
Bima Arya Jadi Pembicara di UPI, Panitia: Tidak Ada Kaitannya dengan Kampanye
Oleh: Nabil Haqqillah
Bumi Siliwangi, Isolapos.com–BEM Himpunan Program Studi Survei Pemetaan dan Infografis (HMP SPIG) bekerja sama dengan Jabar Ngahiji mengadakan acara diskusi bertajuk Ngobrol Pikiran (Ngopi) dengan mengundang Bima Arya sebagai pembicara, pada Senin (29/07). Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Amphiteater tersebut mengangkat tema “Menyongsong Masa Depan Pendidikan Jawa Barat dalam Menyambut Indonesia Emas 2045”.
Kehadiran sang mantan Wali Kota Bogor tersebut tentu mengundang pertanyaan. Bima yang merupakan kader dari Partai Amanat Nasional itu kini tengah memasuki bursa Bakal Calon Gubernur Jawa Barat selanjutnya. Hal ini membuat acara Ngopi yang mengundangnya terindikasi menjadi bentuk kampanye dan sarat dengan politik praktis yang mana dilarang di wilayah kampus. Dalam peraturan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Nomor 3049/UN40/HK/2019 tentang Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) di Lingkungan UPI menyebutkan bahwa ormawa UPI dilarang melakukan aktivitas politik praktis di lingkungan kampus.
Isolapos kemudian mencoba mengkonfirmasi terkait dugaan kampanye tersebut kepada Ketua HMP SPIG, Naufal Ali Zaidan via WhatsApp. Naufal kemudian mengarahkan kami untuk wawancara kepada Ketua Bidang Pergerakan Luar Negeri HMP SPIG, Alandra.
Menurut Alandra, program kerja Ngopi merupakan program kerja Biro Kajian Strategis (Kastrat). Alandra mengatakan bahwa pada dasarnya, program kerja ini mengundang narasumber-narasumber yang linear dengan pembahasan yang diangkat secara berkala.
“Memang pada dasarnya pada program kerja ini kami mengundang narasumber-narasumber yang linear dengan pembahasan yang kami angkat secara berkala,” ujar Alandra saat dihubungi Isolapos via WhatsApp pada Senin (29/07) .
Rencananya, Kegiatan Ngopi sendiri akan dilakukan sebanyak tiga kali dengan tiga tema berbeda, salah satunya adalah tema pendidikan. “Tiga Kegiatan Ngopi yang kami rancang pada dasarnya mengangkat tema pendidikan sebagai bagian dari UPI sebagai kampus pendidikan, lalu kebijakan agraria sebagai bagian dari program studi yang menjurus ke keilmuan geospasial dan yang terakhir tema kesetaraan gender,” ujarnya.
Terkait pembicara, Alandra mengaku bahwa pada awalnya ia dan kawan-kawannya sudah mencoba mengontak calon pembicara lain dari luar, seperti Anies Baswedan, Nadiem Makarim, dan Bima Arya, di mana masing-masing dari mereka memiliki latar belakang akademisi dan terjun di pemerintahan.
“…diantaranya pak Anies Baswedan, Nadiem Makarim, dan Bima Arya, yang mana masing-masing dari mereka punya background akademisi dan terjun di kepemerintahan,” ujar Alandra.
Alandra sendiri bercerita dapat mengundang Bima Arya setelah bertemu dengan orang-orang Jabar Ngahiji atau relawan Bima Arya ketika berkunjung ke Universitas Majalengka (UNMA), dimana saat itu organisasinya sedang membutuhkan pembicara.
“Hanya saja qadarullah saya dipertemukan dengan kawan-kawan Jabar Ngahiji ketika berkunjung ke Universitas Majalengka. yang mana pada saat itu memang keperluan biro kastrat (dalam-Red) membutuhkan narasumber,” cerita Alandra.
Alandra menegaskan bahwa kedatangan Bima Arya sebagai narasumber di kegiatannya, tidak membawa muatan politis. Ia memastikan bahwa BEM HMP SPIG bersama-sama akan mengawal hal tersebut. Mengenai perizinan, Alandra mengatakan bahwa pihak panitia mencantumkan seluruh unsur kegiatan, di mana pihak rektorat perlu mengetahuinya. Dari mulai siapa pembicaranya, seperti apa bentuk kegiatannya, dan juga tema apa yang diangkat.
Alandra menambahkan bahwa acara sendiri terlaksana dengan mengantongi Surat Izin Kegiatan (SIK) dari Ditmawa yang sudah mereka pegang setelah melalui banyak alur birokrasi.
“Sehingga pada akhirnya dalam pelaksanaan, segala sesuatu yang kami rencanakan dan khawatirkan sebelumnya, itu terlaksana dengan baik dan tidak terjadi hal yang di luar planning kami mas,” ujar Alandra.
