Mengupas Pementasan Teater Lakon: “Jejak Dosa di Ujung Malam” dalam September Berteater

97

Oleh: Faqih Alhakim

UKM Teater Lakon yang bermarkas di Universitas Pendidikan Indonesia baru saja melakukan pementasan kolaborasi antara teater dan film yang bertajuk “Jejak Dosa di Ujung Malam” di Gd. Amphiteater, UPI. Pementasan ini digelar pada tanggal 3-4 September 2024, dimana dalam satu hari memiliki dua sesi yang berbeda, yaitu sesi I yang digelar pada pukul 13.30 WIB dan sesi II pada pukul 19.30 WIB. Pementasan ini digelar dalam acara September Berteater yang dirancang oleh Teater Lakon itu sendiri. 

Pementasan Jejak Dosa di Ujung Malam yang disutradarai oleh Zaman selaku praktisi yang aktif bergiat di Teater Lakon ini mengangkat isu sekte aliran sesat dan pesugihan. Menurutnya, wacana ini dipilih untuk merespons isu mengenai sekte aliran sesat yang ada di sekitar kampus UPI. Namun, pementasan ini bukan bertujuan untuk men-judge kepercayaan orang-orang tersebut karena kepercayaan adalah murni hak setiap orang. 

Pementasan dibuka dengan aksi lucu tiga bapak-bapak pos ronda dan satu mbak penjaga warung yang menghibur penonton dengan komedi khas bapak-bapak pos ronda yang cukup dekat dengan keseharian masyarakat Indonesia. Namun, sayangnya komedi tersebut kurang dirasakan hingga ke penonton yang duduk di bagian belakang karena vokal dan artikulasi dari aktor yang kurang terdengar jelas. Terlepas dari itu, adegan tersebut ditutup secara epik dengan perkelahian Bima selaku pemeran utama dengan Barret. Perkelahian yang disajikan menjadi cukup epik karena perkelahian tersebut dikemas dengan koreografi yang sangat baik dan kedua aktor tersebut yang menyajikan perkelahian tersebut dengan all out. Adegan tersebut ditutup dengan bunyi hentakan dari tendangan Bima yang pas dengan momen padamnya lampu sehingga menimbulkan kesan istimewa tersendiri pada momen tersebut.

Pementasan Jejak Dosa di Ujung Malam ini memiliki sebuah hal yang menarik karena memadukan antara penampilan teater dan film. Hal itu menjadi keunikan tersendiri karena film yang ditampilkan berada pada tengah-tengah adegan. Sutradara cukup berani dalam mengonsepkan hal tersebut dikarenakan hal ini adalah hal yang cukup riskan untuk dilakukan karena ketika film yang menjadi bagian dari cerita dihadirkan, fokus dan emosi penonton yang awalnya ditujukan ke panggung harus teralihkan menuju visual yang ada di layar dan penonton harus membangun emosi dan fokus kembali untuk menyaksikan visual yang disajikan di layar. Benar saja, penonton cukup lama untuk mengalihkan fokus dan emosi mereka menuju film yang disajikan di layar. Selain itu, visual yang dihadirkan memiliki resolusi yang kurang baik serta audio yang memiliki tingkat kenyamanan yang tentunya berbeda dengan vokal para aktor ketika berada di atas panggung. Hal ini tentunya menjadi faktor yang memberi distraksi kepada penonton yang kesulitan untuk mengalihkan fokusnya ke layar film tersebut. Karena adegan yang ditampilkan memiliki peranan yang krusial di dalam cerita yang dihadirkan, hal ini memberi kesan negatif yang cukup signifikan terhadap pengalaman penonton dalam menonton pertunjukan. Walaupun hal tersebut berusaha diminimalisir dengan hadirnya aktor yang berpartisipasi dalam ritual pesugihan yang dijalankan sekte sesat dalam cerita di sekitar penonton, hal itu sepertinya belum cukup untuk menanggulangi hal yang menjadi risiko dari hadirnya film ditengah-tengah pementasan. 

Latar belakang dari konflik yang hadir dalam cerita adalah hal yang cukup dekat dengan permasalahan masyarakat pada umumnya, yaitu kekurangan ekonomi dari suatu keluarga. Motif tersebut menyebabkan tokoh Kepala Keluarga bermaksud memperbaiki keadaan ekonomi keluarga dengan cara yang melanggar norma. Hal ini membuat penonton mudah untuk turut merasakan emosi yang dirasakan keluarga yang memiliki konflik dalam pementasan tersebut.

Salah satu hal yang menjadi fokus dalam pementasan ini adalah tempo dari alur cerita yang lambat. Hal ini menimbulkan rasa jenuh yang hadir di benak penonton. Namun, sutradara pementasan ini menyangkal bahwa cerita yang dihadirkan memiliki tempo yang lambat. Menurutnya, sebenarnya alur cerita yang dibawakan memiliki tempo yang cepat dan setiap adegan memiliki klimaksnya masing-masing. Namun, karena aktor yang tampil  begitu menikmati penampilannya ini membuat tempo terasa begitu lambat dan beliau mengapresiasi beberapa aktor yang menjadi penyelamat untuk keluar dari situasi tersebut. 

Cerita yang dihadirkan secara keseluruhan memiliki alur cerita antiklimaks. Hal yang diharapkan penonton ada sesuatu yang mampu mengejutkan penonton dari segi alur cerita tidak didapatkan ketika pementasan berlangsung. Hal ini diakui dipilih secara sengaja oleh sutradara karena dirinya menyukai akhir cerita yang membingungkan penonton, dan menurutnya tidak ada dalam dunia nyata manusia yang bergelut dalam hal-hal yang berbau mistis tidak ada yang memiliki ending yang jelas. 

Disamping itu, orang-orang yang berada di belakang layar pada pementasan kali ini juga cukup cemerlang walaupun ada kesalahan teknis dari tim yang mengganti set yang menjadi perhatian penonton. Salah satunya adalah momen jatuhnya properti berukuran besar dalam pergantian set yang menimbulkan dentuman keras. Hal ini membuat penonton kaget dan cukup merasa terganggu karena membuyarkan fokus penonton terhadap pertunjukan. Namun, waktu pergantian set yang tidak terlalu lama walaupun ukuran properti cukup besar patut diacungi jempol. Hal ini membuat fokus penonton pada pergantian set tidak begitu buyar, terkecuali pada momen jatuhnya properti yang sebelumnya disebutkan. Selain itu, alunan musik dan permainan lampu pada momen pergantian set juga turut andil untuk menjaga fokus penonton pada cerita yang disajikan. 

Biodata Penulis

Muchamad Faqih Alhakim, lahir di Jakarta, 2004. Sedang menyelesaikan studi S1 di Universitas Pendidikan Indonesia. Aktif bergiat di Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) UPI. Pernah meraih nominasi aktor utama terbaik di Festival Teater Anak 2019 yang digelar di Taman Ismail Marzuki, Jakarta ketika aktif menjadi anggota Pasukan Sastra 78.

Comments

comments