Negara Masih Bertindak Represif Melalui Kepolisian Pada Aksi Peringatan Darurat

83

Oleh: Reighina Faridah Solihah 

Bandung, Isolapos.comPeraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, melarang polisi menggunakan tindak kekerasan terhadap masyarakat sipil. Namun, pada Aksi Peringatan Darurat yang digelar di depan gedung DPRD Jawa Barat pada Kamis (22/08) dan Jumat (23/08), polisi masih bertindak represif terhadap demonstran. Bahkan, kepada pers, pembela umum, dan tenaga medis. Oleh karena itu, Forum Aliansi Masyarakat Sipil Jawa Barat mengadakan konferensi pers mengenai “Kebiadaban Polisi terhadap Masyarakat Sipil” pada Sabtu (24/08) di Student Center, Universitas Islam Bandung (Unisba). 

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung, Heri Pramono, memaparkan orang-orang yang menjadi korban kekerasan aparat. Pada Kamis (22/08), terdapat 16 orang yang dievakuasi ke Unisba dan tujuh orang dilarikan ke rumah sakit. Selain itu, terdapat 25 orang yang ditangkap polisi dan dua orang mengalami penyanderaan. Kemudian, pada Jumat (23/08), 100 orang menjadi korban kekerasan. 88 orang mengalami luka-luka, salah satunya harus dilarikan ke rumah sakit, dan 12 orang ditangkap polisi. 

Ia mengatakan data tersebut berasal dari aduan yang LBH dapatkan. “Kemungkinan juga (korban-Red) akan terus bertambah dan kami akan tetap membuka hotline ini hingga hari Senin,” kata Heri.

Salah satu korban, menurut Heri, mengalami luka serius. Korban tersebut adalah mahasiswa Universitas Bale Bandung (Unibba), Andri Andriana. Mata kirinya hancur dan mengalami kebutaan akibat lemparan batu yang dilakukan aparat. 

Heri juga menyinggung tindak kekerasan yang didapatkan oleh salah satu pembela umum dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Jawa Barat, Deti Sopandi,  ketika sedang melakukan pemantauan dan pengawalan terhadap massa aksi.

Bukan hanya masyarakat sipil, jurnalis pun turut menjadi korban tindak represifitas aparat. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Bandung, Iqbal Lazuardi, melaporkan terdapat 6 jurnalis yang mendapatkan perlakuan intimidasi, pemukulan, dan upaya penyensoran dari aparat kepolisian. Padahal menurutnya, perilaku tersebut merupakan salah satu bentuk penodaan terhadap kebebasan pers karena telah melanggar Undang-Undang Pers.

Nabil Haqqillah, dari Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung, memaparkan terdapat 10 jurnalis kampus yang mendapatkan tindakan represi dari aparat. Menurut penuturannya, sebanyak empat reporter terkena pukul oleh polisi dan satu orang terkena gas air mata. Nabil juga mengatakan, salah satu reporter diintimidasi dan dipaksa untuk menghapus dokumentasi aksi di dalam handphone-nya, dan terdapat tiga reporter yang dilempar bambu, dipukuli kentungan, dipukul dari belakang. Bahkan, mendapat kekerasan verbal berupa kalimat umpatan kasar dari aparat. 

“Semua hal ini bagi kami merupakan bentuk nyata pembatasan terhadap kebebasan pers. Di mana, aktivitas kami juga adalah bagian dari kerja-kerja jurnalistik, juga kerja-kerja publik. Oleh karena itu, kami tentu mengecam dan mengutuk keras segala tindak brutalitas aparat pada kejadian kemarin,” tegas Nabil.

Adapun Ramdan, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unisba, menyebutkan beberapa tenaga medis juga mendapat tindak represif dari aparat. Ia menganggap bahwa tindakan yang dilakukan aparat tersebut merupakan bentuk pembungkaman terhadap masyarakat sipil. Menurutnya, tidak seharusnya lembaga dalam demokrasi dipolitisasi untuk satu kepentingan keluarga. 

“Dan yang lebih mirisnya adalah aparat-aparat dipakai untuk dibenturkan dengan kita. Seharusnya aparat itu melindungi masyarakat sipil, tapi malah dipakai untuk memerangi rakyat dan masyarakat sipil,” tutur Ramdan.

Menyikapi tindakan represif yang dilakukan Aparat Kepolisian tersebut, Forum Aliansi Masyarakat Sipil memberikan pernyataan sikap, yaitu:

  1. Mengecam segala bentuk represifitas aparat
  2. Mendesak Kapolri mengevaluasi perilaku dan tindakan brutal anak buahnya dalam menghadapi aksi massa 
  3. Mendesak semua pihak terutama kepolisian menghormati kerja-kerja jurnalis termasuk persma sesuai UU Pers
  4. Mendesak pihak kepolisian turut menjaga keselamatan paramedis dan pembela HAM
  5. Mendesak pihak kepolisian secara serius menghargai kebebasan berpendapat sebagai bagian dari HAM, bukan malah menyempitkan ruang kebebasan sipil tersebut. []

Redaktur: Amelia Wulandari

Comments

comments