Soal pencantuman logo Jabar Ngahiji (nama komunitas relawan Bima Arya) dalam poster kegiatan, Alandra mengaku bahwa hal tersebut sebatas bentuk kerjasama HMP SPIG dengan Jabar Ngahiji, sebagai pihak yang membantu mendatangkan Bima ke UPI.
Mewakili HMP SPIG, Alandra menegaskan bahwa organisasinya tidak mendukung pihak manapun dalam kontestasi politik kedepannya dalam kegiatan tersebut. “Lebih dari pada itu kami HMP SPIG menyatakan tidak mendukung pihak manapun dalam kontestasi politik kedepannya dalam kegiatan tersebut mas,” tegas Alandra.
Alandra berpendapat bahwa peraturan rektor tentang ormawa, tidak bisa disandarkan pada kegiatannya terkait dengan larangan aktivitas politik praktis yang ada di lingkungan UPI.
“Jadi rasanya kekhawatiran dari rekan-rekan terkait kebijakan dari peraturan rektor yang tertera diatas, tidak bisa disandarkan pada kegiatan kami terkait dengan larangan aktivitas politik praktis yang ada di lingkungan UPI mas,” Alandra kembali menegaskan.
Mengakhiri wawancara, Alandra mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan hanya sebatas ruang diskusi pencerdasan untuk khalayak ramai yang terbuka untuk umum.
Selesai kegiatan, dalam sesi wawancara dengan para wartawan, Bima mengaku dirinya hanya merespon undangan dari penyelenggara acara. Di sisi lain, ia merasa senang berdiskusi mengenai isu pendidikan, terlebih latar belakangnya yang juga seorang dosen.
“Ini merespon undangan temen-temen ya karena saya senang diskusi soal pendidikan dan latar belakang saya juga dosen, jadi seneng banget lah, kalau diskusi soal pendidikan,” ujar Bima Arya.
Berkampanye di UPI, Bolehkah?
Peraturan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Nomor 3049/UN40/HK/2019 tentang Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia pasal 27 huruf b, menyebutkan bahwa Ormawa dilarang “membuka Sekretariat Partai Politik dan/atau melakukan aktivitas politik praktis di lingkungan kampus UPI”.
Oleh karena itu, Isolapos mencoba menghubungi Direktur Direktorat Kemahasiswaan (Ditmawa), Prayoga Bestari guna menanyakan apakah kegiatan ini melanggar peraturan rektor. Prayoga hanya mengatakan bahwa ia akan berkoordinasi dulu dengan pihak terkait.
“Nampaknya saya berkoordinasi dulu dengan pihak terkait,” ujar Prayoga, saat dihubungi oleh Isolapos melalui WhatsApp pada Senin (29/07).
Menurut Prayoga, jika sesuai dengan perundangan, kampus tidak bisa dijadikan arena politik praktis. “Sesuai perundangan, memang kampus tidak bisa dijadikan arena politik praktis,” ujarnya.
Keesokan harinya, setelah berkoordinasi dengan pihak yang berwenang, Prayoga mengonfirmasi bahwa memang tidak diperkenankan berkampanye di wilayah kampus.
“Kebetulan melihat player itu kandidat calon gubernur, terkecuali ketika sudah jelas para bakal calon gubernur dipanelkan seperti debat calon presiden, maka menurut bapak itu (baru-Red) objektif,” tulis Prayoga saat dihubungi lagi melalui WhatsApp pada Selasa (30/07).
Sementara itu Rektor UPI, Sollehudin, mengaku seingatnya tidak ada permintaan izin tertulis kepadanya. “Ini siapa yg menyelenggarakan? Seingat saya, belum ada yg minta izin tertulis kpd saya?” ujar Sollehudin, saat diminta tanggapannya via WhatsApp, pada Selasa (30/07).
Sollehudin mengatakan bahwa sempat ada yang bertanya juga kepadanya terkait dugaan kegiatan kampanye ini, ia menyarankan untuk langsung bertanya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Kalau yg tanya ttg kampanye di kampus, memang ada. Setahu saya memang dibolehkan (aturan umum), walaupun saya minta ybs untuk konfirmasi ke KPU,” tulis orang yang akrab disapa Kang Duding tersebut.
Namun, menurut Sollehudin, dalam praktiknya tetap harus dibicarakan terlebih dahulu dengan kampus supaya tertib, adil, dan tidak mengganggu kegiatan kampus. Sollehudin juga menambahkan bahwa kampus pun juga bisa menolak kegiatan.
“Tapi kalau kampus mau menolak juga boleh kan,” tuturnya.
Namun, setelah ia melihat file SIK yang telah ditandatangani pada tanggal 19 Juli 2024 itu, ia mengatakan bahwa kegiatan tersebut bukan kegiatan kampanye.
“Itu kan bukan kegiatan kampanye? Kalau kegiatan (biasa-Red) seperti bisa kapan saja,” tulis Sollehudin. []
Redaktur: Harven Kawatu