Ironi Pudarnya Nilai Pancasila Pada Generasi Muda

588
http://2.bp.blogspot.com

Oleh Dudih Sutrisman*-

“ideologi yang bisa terus eksis adalah ideologi yang bisa menempatkan kepentingan nasional tanpa ikut terpengaruh nilai-nilai asing dari ideologi lain yang datang melalui informasi global seperti siaran televisi, internet atau pertukaran jasa dan barang lainnya” (Prof. M. Alwi Dahlan, Ph.D., mantan Menteri Penerangan)

Sebagai sebuah Negara, Indonesia memiliki ideologi. Ideologi negeri ini adalah lima sila yang kita sebut sebagai pancasila. Pancasila, selain sebagai sebuah ideologi juga merupakan sebuah falsafah, pandangan hidup bangsa Indonesia. Namun yang perlu dikritisi adalah sejauh mana pemahaman para generasi muda negeri ini akan ideologi tersebut. Banyak fakta menyebutkan bahwa telah terjadi krisis pemahaman akan pancasila di kalangan generasi muda saat ini, yang hidup pada era globalisasi dengan segala teknologi dan kemudahannya. Bagaimana tidak, pola pikir dan gaya hidup mereka semakin hari semakin tak menampakkan berpedoman pada pancasila. Bisa dibayangkan bagaimana sedihnya para Founding Father negeri ini jika mengetahui hal itu terjadi pada generasi yang dianalogikan oleh Ir. Soekarno sebagai generasi yang menyimpan harapan besar baginya sebagaimana beliau pernah berucap “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!”.

Namun kini, semua itu seakan jauh dari harapan, para generasi muda kini mulai pudar jiwa pancasilanya. Bahkan banyak diantara mereka yang kini mulai mempertanyakan pancasila dan menganggap bahwa pancasila sudah usang sebab dianggap identik dengan orde baru (Orba). Memang, ketika Orba berkuasa upaya indoktrinasi pancasila begitu gencarnya dilakukan kepada masyarakat luas, namun itu pun dengan tujuan penanaman nilai-nilai pancasila untuk keperluan pembangunan Nasional Indonesia.

Pola pemikiran yang beranggapan bahwa pancasila identik dengan Orba harus segera dihapus dari pemikiran generasi muda. Pancasila bukanlah sebuah produk Orba, namun pancasila adalah suatu pemikiran panjang yang didasarkan pada berbagai aspek menyeluruh dari kausa materialis. Dilihat pula dari segi sejarah dan humaniora jauh sebelum negara bernama Indonesia berdiri pada tahun 1945. Sila-sila yang terdapat dalam pancasila mengandung makna filosofis yang sangat mendalam, bunyi sila-sila tersebut sangat sederhana namun apabila kita cermati lebih dalam lagi maknanya tidaklah sesederhana bunyinya. Ambil sebagai contoh, sila pertama yang tentu merupakan sila kunci untuk sila yang lainnya dengan bunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kata demikian mengandung arti bahwa Indonesia mengakui akan adanya kekuatan, kekuasaan Dzat yang Maha Segalanya, dengan kata lain Indonesia mengakui agama yang dianut oleh masing-masing warga negaranya. Kata tersebut memberikan gambaran kepada khalayak bahwa negara ini tidak berdiri di atas landasan suatu agama tertentu.

Lalu upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengubah paradigma negatif mengenai pancasila, utamanya pada generasi muda? Pertanyaan tersebut selalu terbayang juga mungkin dibenak para pembaca sekalian. Nah, mari kita refleksikan kembali dengan berpikir sejak kapankah perubahan paradigma tersebut mulai tampak, kita akan menemukan benang merahnya pada suatu gerakan yang menuntut perubahan menyeluruh di negeri ini pada beberapa tahun silam, yakni gerakan reformasi.

Sejak tumbangnya Orba pada 1998, orang-orang menyuarakan anti Soeharto dan antek Orba. Namun, hal itu ternyata turut berimbas pada paradigma massa terhadap Pancasila yang kerapkali digunakan oleh pemerintah Orba sebagai alat untuk mewujudkan pembangunan nasional. Ditambah lagi oleh kurikulum pendidikan nasional, yang kala itu secara bertahap menghilangkan nama Pancasila dalam salah satu mata pelajaran pokok yang bernama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Upaya lain yang ditempuh ialah, doktrinasi pancasila mulai digalakkan pemerintah orba untuk mengindonesiakan orang Indonesia bernama Pendidikan Moral Pancasila dan Kewarganegaraan (PMPKn). Bahkan kini pelajaran itu bernama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) tanpa embel-embel Pancasila dibelakangnya. Materi kurikulumnya pun sudah mulai berubah. Dahulu ketika duduk di bangku sekolah dasar (SD) kita mempelajari akan bagaimana budi pekerti yang baik, musyawarah yang baik dan masih banyak lagi yang merupakan implementasi nyata dalam kehidupan kelak dari sila-sila yang ada dalam Pancasila. Tapi kini materinya hanya sebatas pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan politik kenegaraan dan hukum.

Melihat realita yang ada, alangkah lebih baik pemerintah kembali menggalakkan semangat Pancasila, tanamkan pada seluruh warganya akan nilai-nilai luhur Pancasila mulai dari yang terkecil sekalipun. Pasalnya, Pancasila adalah soko guru dari segala aspek dalam kehidupan negeri ini. Jangan sampai Pancasila tidak memiliki ruang lagi dalam benak dan jiwa bangsa ini.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” (Ir. Soekarno, Proklamator Republik Indonesia)


*Mahasiswa Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan

Comments

comments