Mengapa PPG?

3,307

Oleh: Anggi Muhammad*

*) Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah 2013

Saat ini saya sedang duduk disemester 8 menjalani program pengalaman lapangan berupa kegiatan mengajar di sekolah. Ketika menginjak semester 8 mulai terpikirkan oleh saya saat nanti lulus saya mau kerja apa. Seharusnya pertanyaan ini dapat saya jawab dengan mudah karena, setelah lulus nanti saya akan menggunakan gelar S.Pd (sarjana pendidikan) dibelakang nama saya namun kenyataan berkata lain. Meskipun saya lulus sebagai sarjana pendidikan tidak otomatis saya bisa menjadi guru yang mengajar di sekolah. Itu dikarenakan adanya aturan program profesi guru (PPG).  Semua orang yang ingin mengajar harus terlebih dahulu mengikuti PPG. Setelah melalui PPG barulah seseorang dianggap sah menjadi guru atau pengajar yang sejati. Tanpa mengikuti PPG seseorang meskipun mengantongi ijazah lulusan Pendidikan tidak diangggap layak untuk mengajar.

PPG adalah sebuah makhluk yang menjadi salah satu isu yang  renyah untuk dibicarakan dalam dunia pendidikan Indonesia. Sudah banyak orang yang mengeluh mengenai PPG terutama mahasiswa jurusan pendidikan, mereka berujar buat apa saya capek-capek kuliah dengan biaya mahal toh tidak bermanfaat karena untuk mengajar harus kuliah lagi (PPG), ironisnya jurusan non pendidikan pun bisa ikut PPG dan langsung mengajar (kulitas lulusan pendidikan dan non pendidikan disamakan dengan asal mengikuti PPG). Dalam tulisan ini saya akan menguraikan megenai beberapa masalah mengenai PPG.

Problem Pendidikan Profesi Guru

Berdasarkan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 8, seseorang baru dapat dinyatakan sebagai guru dan dapat mengajar dengan syarat memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk memperoleh kualifikasi akademik diperoleh melalui pendidikan di perguruan tinggi program S-1 atau program D-IV yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan/ atau program non kependidikan.

Sedangkan untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan oleh pemerintah yang dinyatakan melalui undang-undang seseorang harus menempuh Pendidikan Profesi Guru (PPG). Setelah dinyatakan lulus PPG seseorang berhak mendapatkan sertifikat mendidik. Setelah ketiga syarat itu terpenuhi seseorang berhak disebut guru dan boleh mengajar (penulis sengaja menyebutkan 3 syarat bukan 5 karena syarat 4 dan 5 tidak perlu dipertanyakan lagi).

Setelah PPG berjalan beberapa tahun ternyata memiliki beberapa problem diantaranya:

  1. PPG dapat diikuti oleh jurusan non pendidikan;
  2. Materi yang diajarkan dalam PPG tidak berbeda dengan yang diajarkan pada mahasiswa yang kuliah dijurusan pendidikan;
  3. PPG berbiaya mahal
  1. PPG dapat dikuti oleh jurusan non pendidikan

Inilah salah satu bukti bahwa pemerintah tidak serius dalam mengelola pendidikan. Bukti bahwa dunia pendidikan telah terjadi liberalisasi seluas-luasnya. Penulis setuju bahwa semua orang boleh menjadi apa pun yang mereka inginkan termasuk menjadi guru. Tapi khusus dalam PPG, hal ini akan menjadi ironi karena lulusan yang 8 semester lebih bergelut dalam dunia kependidikan disamakan dengan lulusan yang ketika kuliahnya tidak pernah bersentuhan dengan dunia pendidikan sekalipun. Dan hebatnya dengan mengikuti PPG  selama 1 tahun simsalabim dapat dinyatakan layak mengajar, sementara yang bergelut dengan dunia kependidikan selama 4 tahun disebut tidak layak.

  1. Materi yang diajarkan dalam PPG tidak berbeda dengan yang diajarkan pada mahasiswa yang kuliah dijurusan pendidikan

Salah satu syarat menjadi guru adalah menguasai kompetensi. Kompetensi yang harus dikuasai meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Apabila kita membaca sekilas kompetensi yang dipersyaratkan pemerintah ini mungkin orang akan setuju dengan PPG namun akan mengerenyitkan dahi setelah mengetahui apa yang dimaksud kompetensi itu. Dalama PP no 74 tahun 2008 pasal 3 dijelaskan Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik.  Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.  Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.  Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/ wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

Bagi orang yang belajar di jurusan pendidikan pasti geram karena semua kompetensi itu sudah dipelajari dibangku kuliah selama 4 tahun. Dan menimbulkan pertanyaan mengapa orang yang bergelar S.Pd harus mengikuti PPG sementara materi yang diajarkan telah dipelajari dibangku kuliah.

  1. PPG berbiaya mahal

Dikutip dari  http://erudisi.com/syarat-serta-biaya-ppg-2016/ bahwa untuk mengikuti PPG harus mengeluarkan uang kira-kira sebesar Rp 12.000.000,00. Jadi bagi sarjana pendidikan janganlah berbahagia dulu ketika selesai diwisuda karena, engkau masih harus mengeluarkan uang yang besar untuk masa depanmu.

Melihat problem-problem yang ada disekitar PPG penulis berpendapat bahwa PPG merupakan akal-akal pemerintah untuk mengeruk uang sebanyak-banyaknya  dari rakyat. Pemerintah berpendapat tujuan diadakannya PPG adalah untuk memperbaiki kualitas guru yang ada di Indonesia karena dianggap buruk. Apabila itu alasannya mengapa pemerintah tidak memperbaiki LPTK sebagai kawah candara di muka dalam penciptaan tenaga guru? Yang anehnya lagi seandainya memang benar PPG diselenggarakan untuk memperbaiki kualitas guru mengapa jurusan non pendidikan diperbolehkan megikuti yang jelas-jelas tidak memiliki dan tidak pernah belajar dasar-dasar keguruan. Penulis berpendapat mengapa pemerintah memilih menyelenggarakan PPG dibandingkan memperbaiki LPTK yang ada, karena untuk memperbaiki LPTK pasti pemerintah harus mengeluarkan uang sementara menyelenggarakan PPG sebaliknya, menghasilkan uang. Dan alasan pemerintah memperbolehkan jurusan non pendidikan untuk mengikuti PPG supaya pemerintah dapat memperluas jangkauan pasar dengan implikasi memperoleh pulus yang banyak.

Sudah saatnya rakyat terutama lulusan sarjana Pendidikan menanyakan arti penting PPG. Benarkah PPG dibutuhkan oleh sarjana Pendidikan? Benarkah PPG memperbaiki mutu Pendidikan Indonesia? Dan benarkah PPG kunci memperbaiki kualitas guru atau malah PPG menjadi benalu dalam dunia pendidikan kita? Pertanyaan-pertanyaan ini yang perlu dijawab oleh pemerintah selaku penyelenggara pendidikan. Sehingga rakyat atau lulusan pendidikan tidak perlu bertanya lagi mengapa saya harus PPG.[]

Comments

comments