Mengingat Marsinah dan Perjuangan Buruh yang Tak Akan Padam

99

Oleh: Naufal Taqie*

*Reporter Magang Isolapos.com

Bandung, Isolapos.com,Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Bandung Raya memperingati 31 tahun kepergian Marsinah. Agenda menolak lupa dan malam renungan ini dilaksanakan di depan Gedung Sate Bandung, pada Rabu (08/05) pukul 18.00 WIB. Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat.

Kegiatan diisi dengan pembacaan doa untuk Marsinah hingga penampilan orasi yang dilakukan oleh Suprayatno selaku ketua Federasi Persatuan Perjuangan Buruh (FPPB) Bandung Raya. Selain itu, ada juga penampilan puisi serta monolog oleh mahasiswa yang turut menghadiri acara. 

Siti Eni, Koordinator Departemen Perjuangan Buruh Perempuan Konfederasi KASBI memberikan tanggapannya terkait kegiatan peringatan kematian Marsinah ini. Ia mengatakan momen ini penting sebagai upaya menolak lupa akan tragedi pelanggaran HAM yang pernah terjadi di Indonesia. 

Baginya, Marsinah ialah sosok perempuan yang sangat berani menyuarakan hak hak buruh untuk mendapatkan upah yang layak. Hal tersebut bagi Siti, harus selalu disuarakan, disosialisasikan, dan digelorakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Tujuannya agar masyarakat mempunyai satu hal referensi paham sejarah bagaimana Marsinah berjuang memperjuangkan hak buruh yang terampas.

“Hari ini, kembali lagi, kenapa kita selalu menggelorakan. Selain kita ingin mendapatkan keadilan untuk Marsinah, Widji Tukul, Munir, atau korban dari pelanggaran HAM lainnya. Kita akan selalu mengingatkan atau mengupayakan agar pemerintah ini tidak menutup mata dalam kasus-kasus pelanggaran HAM,” tegas Siti.

Kondisi Buruh Hari Ini

Setelah lima tahun kematian Marsinah terjadi peristiwa reformasi yang ditandai dengan tumbangnya rezim orde baru. Meskipun begitu, setelah peristiwa tersebut, Siti melihat tidak banyak hal atau kemenangan-kemenangan yang bisa didapatkan oleh rakyat. Justru, dirinya merasa bahwa semakin berjalannya waktu, rezim baru yang dinilainya juga oligarki semakin memangkas kesejahteraan hidup rakyat.

“Mereka (rezim-Red) membuat satu regulasi titipan dari pengusaha, artinya mereka (rezim-Red) berkolaborasi antara si pemilik modal dan pemilik kekuasaan. Hal itu judulnya adalah untuk mengeksploitasi dan memiskinkan rakyat nya sendiri,” kata siti.

Regulasi “titipan” yang ia maksud, salah satu contohnya adalah Undang-undang (UU) Cipta Kerja. Siti menjelaskan UU tersebut bukan menciptakan satu lapangan kerja, tetapi mempermudah peralihan status tenaga kerja yang tetap menjadi tenaga kerja outsourcing di berbagai tingkat perusahaan. “…mereka mengalami kerja outsourcing, yang mana itu sama saja dengan perbudakan manusia diatas manusia yang hari ini terus dirasakan oleh mereka hingga sekarang,” ucap Siti.

Siti juga mengungkapkan bahwa adanya yayasan atau perusahaan yang menjual tenaga kerja murah sehingga yayasan atau perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan lebih melalui tenaga kerja dengan status outsourcing. Hal tersebut yang membuat Siti melihat pemerintah gagal dalam melindungi hak warga negaranya.

“..artinya kekayaan itu hanya dimiliki oleh orang-orang pemilik modal atau pemilik kekuasaan. Pemerintah tidak lagi amanah menjalankan amanat dari Undang-Undang Dasar 1945 yang meyampaikan bahwa setiap warga negara wajib hidup sejahtera dan mendapatkan perlindungan hak asasi manusia serta mendapatkan hidup yang layak,” terangnya.

Harapan yang selalu Siti tekankan adalah setiap elemen masyarakat, baik itu mahasiswa, miskin kota, masyarakat adat, petani, dan buruh untuk terus berkonsolidasi dan berkomunikasi agar dapat bersatu menjadi satu kekuatan yang sama. Harapan itu juga menjadi bentuk kritik Siti atas gerakan atau serikat yang condong berpikir pragmatis sehingga memberikan kesan lebih mementingkan elit serikat diatasnya dan mengabaikan anggota dibawahnya. 

“…perjuangan yang sungguh-sungguh itu, dari atas sampai kebawah harus sama dan memposisikan manusia itu harus sama, …semua manusia yang dilahirkan, di mata Tuhan sama derajatnya, tidak ada si miskin dan si kaya. Lalu, jika kemudian ada yang memang merasa tinggi derajatnya itu merupakan duniawi atau keinginan manusia belaka,” tutup Siti.[]

Redaktur: Harven Kawatu

Comments

comments