Industri dan Vandalisme, Ancaman Punahnya Karst
Oleh : Ahmad Muzaki Syafii
Sukabumi, isolapos.com— Ekosistem karst di beberapa daerah di Indonesia kini terancam punah diakibatkan vandalisme yang akut. Dijelaskan oleh Chief Instructor FINSPAC, Ferry Saputra, bahwa karst—salah satu jenis tebing bebatuan yang dapat menyimpan cadangan air bagi makhluk hidup. “Jadi kalau tidak ada karst, cadangan air pun akan semakin menipis,” ujarnya saat ditemui sebelum ekspedisi ke Goa Landak dan Angin, Jum’at (24/2).
Ia juga menjelaskan bahwa air hujan itu tidak langsung turun kedalam tanah, melainkan melewati lapisan karst. Nantinya, akan membentuk jaringan gua dan didalamnya terdapat sungai bawah tanah yang merupakan sumber air cadangan.
Ragam ancaman yang dilakukan oleh manusia ini tidak lepas dari kebutuhan industri dan tindakan vandalisme. Penambangan karst oleh perusahaan semen dilakukan karena kebutuhan batu gamping sebagai bahan dasar pembuatan semen. Sama halnya dengan perusahaan air mineral yang mengambil air tanah didalam karst.
Selain itu “tangan-tangan jahil” menjadi faktor lain, seperti merusak dan mengambil ornamen di dalam gua. “Kalau sudah rusak ya bakal susah, soalnya daya dukung dari gua itu nol, jadi kalau sudah rusak butuh proses lama untuk memperbaikinya,” jelas Ferry.
Ferry mengkhawatirkan kepunahan ekosistem karst akibat industri, Ferry mengungkapkan bahwa kawasan Karst dapat dijadikan tempat wisata. “Kalau sudah jadi tempat wisata otomatis tidak akan ada perusahaan yang bisa masuk, tapi akan ada masalah baru yaitu rusaknya gua oleh pengunjung itu sendiri.”
Upaya tersebut sudah dilakukan di Buniayu yang membuka 3 dari 84 goa untuk dijadikan wisata; yaitu Goa Landak, Goa Angin, dan Goa Cipicung. Dalam rangka menjaga kawasan karst, kunjungan yang datang dibatasi hanya 50 pengunjung dari Senin – Jum’at. Peralatan keamanan pun menjadi sorotan penting, karena tanpa disadari manusia membawa bakteri dari luar yang menyebabkan rusaknya sel-sel gua.
Maka, Ferry mengharapkan agar masyarakat dapat menjaga kelestarian kawasan Karst dan gua. Tak hanya itu, masyarakat diharapkan akan dapat lebih mengenal ilmu tentang goa (speleology). “Semoga kedepannya goa tidak hanya dipandang sebagai tempat yang memiliki nilai mistis, tetapi juga sebagai laboratorium ilmiah,” pungkasnya.[]
Redaktur: Prita K. Pribadi