WCWS Usung Tema “Merdeka Intelektual”, Rocky Gerung Ungkapkan Indonesia Krisis Intelektual
Oleh: Irham Azmi Latifurrahman
Bandung, Isolapos.com-Kamis, (27/7) Komunitas Langkah Nyata berkolaborasi dengan Forum Diskusi Akal Sehat Indonesia menggelar program We Care We Speak (WCWS) dengan tema “Merdeka Intelektual” yang bertempat di Graha Pos Indonesia, Kota Bandung.
Kegiatan ini menghadirkan tiga pembicara yang di antaranya, pengamat politik dan ahli filsafat Indonesia Rocky Gerung, influencer pendidikan Guru Gembul, serta Ketua Yayasan Darul Hikam Sodik Mudjahid.
Menurut Rocky, untuk menjadi mandiri secara intelektual sering kali pikiran kita terhalang oleh tradisi dan kebiasaan. Tradisi menuntut kita untuk melakukan suatu hal yang umum dan sering dilakukan oleh masyarakat.
“Orang akhirnya tahu bahwa yang membatalkan akal pikiran, yang membatalkan critical reasoning adalah tradisi. Anda mau pilih apa, Nak. Makan bakso yang penuh kuman atau makan bakso di dalam mangkok yang berbentuk toilet tapi bersih. Itu mengganggu si anak untuk berpikir. Kenapa selama ini makan bakso itu harus di dalam mangkok gitu. Bukankah bentuk dari toilet itu semacam bowl mangkok juga tuh, hanya persepsi kita yang menerangkan bahwa toilet itu jorok,” jelas Rocky.Gerung.
Rocky Gerung melanjutkan, “Kita kehilangan kemampuan untuk mengucapkan pikiran karena dihalangi oleh feodalisme. Sopan santun itu adalah cara untuk menghalangi orang berpikir kritis, otak kita tidak didesain untuk sopan santun. Sopan santun itu adalah bahasa tubuh bukan bahasa otak.”
Guru Gembul memberikan disclaimer bahwa dengan hidup mandiri secara intelektual itu menjadikan hidup kita menderita. “Ketika kita mandiri secara intelektual atau kita mengedepankan pikiran, kita akan berbenturan dengan nafsu,” tutur Guru Gembul.
Namun, dalam realita untuk mandiri secara intelektual sangatlah berat untuk dapat dilakukan. “Untuk mandiri secara intelektual itu berat dan tidak ada orang yang mau mengambilnya,” pungkas Guru Gembul.
Melanjutkan pengantar yang telah disampaikan oleh Guru Gembul, Rocky Gerung menambahkan, “Tidak ada yang mau mengambil alih krisis intelektual ini, kalimat dia (Guru Gembul) terakhir itu betul sekali. Now you are taking over the problem of nation stupidity. Anda sekarang ambil alih itu, kenapa? Tidak ada yang care dan tidak ada yang mau speak.”
Bung Rocky, sapaan akrabnya mengatakan adanya forum seperti ini agar kita dapat mengucapkan kembali janji konstitusi agar dapat memproduksi lebih banyak intelektual.
“Sebetulnya ini forum yang betul-betul kita ambil alih kedunguan istana supaya kita bisa ucapkan kembali janji proklamasi, janji konstitusi. Tugas presiden adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya produksi lebih banyak intelektual bukan kapital yang di produksi itu. Kita krisis intelektual,” pungkas Rocky Gerung.
Kegiatan ini dihadiri oleh pemuda dan masyarakat dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, aktivis lingkungan, bahkan pelajar.
Ghany sebagai Ketua Pelaksana WCWS mengatakan bahwa dibuatnya kegiatan ini dalam rangka mewadahi para intelektual muda untuk dapat berbicara di segala ruang demi tersebarnya gagasan.
“WCWS ini sebuah media untuk mewadahi para pemikir, para intelek, para akademisi untuk berbicara di segala ruang, baik ruang ruangnya di kafe, ruang ruangnya, di kampus atau di luar kampus seperti ini mewadahi bagaimana gagasan wawasan para akademisi, intelektual atau pemikir bisa tersebar,” ujar Ghany
Selain itu, Ghany mengatakan bahwa hadirnya kegiatan ini dilatarbelakangi oleh ketidakpedulian masyarakat terhadap kondisi sosial.
“Kita pun riset kecil-kecilan, lah teman kiri-kanan, tapi kiri-kanan itu, ya, ada puluhan ratusan gitu ya ketidakpedulian mereka terhadap kondisi masyarakat, kondisi media sosial gitu. Ya, atas dasar tidak bisa memanfaatkan memaksimalkan potensi tadi akal, penglihatan, dan pendengaran, maka dari tidak bisa memanfaatkan itu anak-anak muda, teman-teman saya kiri-kanan ya pada apatis dan sebagainya,” tutur Ghany.
Ghany berharap pemuda tidak hanya mencari ilmu saja, namun juga mengamalkan ilmu yang dimiliki.“Harapan Kita tidak hanya itu tapi ilmu itu bagaimana bisa ditransformasikan menjadi pemahaman. Sederhananya yang dijadikan pemahaman itu ada di amalkan gitu ya ada action-nya ada aktualisasinya,” pungkasnya. []
Redaktur: Wulan Nur Khofifah