Jalan Kaki, Cuma Buat yang Enggak Bisa Beli Mobil

208

Oleh: Rio Tirtayasa

Kalau orang luar melihat kampus Bumi Siliwangi milik UPI tercinta, banyak sekali yang berdecak kagum dengan suasananya. Mulai dari cuaca yang tidak terlalu panas dan cenderung sejuk sebab banyak pohon, Gedung Rektorat yang menjadi cagar budaya peninggalan kolonial Belanda, sampai parkirannya yang cukup tertata rapi.

Dibalik itu semua, mungkin yang paling membuat nyaman adalah tidak adanya calon-calon pembalap MotoGP di jalan dalam kampus. Semua berkat jasa peraturan bahwa kendaraan beroda dua hanya boleh diparkir pada tempat yang sudah disediakan.

Menggunakan sistem parkir berpusat. Setidaknya pejalan merasakan bagaimana hidup yang masyarakatnya lebih banyak berjalan kaki daripada naik kendaraan pribadi.

Layaknya Kyoto atau Helsinki, ya tentu aja pada kampus Bumi Siliwangi kendaraan roda empat masih berlalu lalang. Seperti berjalan di Catwalk, mobil memamerkan lekukan tubuh serta kemewahannya.

Karena perbedaan perlakuan ini, pihak yang mengendarai motor dengki terhadap kebijakan kampus, sebab mereka kemudian harus berjalan kaki terlebih dulu yang jaraknya cukup jauh sebelum sampai tujuan. Sementara pihak yang membawa mobil dengan mudahnya parkir tepat di depan gedung yang dituju. Hadirlah ketidakadilan dan tidak kesamarataan.

Di antara kedua belah pihak yang berseteru perihal parkir, hadirlah pihak ketiga sering disebut pejalan sebab mereka menggunakan pedestrian kampus yang becek setelah hujan dan berdebu ketika panas terik diikuti angin besar, yang sebenernya diam-diam berpihak pada pengendara motor. Sebab bermodal kaki yang diberi alas, baik sandal ataupun sepatu. pejalan ini sedikit membantu pengendara motor yang tegas mengkritik salah satu slogan di kampus Bumi Siliwangi ini, “Budayakan Berjalan Kaki Dalam Kampus”.

Benar, UPI membuat budaya baru di lingkungannya. Slogan budaya baru tersebut hampir kita lihat di berbagai pelosok kampus Bumi Siliwangi. Pihak pengendara motor dan pejalan hafal betul bagaimana kata-kata tersebut, dan mungkin saja sampai terbawa ke dalam mimpi, bahkan sampai mengigau.

Yang lucunya adalah tidak sedikit dari pengendara mobil adalah pejabat kampus. Seperti mengabaikan budaya yang mereka buat sendiri, toh mereka menggunakan mobil di dalam area kampus. Atau sudah menjadi rahasia umum ketika salat ada pegawai birokrat menggunakan motor ATV menuju Masjid.

Bagaimanapun Pihak pengendara motor dan pejalan mengeluh kepanasan dan kehujanan ketika pengendara mobil dengan santai dan tenang pergi ketempat yang ditujunya. Atau mungkin Pihak ini bahagia karena berpikir mereka lebih berbudaya.

Hmm atau begini saja, kalau kita enggak mau capek jalan, belilah mobil atau motor ATV. Ketika banyak mobil di kampus dan akhirnya mengakibatkan macet. Mobil bakal ada tempat parkirnya khusus, dan akhirnya semua masyarkat kampus Bumi Siliwangi bakal jalan kaki di kampus. Kan beres masalahnya. Akhirnya membantu mewujudkan slogan “Budayakan Berjalan Kaki Dalam Kampus”. Pada akhirnya slogan budaya jalan kaki, cuma sekadar penyemangat buat yang enggak bisa beli mobil.

Ya mau bagaimana lagi, setidaknya kampus Bumi Siliwangi cukup rapi walau ada hal lucu yang sering terjadi. Tapi gak apa-apa lah yang penting mah rapih. Kita (yang enggak punya mobil—red) wajib berterima kasih pada peraturan tersebut yang membuat kita menjadi manusia yang berbudaya dan bonusnya sehat.[]

Redaktur: Dzahban Jodhie

Comments

comments