Menghayati Ragam Makna Simbol Video Mapping

280

Oleh: Nurul Yunita

Sorak Sorai Menyambut Video Mapping

Bumi Siliwangi, isolapos.com— Suara alunan musik mulai terdengar dari sudut panggung di Taman Bareti UPI, Sabtu (21/10). Mulanya, beberapa orang saja yang mengitari panggung itu. Sekitar pukul 18.30, panggung sudah dipadati pengunjung. Semakin malam, orang-orang mulai merapat ke dekat panggung. Tak sabar dengan pemutaran video mapping gedung Isola UPI, salah satu pemicu antusiasme pengunjung malam itu.

Pengunjung yang berjejal disekitar Taman Bareti sempat tidak teratur, sehingga sebagian besar penonton memutuskan untuk berdiri. Sementara yang lain, sudah duduk dengan cukup tertib. Lalu, sang pemandu acara membacakan peraturan dalam pemutaran video mapping. “Video mapping akan dibagi dua sesi. Masing-masing 10 menit. Sesi pertama, penonton tidak diperkenankan menggunakan handphone ataupun gadgetnya untuk merekam,” ujarnya. Selanjutnya, pemandu acara menjabarkan, dilarang merekam pada sesi pertama. Hal ini ditujukan agar penonton fokus dan melihat video langsung dengan penglihatannya sendiri.

Tak lama berselang, saat para pengunjung sudah dirasa tertib, dalam sekejap gedung Isola yang bercat putih itu berubah menjadi sebuah kapal luar angkasa. Lalu, kapal itu menjelajah, sesaat kemudian gedung Isola berubah menjadi merah. Iringan musik etnik kemudian terdengar, simbolisasi pegunungan dan aksara-aksara Sunda muncul. Sesaat kemudian, penonton yang hadir pun kembali bertepuk tangan tatkala sesosok robot muncul. Kemudian, gedung Isola berubah menjadi beberapa bangunan, dengan beragam efek dan simbolisasi. Pada akhir tampilan video mapping, gedung Isola berubah kembali menjadi kapal luar angkasa dan kembali menjelajah.

Pemutaran video mapping ini ditutup dengan sorak sorai dan tepuk tangan penonton. Salah seorang penonton yang ditemui isolapos.com usai pemutaran video mengaku sangat terhibur. “Keren banget efeknya, cuma enggak paham ceritanya,” ujar Suhe, mahasiswa non UPI yang mengaku sengaja datang untuk menyaksikan video mapping.

U-Visual: Menghayati Film dengan Simbol

Menilik kemeriahan pemutaran video mapping Isola, tentu tidak lepas dari peran U-Visual, sang penggarap video. Tahun 2014 silam, tepatnya 24 Oktober 2014, U-visual kala itu menjadi komunitas internal dibawah naungan Himpunan Mahasiswa Seni Rupa (Himasra). “Dulu kita komunitas intra, terus jadi komunitas seni di Bandung, seni kolektif, hingga kini banyak irisannya, entertain juga,” ujar Ridwan Badarahman, tim punggawa U-visual.

Pemutaran video mapping Isola Gamma episode II “Rise of Svarga”, menampilkan simbolisasi sebagai penuntun alur cerita. Pembuatan video ini layaknya membuat film dengan simbol. “Secara simpelnya kita bikin film, tapi filmnya itu adalah secara simbol,” ujar mahasiswa Seni Rupa yang akrab disapa Badar.

Badar, yang juga menggarap video mapping menuturkan, secara garis besar, cerita Isola Gamma merupakan lanjutan dari Djamoe 5, yang dihelat tahun 2015 silam. Jika dua tahun lalu, video mapping mengisahkan berdirinya Isola sejak sebelum dibangun, menjadi tempat pengasingan, kemudian menjadi tempat persembunyian perang dan diakhiri dengan adanya lorong, maka lorong itulah yang menyambungkan kisahnya dengan tahun ini. Ikon pesawat yang dipilih menjadi simbol pendidikan UPI. “Simbolisme yang kita ambil dari tahun sebelumnya itu kita bikin pesawat. Tujuannya itu adalah pendidikan UPI itu bisa terus berkembang,” tuturnya.

Pesawat tersebut kemudian menceritakan tentang Bandung. Adanya simbol pegunungan, lava menjadi awal terbentuknya cekungan yang jadi penanda awal mula Bandung. “Jadilah ibaratnya mangkok (cekungan,-red) dari si letusan gunung itu,” ujarnya. Ia juga menambahkan, terdapat simbol macan dan robot yang melambangkan Bandung dimasa depan. Sedangkan candi, masjid dan gereja melambangkan agama yang ada. “Kita visualisasikan dimensi keagamaannya lewat gedung,” lanjutnya.

Pada akhir video itu terdapat simbol bulat, yang menjadi kisah trilogi video mapping. “Dua tahun lagi kita balik lagi, dengan cerita yang lebih menarik. Jadi kalau film sih, konsepnya kita bikin trilogi,” terang Badar yang juga menuturkan proses kreatif pembuatan video tersebut sekitar 1 bulan.

Adapun esensi dari penampilan video itu sendiri, yakni hakikat pendidikan dalam membangun peradaban. “U-Visual ingin menyampaikan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan bekal untuk kita dan harus bermanfaat untuk membangun peradaban menjadi lebih baik,” jelasnya.

Disinggung makna dari penampilan video mengenai ketidakpahaman pengunjung akan simbolisasi, Badar justru menyebutkan itulah tujuan utama adanya simbolisasi. “Secara tidak langsung, kita memaksakan. Intinya kita memaksa mereka untuk menonton dan belajar, itu sih tujuan utamanya,”ujar pria berambut gimbal itu.

Selanjutnya, ia berujar bahwa penonton tidak hanya menilik dan hanya sebatas “keren” ketika melihat video mapping, melainkan mengerti makna dibalik simbol dalam video yang ditampilkan. “Mungkin kedepannya mereka mengerti makna dibalik ini.”

Memasuki tahun kedua bersama U-Visual ini, dari segi jumlah penonton lebih sedikit dari tahun 2015. “Sebenarnya saya agak kecewa, karena sama yang kemarin lebih sedikit. Cuma, sebenarnya kita seneng ketika orang-orang pada menunggu, terus mengapresiasi,” tutur Badar.

Lebih lanjut, Badar membocorkan konsep video mapping dua tahun kedepan yang berbeda dan adanya medium baru serta tak hanya di-filmkan di gedung Isola saja. “Siapa tahu kita juga bisa garap museum. Udah ada wacana itu, doain aja,” ujar Badar menutup perbincangan malam hari itu.[]

Comments

comments