Sepenggal Narasi Debat Capres dan Cawapres BEM Rema UPI 2020
Oleh: Putri Sopyanti dan Haris Norfaizi
Bumi Siliwangi, Isolapos.com— Debat Calon Presiden dan Wakil Presiden BEM Rema UPI digelar pada hari Kamis(27/02) di Gedung Achmad Sanusi atau Balai Pertemuan Umum (BPU).
Kegiatan debat ini dimoderatori oleh Pandu Hyangsewu selaku KPU Rema UPI. Panelis yang hadir adalah Muhammad Nur Siddiq, Samsat Tantra Paramitha, dan Prayoga Bestari.
Segmen pertama, moderator memberi kesempatan pada setiap pasangan calon untuk menyampaikan visi misi yang mereka punya. Segmen kedua, panelis yang telah ditentukan KPU Rema UPI mengajukan pertanyaan bagi masing masing paslon.
Prayoga Bestari mengajukan pertanyaan mengenai perihal salam pancasila yang baru baru ini menjadi bahan perbincangan publik dan meminta pendapat dari setiap paslon.
Pertanyaan pertama diawali dengan jawaban dari paslon nomor 2, Romi-Gani. “Salam pancasila telah disalahartikan oleh masyarakat dan perlu pemahaman lebih dalam arti salam tersebut.” Pendapat yang senada diutarakan oleh ketiga paslon lainnya dalam penyampaian pendapat untuk pertanyaan tersebut.
Pertanyaan dari panelis Nur Siddiq, pergerakan horizontal masih dianggap kurang. Apa peran Mahasiswa UPI terhadap pergerakan horizontal tersebut, mengingat UPI membawa nama pendidikan.
“UPI sebagai kampus pendidikan selalu berperan terutama pada masyarakat melalui kontribusi-kontribusi yang telah diprogramkan terutama program pendidikan,” tutur Elfa-Yetno, paslon nomor 1.
Pernyataan Elfa-Yetno ditanggapi langsung oleh Romi-Gani. Menurut mereka UPI menyandang kampus pendidikan tentu memiliki teknologi teknologi yang mendukung kontribusi pergerakan horizontal sehingga menumbuhkan pemikiran pemikiran yang cermat.
Segmen kedua dilanjut pada pukul 16.25 WIB. Segmen kali ini diawali dengan pengambilan undian untuk sesi debat antar paslon.
Debat ini dimulai dengan Romi-Gani dengan Iqbal-Hibban. Paslon nomor 2 memulai tema dengan student goverment dan cita cita dalam mewujudkannya.
Menurut paslon nomor 4, terdapat tiga nilai yaitu inklusif, modern, dan profesional. “Dalam mewujudkan profesional ini mereka akan membuka open recruitment bagi seluruh mahasiswa, tidak hanya anggota ormawa saja. Serta digitalisasi seluruh bidang yang mencakup visi maupun program untuk mewujudkan program yang unggul,” jawab Iqbal-Hibban.
Romi-Gani menuturkan, bahwa pendapat Iqbal-Hibban tidak jelas substansi argumennya dan tidak sesuai pertanyaan. “Open recruitment tidak mencirikan program yang inklusif, karena hal tersebut ditentukan dan menaungi seluruh mahasiswa oleh BEM Internal dan perihal digitalisasi tidak akurat. Ketika sebuah ormawa melakukan pengelolaan manual maka bila dilakukan dengan profesional maka itu sudah modern,” jelas paslon nomor 4 tersebut.
Setelah penjabaran dan tanya jawab antar paslon, dilanjut segmen 3 oleh panelis yang menyoroti tiga hal. Pertama, para paslon kurangi menyoroti masalah pergerakan horizontal dan cenderung membahas pergerakan secara vertikal. Kedua, pelaksanaan P2M masih tertinggal. Ketiga, program unggulan setiap paslon harus jelas isi kontennya.
Moderator membuka sesi tanya jawab untuk audiens. Sesi diawali oleh Nabil dari FPOK menanyakan dua pertanyaan. “Berdasarkan pengalaman organisasi, bagi para paslon, pengalaman apakah yang pernah terlalaikan?” tanya Nabil. “Tindakan apakah yang dilakukan ketika visi misi akang teteh tersebut tidak berhasil?” tambahnya.
Elfa-Yetno menegaskan bahwa kelalaian yang dialaminya selama menjabat di BEM yaitu memiliki orientasi berkepanjangan sehingga terwujud dalam satu tahun saat masa kepemimpinannya. Dilanjut, bahwa pelaksanaan program sudah memiliki indikator pengawasan oleh DPM dan tentunya melaksanakan evaluasi seusai pelaksanaan program tersebut.
Lalu pertanyaan kedua dilontarkan oleh Ali Hassan Ashsiddiq dari FPMIPA. “Jelaskan sistem ideal bagi republik mahasiswa itu seperti apa?” tanya Ali. “Apakah kalian mampu memberi sanksi hingga pembekuan ketika ormawa tidak melaksanakan tugasnya dan melanggar peraturan yang ada?” tambahnya.
Ilyas-Daffa menjawab pertanyaan dari Ali. “Republik berarti urusan yang menyangkut masyarakat dan memiliki daerah daerah. Oleh karena itu BEM dan DPM menjadi representatif daerah daerah tersebut dan daerah dapat mengutarakan aspirasi pada representatif tersebut,” jawab paslon nomor 3 tersebut.
Menanggapi pertanyaan kedua, Ilyas-Daffa menjawab setelahnya. “Sanksi terhadap ormawa tidak dikeluarkan oleh BEM melainkan kepada pengeluaran SK yaitu departemen yang berhak membekukan ormawa setiap prodi dan fakultas oleh dekan. Dan sanksi yang diterapkan tidak semua bisa diterapkan ke seluruh mahasiswa karena terikat dengan status akademik, sehingga melalui solusi yang diselesaikan bersama menjadi jalur utama penyelesaian masalah,” tambah paslon nomor urut 3 tersebut.
Di akhir debat ini diwarnai oleh closing statement oleh setiap paslon dengan menyerukan pesan perdamaian.
Muhammad Nur Siddiq selaku panelis mengatakan bahwa pergerakan kali ini belum maksimal dan perlu ditingkatkan. Menurutnya, para calon sudah memiliki kapasitasnya masing-masing. “Siapapun pasangan yang terpilih, sebagai mahasiswa tugasnya adalah bergerak dan pergerakan tersebut sebagai sarana kita untuk berbuat untuk bersama.”
Pandu Hyangsewu, selaku moderator ikut mengomentari debat kali ini yang menurutnya memiliki visi misi yang akan menjadi program unggulan. “Jadi BEM Rema saat ini berfokus terhadap pelaksanaan aktualisasi tidak hanya berkomitmen kepada apa yang sudah disampaikan dalam debat kali ini tapi dapat dipraktikkan dalam program untuk kemaslahatan warga UPI,” harap Pandu.[]
Redaktur: Rio Tirtayasa