Konsolidasi Parkir Berbayar UPI Belum Menghasilkan Kepastian

483

Oleh: Rio Tirtayasa

Bumi Siliwangi, isolapos.com— Sistem parkir berbayar UPI yang baru saja diberlakukan menjadi sorotan untuk diperbincangkan. Rabu (5/4) lalu, Aliansi Mahasiswa UPI mengadakan konsolidasi dengan beberapa pihak petinggi kampus. Mulai dari Wakil Rektor Akademik & Kemahasiswaan (WR 1), Wakil Rektor Keuangan, Sumber Daya & Administrasi Umum (WR 2), Sekretaris K3 sampai Kepala Divisi Dirmawa. Masing-masing pihaknya diwakili oleh Asep Kadarohman, Edi Suryadi, Dadi Darmadi dan Didik.

Adapula konsolidasi tersebut yang menuntut 3 poin sebagai bentuk komersialisasi kampus, diantaranya:

  1. Cabut Surat Edaran UPT K3 no. 076/UN40.L.2/PW/2017 tentang Tata Kelola Perpakiran
  2. Cabut Peraturan Rektor no.6893/UN/HK/2016 tentang Sistem Keamanan dan Ketertiban Kampus
  3. Berikan akses gratis bagi mahasiswa untuk menggunakan sarana dan prasarana di kampus

Diawali dengan pernyataan dari Dadi Darmadi, parkir berbayar bertujuan untuk menekan jumlah kendaraan yang masuk sehingga keamanan akan tercipta. “Jumlah motor yang masuk ke UPI sekitar tiga belas ribu dalam sehari,” ungkapnya.

Menanggapi hal tersebut, Tyas Aziz Arifin, mahasiswa FPIPS mengatakan bahwa parkir berbayar bukan solusi, melainkan dijadikan parkir bebas bagi masyarakat. “Ketika ada orang luar yang parkir di UPI harus bayar, itu secara tidak langsung UPI mengamini bahwa silahkan masyarakat parkir di UPI asalkan bayar.”

Menurutnya, sistem parkir berbayar juga tidak efektif mengingat gedung-gedung seperti Fakultas, Auditorium dan Amphiteater memungut dana bagi mahasiswa yang ingin menyelenggarakan kegiatan. “Universitas sudah dibantu negara lewat BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri), tapi masih bayar, kan bingung saya,” tambah Tyas.

Sementara meredam pertanyaan yang bertubi-tubi, Edi Suryadi menjelaskan perihal surat edaran yang dikeluarkan oleh K3. Ia mengatakan bahwa surat tersebut belum menjadi sebuah keputusan karena belum disertai SK Rektor. “Kenapa itu dimunculkan? Itu karena dalam rangka meminta masukan semua, termasuk masyarakat.” Ia juga menambahkan bahwa parkir berbayar telah menjadi rencana sejak tahun lalu dan telah melibatkan BEM Rema melalui study banding dengan kampus lain. “Menurut kami parkir itu harus berbayar, tapi permasalahannya siapa yang akan membayar, itu yang sedang kami godok,” lanjut Edi.

Edi juga menyebutkan bahwa kehilangan barang akan ada asuransi dan diganti oleh pihak UPI melalui kerjasama dengan pihak lain. “Kita akan ganti, meskipun tidak seratus persen, nanti itu tergantung kesepakatan dengan pihak asuransi,” ujarnya.

Tanggapan dari WR 2 ini, langsung mendapat sanggahan dari Faika Muhammad, mahasiswa FPIPS yang menyebutkan bahwa BEM Rema hanya melakukan survey dan tidak ada kelanjutan yang jelas. “Pak Edi pernah mengatakan UPI tidak akan membuat parkir berbayar jika sedang remunerasi atau menunggu hasil survey.”

Faika juga menambahkan bahwa konsolidasi adalah momentum untuk memperbaiki permasalahan, sebab buntut masalah parkir berbayar sudah sedari lama. Ia pun menyindir slogan UPI sebagai “Rumah Kita”. “Setahu saya rumah adalah tempat kembali terbaik, dan rumah macam apa mengusir kita.”

Sekaligus menyanggah, Zulfa Nasrulloh juga memberikan saran untuk pihak universitas dengan tidak menggunakan kerjasama dari pihak luar. “Satpam disini bisa dialihfungsikan atau pegawai-pegawai disini difungsikan juga dan dijadikan pegawai tetap dan cukup mengelola tiga gerbang.” Ia menambahkan bahwa UPI harus bisa memberdayakan sumber daya yang ada. “Tidak usah menyewa, karena yang di perusahaan itu kan mereka menjual sistem parkirnya, bukan mesin parkirnya. Berdayakan dosen dan mahasiswa untuk implementasikan pendidikan, buktikan kuliah lama-lama untuk membuat sistem parkir,” lanjutnya.

Ditengah perdebatan, Asep Kadarohman mengaku merasakan kegelisahan mahasiswa ketika dikeluarkannya surat edaran tersebut. Namun, baginya parkir berbayar tidak menjadi substansi utama dalam kegiatan konsolidasi, melainkan untuk dirumuskannya masalah secara bersama-sama. “Universitas tidak akan memberatkan mahasiswa, jika memberatkan saya yang akan menyampaikan pikiran-pikiran yang terbaik bagi universitas dan bagi mahasiswa,” ujarnya.

Namun, lagi-lagi kontra terlontar dari salah satu mahasiswa, Rivaldi Pamungkas, mahasiswa FPBS. Ia menganggap bahwa mahasiswa dan K3 sedang diadu domba oleh universitasnya sendiri. “Seakan-akan sengaja K3 yang akan disalahkan, padahal akar masalahnya itu ada pada pimpinan inti universitasnya. Ada tidak peraturan rektor yang mengacu ke sana? Kan tidak,” kata Rivaldi.

Sampai berita ini dibuat, pihak rektorat belum memberikan kepastian mengenai kapan akan menyampaikan hasil dari tuntutan yang dilayangkan di konsolidasi akbar tersebut.[]

Redaktur: Prita K. Pribadi

Comments

comments