Cerpen: Maut Dalam Sebungkus Permen

80

Oleh: Yostiani Noor

Sandra, gadis kecil berumur tiga tahun. Hari ini, ia mandi pagi-pagi. Aroma buah melon tercium dari tubuhnya.

“Hm…” mama mendekatkan hidungnya ke kulit Sandra.

“Anak mama wangi sekali,” mama menatap Sandra. Senyuman Sandra mengembang. Ia menundukkan kepalanya menahan malu.

“Hup.” mama menggendong Sandra yang ada dalam balutan handuk bergambar kucing dan tikus. Pelukan mama terasa sangat hangat. Mama membawa Sandra ke kamarnya.

“Sudah siap semuanya, Ma?” ayah muncul dari balik pintu, sambil membenarkan jam tangannya yang berwarna emas.

“Mama sudah memasukkan bekal makanan, pakaian ganti dan oleh-oleh untuk ibu di bagasi.” mata mama bergantian memperhatiakan ayah dan Sandra. Sementara tangan mama menari-nari membalurkan bedak ke tubuh Sandra, lalu memakaikannya baju.

“Apa kita perlu membeli camilan untuk di perjalanan, Ma?” ayah memasukkan tangannya ke saku celana.

“Tentu saja, sayang. Kita membutuhkan sedikit snack dan permen untuk malaikat kecil kita ini.” mama menggoyang-goyang tubuh Sandra. Sandra mengelus-elus pipinya, meratakan bedak yang dibalurkan mama ke wajahnya.

“Baiklah, sekarang ayah ke warung dulu.” ayah mengeluarkan uang beberapa ribu dari sakunya. Ayah tak terlihat lagi di bingkai pintu.

“Tunggu, sayang!” Malaikat kecil kita mau ikut!” mama menepuk pantat Sandra. Ayah kembali terlihat dari bingkai pintu

“Ayo Sandra, ikut ayah.” kata mama. Tangan ayah menyambut Sandra yang berlari ke arahnya.

*****

“Mpok, kopinya satu!” Mandra duduk di depan meja yang dipenuhi piring hidangan. Hidungnya mengembang sejenak. Diikuti mulutnya yang menguap.

“Tumben ngopi!” sapa Karyo, yang duduk di samping Mandra dan Karyamin.

“Pagi ini aye ngantuk banget.” kata Mandra sambil menyeruput kopinya.

“Abis lembur?” mata Karyamin genit.

“Berapa ronde, tadi malam?” Suara Karyo dipelankan sedikit. Lalu Karyo mengambil bala-bala di piring.

Mandra hampir tersedak.

“Kalian ini. Kite kan udah tua.” kata Mandra. Mandra meletakkan gelas kopinya.

“Kite kan tua-tua keladi.” kata Karyamin.

“Semakin tua, semakin berisi.” Karyo berkata dengan mulut penuh bala-bala.

“Aye ini kagak kuat lagi lama-lama begituan.” Mandra setengah berbisik.

“Makanye, ikutin kite dong!” Karyamin merangkul Karyo.

“Pakai obat kuat, untuk membahagiakan istri…” Karyo cengengesan.

“Istri saya kagak suka kalau pake obat kuat. Katanye, rasanya beda.” Mandra melirik Karyamin dan Karyo.

“Wah, kalo aye sih, rasanya kurang jreg gitu.” Karyamin tersipu malu. Diambilnya gehu dari piring.

Mpok penjaga warung hilir mudik, wajahnya merona mendengar pembicaraan laki-laki di depannya.

“Nah, kalo Mpok lebih suka yang mana, yang pake obat kuat ato nggak?” tanya Karyamin.

“Huss, itu rahasia.” kata mpok penjaga warung.

Mpok meleos masuk ke rumah sambil melap piring. Para tua-tua keladi itu tertawa sedikit tertahan, melihat mpok warung.

Mandra menyimpan uang di atas meja.

“Duluan ya!” Mandra bangkit dan berpamitan pada Karyo dan Karyamin.  Mandra meletakkan handuk kecil di bahunya. Sambil menahan kantuk, ia menguap sebesar Kudanil. Mandra melangkah mendekati truk bermuatan pasir. Dibukanya pintu. Setengah melompat, dia duduk di balik kemudi.

*****

Dalam mobil yang ditumpangi Sandra tampak suasana yang ramai. Ayah menyetir, Sandra berada di pangkuan mama di samping ayah. Terdengar suara paduan suara anak yang menyanyikan lagu kanak-kanak.

“Hari ini, aku pergi ke rumah nenek

Kubawa banyak oleh-oleh

rambutan, pisang, roti bakar dan kue serabi.

Semuanya kesuakaan nenek dan kakek.

