
Suara Perempuan, Suara Perubahan: 49 Tuntutan Menggema di Hari Perempuan Internasional
Oleh: Maisie Juanita
Bandung, Isolapos.com–Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, Simpul Pembebasan Perempuan (Simpul Puan) bersama sejumlah kolektif komunitas pergerakan lainnya menggelar aksi di Taman Cikapayang, Dago, Bandung, pada Senin (8/3).
Mengangkat tema “Perempuan, Kehidupan, Pembebasan!”, aksi ini menjadi wadah bagi perempuan untuk menyuarakan aspirasi dan menuntut keadilan sosial bagi seluruh perempuan di Indonesia.
Sebanyak 49 tuntutan disuarakan dari berbagai sektor, mulai dari isu kekerasan berbasis gender, kesetaraan di tempat kerja, hingga hak-hak buruh dan pekerja rumah tangga. Aksi ini juga menjadi ajang refleksi atas situasi perempuan yang masih menghadapi berbagai bentuk penindasan struktural. Salah satu penyelenggara aksi menuturkan bahwa realitas ketertindasan perempuan masih jauh dari kata usai.
“Kenapa akhirnya hal tersebut muncul, itu juga tidak lepas dari pembacaan objektif kami bahwa ketertindasan perempuan yang sangat disayangkan masih panjang umur hingga hari ini,” ungkapnya. Ia juga menyoroti kondisi ‘Indonesia Gelap’ di era kepemimpinan Prabowo yang dinilai memperburuk situasi perempuan.
Berbagai isu krusial menjadi sorotan utama dalam aksi ini, mulai dari tingginya angka kekerasan dalam rumah tangga, diskriminasi di dunia kerja, hingga minimnya representasi perempuan dalam pengambilan keputusan. “Ini bukan cuma sekadar peringatan tahunan, tapi bentuk konsistensi kita melawan ketidakadilan yang terus terjadi,” lanjutnya.
Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Setara dan Berkeadilan
Aksi IWD 2025 dimulai dengan flashmob dari Amateerrun yang membangkitkan semangat para peserta. Leviana Lita, selaku koordinator lapangan, mengungkapkan bahwa acara ini juga diisi dengan berbagai kegiatan lain seperti mimbar bebas, refleksi lintas agama oleh Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jaka Tarub), Lumbung Wanoja, dan pawai obor sebagai puncak acara.
“Pawai obor ini jadi simbol dari tagar yang kita gaungkan, #MenerangiIndonesiaGelap. Kita ingin menunjukkan bahwa di tengah gelapnya ketidakadilan, perempuan akan terus berjuang menerangi jalan menuju kesetaraan,” jelas Leviana.
Lumbung Wanoja menjadi salah satu kegiatan yang menarik perhatian. Tidak sekadar berbagi dana dan sembako, Lumbung Wanoja juga menjadi simbol perlawanan terhadap sistem yang selama ini menindas perempuan.
“Lumbung Wanoja ini juga salah satu bentuk protes kita,” ungkap Lena, selaku Humas IWD 2025.
Ia menjelaskan bahwa solidaritas perempuan tidak hanya sebatas aksi turun ke jalan, tetapi juga saling menguatkan dalam menghadapi tantangan sehari-hari.
“Ini cara kita melawan dengan saling merangkul dan membangun kekuatan bersama,” tambahnya.
Cindy, anggota Simpul Puan yang juga aktif di Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Universitas Padjajaran, turut memberikan pandangannya terkait 49 tuntutan yang disuarakan. Menurutnya, banyak tuntutan yang sebenarnya sudah lama disuarakan, tetapi belum mendapatkan respons nyata dari pemerintah.
“Sebenarnya relatif sama karena kekerasan terhadap perempuan tuh gak selesai-selesai aja gitu,” ujar Cindy.
Ia menyayangkan bahwa isu yang diangkat dari tahun-tahun sebelumnya masih relevan hingga saat ini, menandakan lambannya perubahan kebijakan yang berpihak pada perempuan.
“Jadi sebenarnya relatif sama, cuma ada beberapa penambahan. Misalnya terkait perlindungan lebih kuat untuk pekerja rumah tangga dan pengesahan RUU PPRT yang terus tertunda,” tambahnya.
Hal ini menjadi penegasan bahwa perjuangan perempuan masih jauh dari selesai. Namun, narasi perjuangan tidak boleh berhenti pada penderitaan semata. Ada harapan yang terus menggelora di antara para peserta aksi.
Di tengah gelora semangat aksi, harapan akan perubahan terus mengalir. Cindy menegaskan bahwa langkah awal menuju perubahan adalah keberanian perempuan untuk bersuara.
“Yang paling aku harapkan untuk saat ini, perempuan mau bersuara dulu aja, punya keberanian untuk mengutarakan apa yang dia pikirkan,” ucapnya.
Leviana, selaku koordinator lapangan, turut mengungkapkan harapannya agar suara perempuan benar-benar didengar dan direspons secara nyata oleh pemerintah.
“Kita mengharapkan sedikit aja ada perubahan. Kita itu di sini dengan 49 tuntutan, dengan banyak kolektif-kolektif dari Simpul Puan, kita punya sesuatu yang ingin disuarakan. Harapannya, suara itu dapat didengar oleh pemerintah dan pemerintah bisa memberikan ruang aman bagi perempuan,” tegasnya.
Redaktur: Dini Putri