MONOLOG TEATER : TAN MALAKA SAYA RUSA BERBULU MERAH
Menyebut nama Tan Malaka adalah memanggil ingatan ihwal sosok misterius dalam sejarah pergerakan dan revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949). Tokoh komunis internasional, pelarian politik yang paling dicari oleh pemerintah kolonial di berbagai negara Asia, sekaligus sosok yang kepadanya partai komunis atau komunis internasional menyimpan kebencian. Pemikir ulung revolusi yang dengan keras kepala menolak bahkan bersikap oposisi terhadap politik diplomasi yang dijalankan oleh pemerintah Republik.
Tokoh yang kemudian mengambil posisi berseberangan dengan Sjahrir, Soekarno, dan Hatta, juga para elite revolusi lainnya.Sosok yang lebih memilih berada di tengah pemuda dan lasykar rakyat, melakukan gerilya dan bergerak di bawah tanah, ketimbang duduk di kabinet. Sosok yang oleh seluruh sikapnya itu dianggap merongrong wibawa pemerintah Republik—pemimpi yang hanya menginginkan perang—sehingga ia dijebloskan ke dalam penjara. Tokoh yang kemudian ditembak mati oleh tentara Republik pada 1949.
Tan Malaka adalah sebuah narasi ihwal revolusi yang menyimpan banyak ruang gelap dan tragik; ketika revolusi harus memakan anaknya sendiri. Dalam fase biogfrafinya yang lain, dengan berbagai nama samaran Tan Malaka adalah pula sebuah drama yang menggetarkan ihwal seorang pelarian politik yang mengembara ke berbagai negara; Belanda, Prancis, Jerman, Rusia, Tiongkok, Hongkong, Birma, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapura.
Dalam pelariannya itu, tak ada yang dipikirkannya kecuali satu hal; membebaskan tanah airnya dari perbudakan kolonialisme dan imprealisme. Dalam pelariannya itu ia bahkan terus menulis brosur-brosur politik tentang kemerdekaan dan revolusi. Nar de Repulik Indonesia (“Menuju Republik Indonesia”), “Massa Aksi”, hanyalah dua di antara sekian banyak brosur dan yang ditulisnya dalam persembunyian dan penggembaraan—termasuk buku pentingnya Madilog yang ditulis dalam rumah persembunyian di Rawabening Jakarta tahun 1942.
**
Tan Malaka, dengan begitu, tak cukup hanya dipahami sebagai narasi tragik revolusi yang memakan anaknya sendiri. Melainkan pula narasi ihwal ide dan seluruh pemikirannya yang berpusat pada kemerdekaan dan kemandiriaan sebuah bangsa. Pemikirannya perihal sia-sianya kemerdekaan politik sonder kemerdekaan ekonomi, misalnya, memiliki relevansinya dalam kekinian. Demikian pula semangat perlawanan dan daya kritisnya membaca bagaimana strategi kuasa dominasi modal bekerja.
Pula, bagaimana baginya anutan terhadap paham suatu ideologi tidaklah membuat seseorang mesti menjadi budak dari keyakinan tersebut. Seperti sebuah bangsa, seseorang harus konsisten mempertahankan dan merebut dirinya di depan kekuatan apa pun yang hendak mendominasi dirinya.
Maka, monolog “Tan Malaka: Saya Rusa Berbulu Merah” bukan semata ziarah romantik ke dalam masa lalu. Tetapi, lebih pada keperluan menyuarakan kembali suara-suara masa lalu yang disisihkan, bahkan disingkirkan. Suara-suara yang sebenarnya juga berbicara pada kita; kini di sini, seperti tahun 1932 dikatakan Tan Malaka pada seorang anggota PID Belanda manakala polisi Inggris menangkapnya di Hongkong, “Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya akan lebih keras daripada di atas bumi”.**
Apa sebenarnya yang terjadi di balik penangkapan Tan Malaka? Apa sebenarnya yang terjadi di balik kematian Tan Malaka? Siapa yang memerintah penangkapannya, dan siapa pula yang berada di belakang penembakan Tan Malaka, atau mengapa ia harus dilenyapkan?
INFORMASI PERTUNJUKAN
Monolog Teater Tan Malaka Saya Rusa Berbulu Merah ditulis oleh Ahda Iman, disutradarai oleh Wawan Sofwan, dimainkan oleh aktor Joind Bayuwinanda.
Setting penggung dirancang oleh Iskandar Loedin dibantu oleh tim artistik Deden Bulqini dan Aji Sangiaji. Musik oleh Uge Gunara, tata rias oleh Oy Taufik dan dokumentasi oleh Lopper Film.
Sedangkan Heliana Sinaga bertindak sebagai pimpinan produksi
Konperensi Pers
Selasa, 22 Maret 2016
Waktu : 13.00 WIB – 14.30
Di Gallery Institut Francais D’Indonesie, Jl. Purnawarman No. 32 Bandung
Gladi Bersih
Selasa, 22 Maret 2016
Waktu : 13.00 WIB – 14.30
Di Gd. Pertunjukan Institut Francais D’Indonesie, Jl. Purnawarman No. 32 Bandung
Pementasan
Hari / Tanggal : Rabu & Kamis, 23 & 24 Maret 2016
Waktu : 20.00 – 21.30 WIB
Di Gd. Pertunjukan Institut Francais D’Indonesie, Jl. Purnawarman No. 32 Bandung
Ticket : Rp. 30.000
Informasi & Pemesanan Ticket :
Pradetya Novitri ( 0813.9426.9285 )