Oh… Sungguh asyiknya bertemu dengan nenek

dan kakek yang kusayang

Oh… Sungguh asyiknya bertemu dengan nenek

dan kakek yang kusayang

Rumah nenek berada di atas bukit

Rumahnya indah penuh bunga-bunga

Ada juga si Manis, kucing yang menemani

Yang membuatku betah di sana

Ayo teman-teman ikutlah denganku

Pergi ke rumah nenek dan kakekku.”

Ayah dan mama berduet menyanyikan lagu masa kanak-kanak mereka. Mata Ayah dan mama saling melempar sinar cinta. Sandra mengangguk-angguk mengikuti irama lagu. Tangannya sesekali bertepuk, mengikuti tepukan tangan mama.

“Ayo Sandra nyanyi…” mama membimbing Sandra.  “Ayo teman-teman ikutlah denganku pergi ke rumah nenek dan kakekku.” Mama mengulang lagu ini untuk Sandra. Terbata-bata, Sandra mengikutinya. Ayah dan mama tertawa lalu bernyanyi bersama kembali. Sandra tetap asyik mengikuti gerak bibir orang tuanya, menghafal lagu.

*****

“Ya ampun, data yang mau aku masukkan ke komputer tertinggal!” Deni memandang Fitri setelah membongkar tasnya. Fitri membelalakkan matanya, sehingga alisnya terangkat.

“Paling telat ngumpul tugas jam berapa?” mata Fitri kembali normal.

“Jam sepuluh.” Deni melirik jam dinding di tempat kosnya.

“Masih ada waktu dua jam lagi.” kata Fitri.

“Ayo!” Deni memberikan helm berwarna hitam pada Fitri. Sedangkan Deni sendiri memakai helm berwarna putih tanpa kaca penutup wajah. Deni mengunci kamarnya. Namun, Deni tidak yakin apakah kamarnya benar-benar terkunci. Mereka bergegas menaiki motor. Deni segera tancap gas.

*****

Fitri berpengangan erat. Tangannya melingkar di pinggang Deni. Angin terasa ingin bergegas pergi, dan berlari. Tikungan demi tikungan terlewati diiringi hentian nafas dan pelukan Fitri yang semakin keras melingkari pinggang Deni. Spedometer semakin cepat berpindah angka.  Dua puluh kilo meter per jam, empat puluh kilo meter per jam….

Fitri merasa menjadi tokoh utama pemeran tangkas berkendaraan dalam play station. Di jalan layang, detak jantungnya semakin memburu. Mobil dan motor berseliweran mendekat dengan kecepatan mata ketika berkedip. Enam puluh kilo meter per jam…..

Helm Fitri oleng dari kedudukannya. Helm itu ingin pergi bersama angin yang menerpa semakin kencang. Fitri memengangi helm dan memiringkan sedikit kepalanya berdamai dengan angin, agar helmnya tidak terbawa. Delapan puluh kilo meter per jam, seratus kilo meter per jam….

*****

“Sayang, tolong tutup kaca pintu mobilnya.” kata Ayah.

Mama menggenggam tangan Sandra.

“Sandra, ayo masukkan tangan kamu, kacanya mau mama tutup.” suara mama lembut. Namun telapak tangan Sandra tetap nongol. Mama kembali merayunya.

*****

Tiiit…

Tiiit…

Tiiit…

Tiiit…

Tiiit…

*****

Tiga jam kemudian…

“Pemirsa, tiga orang tewas dan delapan orang lainnya luka-luka dalam tabrakan beruntun yang melibatkan satu kendaraan roda dua dan empat kendaraan roda empat di Jalan Layang, Bandung, Selasa (13 Januari) sekitar pukul 08.15 WIB. Ketiga korban tewas ialah Deni (21 tahun) dan Fitri (21 tahun) pengendara motor, dan  Mandra (58 tahun), sopir truk pasir. Sedangkan delapan korban luka lainnya mendapatkan perawatan di UGD Rumah Sakit  Kasih Sayang (RSKS) Bandung.

Menurut keterangan yang berhasil dihimpun di TKP, kecelakaan diduga bermula ketika kendaraan roda dua oleng, kemudian masuk ke jalur sebelah kiri dan menabrak mobil Panter nopol D 1230 EK. Kemudian dari belakang datang Kijang nopol D 1419 D dan menabrak mobil di depannya.  Lalu, mobil truk tertabrak mobil Yaris yang berada di belakangnya. Sehingga menyebabkan mobil truk terbalik dan keluar dari jalan.

Namun, untuk mengetahui lebih lanjut peristiwa ini, pihak kepolisian kini masih melakukan penyelidikan, baik meminta keterangan saksi maupun korban yang selamat.

Demikian Titi, Reporter Warta Kota dari Bandung,  melaporkan.”

*****

Yostiani Noor adalah mahasiswa Jurusan Bahsa dan Sastra Indonesia UPI angkatan 2005.

Comments

comments