAA yang ditandantangani 2018 dan hanya sekedar “taman” belaka. Ruang publik seperti monumen tersebut baginya harus dimanfaatkan dan digunakan semaksimal mungkin.

“… jika kita bisa membajak dan mengklaim ruangan tersebut sebagai ruang publik, itu sangat sah karena monumen tersebut menjadi ingatan sejarah (bahwa-Red)Indonesia membuat monumen tersebut untuk apa, buat apa bikin taman-taman, buat apa bikin monumen, (apabila-Red) setelahnya (hanya sebatas-Red) selebrasi” tutupnya.[]

Redaktur: Harven Kawatu

Comments

comments