Menelisik Problematika Kurikulum Merdeka dan Kementerian Baru
Oleh: Chika Jasmine
Bumi Siliwangi, Isolapos.com-Kamis, (14/11) bidang Advokasi dan Kesejahteraan Masyarakat (Adkesma) Himpunan Mahasiswa Teknologi Pendidikan (Hima Tekpend) menggelar kegiatan Kajian Strategis (Kastrat). Kegiatan ini merupakan sebuah kajian isu masyarakat, yang kali ini mengangkat tajuk “Kurikulum Baru? Menteri Baru? Masalah Lama”. Kegiatan digelar di gedung parkiran Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) lantai 6A.
Penanggung jawab kegiatan Wisnu Nurjaman mengatakan kastrat kali ini mengangkat tema “Kurikulum Baru? Menteri Baru? Masalah Lama” karena latar belakang program studi panitia dan partisipan yang berkenaan langsung dengan kurikulum. Oleh karena itu, menurutnya, sangat penting bagi mahasiswa untuk mengetahui isu tersebut. Selain itu, menurut Wisnu, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa Teknologi Pendidikan mengenai permasalahan Kurikulum Merdeka selanjutnya dan pengetahuan akan tiga menteri baru dalam sektor pendidikan dalam Kabinet Merah Putih yang baru saja dilantik pada (21/10) lalu.
“…, apalagi buat kita yang menggeluti kurikulum. Aku mau ningkatin awareness mereka, gitu, terkait perkembangan kurikulum kedepannya mau kayak gimana, gitu.” ujar Wisnu.
Wisnu memaparkan apa saja masalah yang ada dalam bidang pendidikan, khususnya pada Kurikulum Merdeka. Ia menyoroti visi Nadiem tentang Kurikulum Merdeka, yaitu memberikan fleksibilitas kepada guru dan meningkatkan kreativitas. Menurutnya, hal itu terlihat sangat menjanjikan. Namun, pada kenyataannya terdapat banyak permasalahan yang harus dihadapi dalam implementasi Kurikulum Merdeka. “Ada banyak, gitu, tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaannya. Baik mulai dari kesiapan guru, infrastruktur yang nggak rata, kesenjangan antardaerah, atau belum meratanya kualitas pendidikan di Indonesia,” jelas Wisnu.
Selain itu, Wisnu juga membahas permasalahan pendidikan pada masa Nadiem Makarim, seperti penghapusan ujian nasional, tinggal kelas, dan sistem ranking serta penerapan sistem zonasi. Ia juga menyinggung pembaharuan di Kementerian Pendidikan, yakni dipecahnya peran menteri pendidikan menjadi tiga bagian.
“Dengan dilantiknya Prabowo dan Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Kabinet Merah Putih menjadikan Kementerian ini (Pendidikan-Red) menjadi tiga bagian,” tuturnya.
Berdasarkan pantauan Isolapos, partisipan diberikan waktu untuk saling bertukar pikiran. Kemudian, partisipan mengkaji bersama lebih dalam mengenai permasalahan apa saja yang telah mereka rasakan dan mereka ketahui dari pengimplementasian Kurikulum Merdeka di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim.
Salah satu partisipan, Choirina, mahasiswa teknologi pendidikan, merasa bahwa dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka tidak sepenuhnya buruk. Namun, tidak juga sepenuhnya baik. Menurutnya, pelaksanaan Kurikulum Merdeka kurang memperhatikan pendidikan dasar sehingga berdampak buruk kedepannya. “Jadi, menurut aku, pendidikan dasarnya itu kurang terperhatikan. Malah banyak kasus yang menyatakan bahwa anak-anak kelas berapa, gitu, belum bisa baca, tapi dia udah bisa naik kelas. yang mana itu menunjukan kalau di kurikulum kita tuh ga ada standar atau tujuan yang jelas,” ungkap Choirina.
Berbeda dengan Choirina, Ulwan menceritakan pengalaman ibunya yang merupakan seorang guru. Ia menjelaskan bahwa dalam implementasinya, Kurikulum Merdeka cukup merepotkan guru. Guru harus mengajar, tetapi tetap harus melaksanakan runtutan administrasi. “Nah, ini membuktikan bahwa guru juga ternyata keteteran dengan perubahan kurikulum ini. Memang lebih fleksibel, lebih menarik juga, tapi bagi guru-guru yang udah sepuh yang udah tua, itu menjadi beban yang sangat berat,” kata Ulwan.
Selanjutnya, panitia memaparkan profil ketiga menteri baru yang telah menduduki kursi dalam Kabinet Merah Putih. Ketika pada pemerintahan sebelumnya, Menteri Pendidikan hanya dipegang oleh satu orang. Namun, dalam Kabinet kali ini dipecah menjadi tiga bagian, yaitu Kementerian Pendidikan Sekolah Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan. Partisipan pun menyampaikan aspirasinya mengenai pemecahan fokus dalam Kementrian Pendidikan tersebut. Soca Permana, Ketua Hima Tekpend mengatakan pemecahan Kementerian Pendidikan ini harus dikritisi. Menurutnya, pelaksanaannya harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diberikan oleh Presiden. “Kalau menurut saya pribadi, pembagian tiga menteri ini sebenarnya salah satu kebijakan yang bisa diambil, tapi yang perlu kita sama-sama kritisi, yaitu tentang pelaksanaannya. Balik lagi ke pelaksanaannya,” ujarnya.S
Salah satu partisipan, Elma, berharap agar penambahan menteri ini tidak hanya menambah jabatan dalam kabinet saja. Namun, ada juga perubahan-perubahan baik dalam sektor pendidikan. “Semoga ini tuh bener-bener bekerjanya transformasi dan juga reformasi. Bukan cuma menambah kursi,” tegas Elma. []
Redaktur: Amelia Wulandari