Buanglah Sampah Pada Tempatnya, Tapi Mana Tempatnya?

156

Penulis: Razib Ikbal Alfaris

*) Penulis adalah mahasiswa Biologi 2020

Beberapa hari lalu warga Indonesia, khususnya warga Bandung dikejutkan dengan kabar OTT Walikota Bandung Yana Mulyana oleh KPK pada Jumat (14/04/2023). Walikota Yana menjadi tersangka suap dalam proyek pengadaan closed circuit television (CCTV) dan internet service provider (ISP) untuk layanan digital Bandung Smart City di Pemerintah Kota Bandung Tahun Anggaran 2022-2023. Memang agak sulit dipercaya, tapi begitulah kenyataan. 

Saya mencoba berprasangka baik bahwa mungkin gaji seorang Walikota Bandung tidak mencapai UMR sampai-sampai tergoda untuk menerima suap. Mungkin juga Pak Yana ini terlalu rajin sedekah sampai ketika membutuhkan sepatu tidak punya uang. Akhirnya tergodalah untuk menerima uang suap sebesar Rp 924,6 juta yang kelak  digunakan salah satunya untuk membeli sepatu Louis Vuitton. 

Sangat disayangkan uang suap sebesar itu digunakan untuk membeli barang pribadi saat banyak fasilitas publik perlu dana tidak sedikit untuk perawatan dan pengadaan. Mungkin Beliau terlalu banyak berdiam di masjid sehingga tak tahu bahwa ada Jalan Braga dan sekitarnya, termasuk Asia Afrika yang sangat minim fasilitas kebersihan bernama tong sampah padahal daerah tersebut hampir tak pernah sepi pengunjung. Andai saja Walikota Bandung mau menggunakan uang haram itu untuk mengadakan fasilitas tong sampah yang lebih memadai di tempat umum di Kota Bandung, mungkin orang akan sedikit memaklum meskipun akan tetap dihukum.

Braga sebagai tempat yang ikonik di Kota Bandung dan dikunjungi banyak orang kenyataannya sangat minim tempat sampah. Jalan yang hampir tak pernah sepi pengunjung apalagi ketika malam datang ini memang indah dihiasi  banyak toko, kafe, dan tempat duduk yang sangat cocok untuk dijadikan tempat nongkrong. Namun sayangnya, kegiatan yang akan menghasilkan sampah tersebut tidak didukung dengan memadainya fasilitas tong sampah di sepanjang Jalan Braga. Alhasil, pengunjung akan kesulitan jika ingni membuang sampah. Beberapa orang akan memilih untuk membawa sampahnya meskipun itu merepotkan. Namun, tak jarang juga yang memilih membuang sampah, terutama sampah-sampah kecil di sepanjang jalan saja.

Menyediakan tong sampah bukanlah sebuah hal sepele bagi pemerintah. Hal tersebut tertuang dalam UU no. 18 tahun 2008 pasal 6  yang mengatakan bahwa tugas pemerintah dan pemerintah daerah salah satunya yaitu melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Pada satu sisi peraturan perundang-undangan mengatur agar pemerintah memfasilitasi penyediaan sarana dan prasarana pengelolaan sampah, tetapi pada sisi lain fasilitas sesederhana tong sampah di tempat umum saja sulit. Ini menunjukkan bahwa pemerintah Kota Bandung belum bisa sepenuhnya mematuhi aturan tersebut. 

Sebetulnya agak aneh jika kita menilik kasus di Kota Bandung ini. Entah siapa yang salah pada kasus ini sebab beberapa jajaran pejabat pemerintah pun menyadari perlunya fasilitas tong sampah yang memadai di sepanjang Jalan Braga. Melansir dari infobandungkota.com, Camat Sumur Bandung mengatakan bahwa butuh sekitar 20 tong sampah di sepanjang jalan Braga. Sayangnya, hanya tersedia beberapa saja terutama di Jalan Braga Pendek dan itu belum mampu mengakomodasi mobilisasi wisatawan yang begitu tinggi. 

Pemerintah perlu paham bahwa kurangnya sarana tong sampah di tempat umum dapat berdampak kepada perilaku membuang sampah sembarangan yang meningkat pada masyarakat. Hal ini bukanlah asumsi belaka. Penelitian Windasari dkk. pada tahun 2020 membuktikan bahwa tidak tersedianya sarana yang memadai berpengaruh signifikan terhadap perilaku masyarakat membuang sampah di bantaran sungai Kelurahan Brang Biji Kecamatan Sumbawa. Bukan hanya penelitian Windasari, hasil serupa ditunjukkan juga oleh penelitian Alfikri dkk (2017) dan Ashidiqy (2009). 

Rasanya agak paradoks jika kita melihat kebijakan Pemkot Bandung ini. Pemerintah sudah susah payah membuat program Kang Pisman (Kurang, pisahkan, dan manfaatkan) bahkan mengadakan sekolah Kang Pisman sebagai salah satu program unggulan untuk menanggulangi permasalahan sampah, tetapi  mereka lupa untuk menyediakan sarana prasarana pengelolaan sampah di tempat umum. Sekarang begini, orang sudah tahu pun membuang sampah sembarangan tidak baik kalau tempat membuang sampahnya tidak ada orang pun akan malas. Mungkin saja sampah-sampah kecil akan dibuang di jalanan. Jika hanya satu orang yang melakukannya mungkin tidak masalah. Tapi jika ada 1000 orang sehari yang berpikiran sama? Tentu akan ada banyak sampah yang bisa mengganggu keindahan Jalan Braga.

Ini bukan sebatas asumsi. Kita kembali kepada penelitian tadi. Banyak orang memilih membuang sampah tidak pada tempatnya bukan karena tidak tahu dan tidak peduli, tetapi kalau tempatnya tidak ada ya mau membuang ke mana lagi? Memang sulit dipahami Pemkot Bandung ini. Sudah semacam perempuan yang sedang PMS (Pre Menstrual Syndrome). Jadi sebetulnya pemerintah ini menyuruh masyarakat untuk menjaga kebersihan dan membuang sampah pada tempatnya atau menyuruh untuk membuang sampah sembarangan? 

Semoga ke depannya Pemkot Bandung bisa lebih memperhatikan hal sepele tapi berperan sangat vital ini.  Semoga bisa menyediakan sarana prasarana pengelolaan sampah di tempat umum yang lebih memadai lagi. Jangan hanya mendahulukan korupsi!

Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis yang bersangkutan

Comments

comments