Mahasiswa Papua di Bandung Gelar Aksi Peringatan Biak Berdarah dan Solidaritas Kepada Palestina
Oleh: Nabil Haqqillah
Bandung, Isolapos.com,-Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) bersama dengan beberapa massa solidaritas melakukan aksi di depan Gedung Merdeka, pada Sabtu (06/07) sore. Aksi yang bertajuk “Smash Colonialism” ini bertujuan untuk memperingati tragedi Biak Berdarah yang terjadi pada 6 Juli 1998 sekaligus bersolidaritas kepada warga Palestina yang sama-sama mengalami penindasan.
Siska, salah satu mahasiswa yang mengikuti aksi mengatakan bahwa aksi ini dilakukan untuk menolak lupa atas tragedi Biak Berdarah yang terjadi di tahun 1998, di mana terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu pembantaian besar-besaran di Biak.
“Aksi ini dilakukan mungkin untuk menolak lupa tragedi Biak berdarah di tahun 1998. Di mana ada pembantaian besar-besaran di Biak itu sendiri,” ujar Siska.
Melihat adanya juga genosida di Palestina oleh Israel, Siska mengatakan dirinya dan yang lainnya juga menjadikan aksi ini sebagai aksi solidaritas untuk Palestina, karena di Papua juga sama-sama mengalami adanya Operasi Militer.
“Kenapa kita juga bersolidaritas untuk Palestina, karena memang di momentum hari ini di mana operasi militer dilakukan di tanah papua itu memang bagian juga dari penjajahan yang dilakukan oleh Indonesia itu sendiri,” ujarnya.
Mahasiswa yang berasal dari Papua itu bilang bahwa bangsa Palestina dan Papua harus terbebas dari sistem penjajahan yang ada.
“Kolonialisme sendiri dialami juga bukan hanya di Papua tapi karena memang masih dialami oleh Palestina. Makannya kami bersolidaritas juga untuk Palestina, agar bebas dari sistem penjajahan yang sama dilakukan di tanah papua itu sendiri,” ucap Siska.
Menurutnya, penindasan itu masih ada dan kolonialisme masih hidup, baik bagi rakyat Indonesia maupun rakyat Papua. Ia sendiri menyinggung Kota Bandung, di mana Festival Asia Afrika yang digelar untuk memperingati adanya konferensi yang memiliki semangat anti penjajahan itu, malah banyak terjadi penggusuran.
“Karena pada realitanya, rakyat Indonesia maupun rakyat Papua masih mengalami penindasan, pada realitanya kolonialisme itu masih hidup. Pada realitanya juga untuk Bandung sendiri di mana festival itu dilakukan, tapi penggusuran terus terjadi dan rakyat miskin masih banyak,” ucapnya.
Sementara itu Deti, dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Jawa Barat yang mendampingi aksi, mengatakan bahwa mereka akan terus ikut membantu, mendukung, dan mengadvokasi ketika warga Papua menyuarakan apa yang terjadi di tanah Papua.
Deti juga menegaskan bahwa aksi ini merupakan bagian dari hak menyatakan pendapat, bersuara, hingga berekspresi. Maka dari itu baginya, hal tersebut sudah seharusnya dilindungi dan dijamin oleh konstitusi. Selain itu, Deti juga menyinggung alinea pertama pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,”
“Karena kita ketahui juga bahwa hak menyatakan pendapat, bersuara, berekspresi, itu dilindungi oleh konstitusi. Selain itu juga undang-undang amanatkan bahwa penjajahan harus dihapuskan dan kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,” pungkas Deti.
Di akhir, Siska berharap rakyat Papua dan rakyat Indonesia bisa sama-sama sadar dan ikut menyuarakan kebebasan yang seharusnya didapatkan bersama-sama.
“kami harap rakyat papua dan rakyat indonesia sadar bahwa penindasan masih terjadi dan bisa sama-sama di sini maksudnya semua umat manusia yang merasakan penindasan di Indonesia,” pungkas Siska.
Ada sebanyak 14 tuntutan yang dilayangkan oleh peserta aksi kepada pemerintah sekaligus rezim Jokowi, antaranya:
- Melawan lupa 26 tahun tragedi Biak Berdarah di West Papua: Negara stop lakukan kekerasan dan pemenuhan secara sistematis di Papua Barat.
- Tarik militer organik dan non-organik dari West Papua.
- Hentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi terhadap mahasiswa West Papua di Indonesia
- Tutup PT Freeport, BP, LNG Tangguh serta tolak pengembangan Blok Waby dan eksploitasi PTN Antam di Pegunungan Bintang.
- Cabut Omnibus Law, Cabut UU Otsus, dan DOB di Papua.
- Dukung Suku Muyu di Boven dan Moi di Sorong menolak perusahaan ilegal
- Hentikan rasisme dan politik rasial yang dilakukan Pemerintah Republik Indonesia dan TNI-Polri.
- Hentikan operasi militer dan pembangunan pos militer berlebihan di Nduga, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintan, Maybrat, Paniai, Mabrat, dan Seluruh WIlayah West Papua lainnya.
- PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses menentukan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan penyelesaian pelanggaran HAM yang terjadi terhadap bangsa West Papua.
- Mendesak pemerintah RI untuk memberikan akses seluas-luasnya kepada Komisi HAM PBB untuk meninjau situasi HAM di West Papua secara langsung.
- Jaminan kebebasan informasi, berekspresi, berorganisasi, dan berpendapat bagi bangsa West Papua.
- Usut, tangkap, adili, dan penjarakan jenderal-jenderal pelanggar HAM.
- Berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi Bangsa West Papua. []
Redaktur: Harven Kawatu