Melawan Disinformasi Pemilu 2024 Melalui Forum Demokrasi

212

Oleh: Haura Nurbani

Bumi Siliwangi, Isolapos-Selasa (30/01), Unit Kegiatan Mahasiswa Gender Research Student Center (GREAT) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bersama Public Virtue mengadakan forum diskusi yang bertajuk “A. E Priyono Democracy : Orang Muda Melawan Disinformasi Pemilu 2024”. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid, yaitu di ruang Auditorium Gedung Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UPI Lantai 3 serta melalui aplikasi konferensi video Zoom.

Forum yang juga disiarkan langsung oleh kanal YouTube Public Virtue Research Institute ini, menghadirkan beberapa narasumber. Di antaranya, Karim Suryadi selaku Guru Besar Komunikasi Politik UPI, August Mellaz selaku komisaris dari Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), Bentang Febrrylian dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan Lasma Natalia selaku direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung. Kegiatan ini juga diadakan sebagai bentuk kerjasama antara lembaga-lembaga tersebut. Yang lebih menariknya, forum ini menyediakan akses Juru Bahasa Isyarat (JBI) bagi peserta yang merupakan tuna rungu serta penerjemah bahasa inggris bagi para peserta asing. 

Diskusi dibuka dengan para narasumber yang membicarakan bagaimana caranya anak muda melawan disinformasi pemilu di masa kini. Bentang Febrrylian, pemeriksa fakta senior dari MAFINDO memulai dengan mengatakan bahwa acara-acara besar seperti Pemilu menjadi pemicu besarnya disinformasi atau gangguan informasi di kalangan masyarakat. Terlebih, teknologi pun semakin berkembang sehingga hoaks-hoaks yang ada mudah untuk tersebar. Bentang juga berpendapat bahwa anak muda memiliki peran untuk membantu memerangi hoaks yang beredar. 

“Dibutuhkan peran yang luar biasa penting dari kalangan anak muda yang memang melek media sosial” ujar Bentang. 

Di sisi lain, Lasma Natalia, direktur LBH Bandung juga berpendapat bahwa masyarakat harus lebih banyak melibatkan perempuan dan kelompok rentan dalam dunia politik ini sebagai subjek, karena perempuan dan kelompok rentan merupakan masyarakat yang paling banyak terkena disinformasi pemilu. “Kita tahu bahwa disinformasi terhadap perempuan dan kelompok rentan tuh, masih banyak terjadi,” ujar Lasma. 

Lasma menyatakan bahwa kebanyakan pihak perempuan dan kelompok rentan masih menganggap bahwa pemilu hanya sekedar pemilihan calon pemimpin bangsa dan tidak begitu mengkritisi fenomena politik ini. 

Guru Besar Komunikasi Politik UPI, Karim Suryadi, menambahkan bahwa untuk memberantas disinformasi pemilu masyarakat perlu berhati-hati dalam mencari dan mengungkapkan fakta. “Yang paling penting adalah tahan telunjuk, cek fakta, dan kemudian sebarkan. Karena seringkali kita bacanya belum selesai, tapi telunjuk sudah bergerak menyebarkan informasi” kata Karim. 

Diskusi pun ditutup dengan sesi tanya jawab serta dilanjutkan dengan pertunjukan dari Bob Anwar yang membawakan beberapa lagu untuk memeriahkan penghujung acara.

Ade, peserta yang merupakan tuna rungu memberikan pendapatnya mengenai acara ini saat ditemui oleh tim Isolapos. Didampingi oleh JBI, Ade mengungkapkan bahwa dia merasa senang karena mendapatkan kesempatan dan akses sebagai disabilitas dalam acara diskusi ini. 

“Terus juga tadi sempat bingung gitu ya dulu tentang pemilu itu, ada yang benar yang mana, yang salah yang mana. Akhirnya saya research-research lagi dan ketemu acara ini, saya bisa jadi lebih paham,” cerita Ade melalui JBI. []

Redaktur: Harven Kawatu

Comments

comments