Sebuah Perangkap yang Abadi

77

 

udul                                   : PASUNG JIWA

 Penulis                              : Okky Madassari

Penerbit                             : Gramedia Pustaka  

Tahun Terbit                       : Cetakan pertama,  Mei 2013

 Jumlah Halaman               : 328 Halaman

Tubuhku adalah perangkap pertamaku. Lalu orang tuaku, lalu semua orang yang kukenal. Kemudian segala hal yang kuketahui, segala sesuatu yang kulakukan. Semua adalah jebakan-jebakan yang tertata sepanjang hidupku. Semuanya mengurungku, mengukungku, tembok-tembok tinggi yang menjadi perangkap sepanjang tiga puluh tahun usiaku.

Sebuah potongan kisah Sasana, seorang tokoh utama dalam buku ini. Sasana, seorang lelaki yang tumbuh besar di kalangan keluarga berada. Ayahnya adalah seorang pengacara dan ibunya dokter. Sedari kecil Sasana menjalani kehidupan yang diinginkan orang tuanya. Ia tidak dapat melakukan apapun atas keinginan orang tuannya, kecuali pemberontakan dalam batinnya saja. Piano adalah kurungan pertama bagi Sasana. Keinginan ini bukanlah keinginan Sasana melainkan ibunya. Sasana memang andal memainkan berbagai jenis musik klasik composer ternama, namun kemahiran ini tak lebih karena ia menghormati ibunya. Hingga suatu saat ia mendengar sebuah hentakan musik dangdut di belakang kompleks rumahnya, Sasana merasakan kebahagiaan terhadap musik, bukan lagi keterpaksaan. Namun, tidak mudah baginya untuk melakukan hal-hal yang ia sukai. Ketika orang tua Sasana mengetahui kecintaannya terhadap musik dangdut, sontak mereka menentang keras hal itu. Bagi orang tua Sasana musik dangdut tak ubahnya hiburan bagi orang mabuk, orang yang tidak pernah sekolah.

Pada saat Sasana kuliah di Jakarta, ia dipertemukan dengan sosok Cak Jek. Seorang pengamen jalanan yang mengubah seluruh hidup Sasana, memunculkan sosok Sasana baru, yakni Sasa. Sasa adalah jiwa yang tidak berani diekspresikannya karena kekangan larangan dan aturan. Sasa adalah penyanyi dangdut jalanan. Sasa adalah tempat Sasana menumpahkan passionnya terhadap dangdut. Namun, konflik kembali terjadi ketika ia ingin diakui sebagai Sasa dan mencoba out of the box melihat sebuah realita bahwa buruh dijadikan sasaran empuk pengusaha rakus. Keinginannya ini membawa Sasana menuju rumah sakit jiwa. Disini konflik batin Sasana atas kebebasan bergejolak, menjadi seorang Sasa atau menjadi seorang yang sesuai norma. Apakah salah menjadi orang yang berbeda?

Permasalahan yang digambarkan dalam novel ini memang sarat dengan realita sehari-hari. Okky mampu melihat dari sudut yang sederhana mengenai suatu fenomena sosial namun seringkali terabaikan dalam permasalahan sosial. Ia menabrakkan masalah sosial ini dengan seorang tokoh, Sasana. Hal tersebut membuat pembaca lebih jauh merasakan konflik yang lebih emsional terhadap tokoh ini maupun pembaca sendiri. Okky menyajikan novel yang menjadi bahan renungan terhadap diri kita dan fenomena dalam masyarakat. Ia mencoba menjelaskan titik luputnya penyimpangan sosial yang diakibatkan oleh norma bahwa orang memandang sesuatu baik dan benar itu karena norma dan sistem serta anggapan kebanyakan mengiyakan kebaikan dan kebenaran tersebut. Melalui tokoh Sasana pula ia mengajak pembaca untuk menemukan eksistensi suatu kebebasan.

Penyajian bahasa yang digunakan Okky mudah dimengerti, sehingga membuat pembaca mampu memahami persoalan-persoalan yang diderita tokoh utama. Walaupun pilihan diksinya ramah ditelinga, hal ini tidak mengurangi keindahan Okky dalam bertutur melalui tulisan. Pengepakan  bahasa dan diksi yang tidak terlalu sulit membuat pembaca tidak terlalu sulit untuk mencerna persoalan yang terjadi namun tetap dapat terlibat secara emosional dengan permasalahan yang menimpa Sasana.

Permainan turun naiknya konflik dalam novel ini dikemas dengan baik. Kisah yang terpusat pada Sasana tidak menjadikan novel ini monoton, melainkan penuh dengan konflik. Pembaca akan disuguhkan dengan berbagai macam konflik disetiap arus kisahnya. Hal ini membuat rasa penasaran terhadap Sasana terus mengalir dan ingin membuka halaman demi halaman selanjutnya.

Namun, padanan permasalahan sosial dan konflik atas diri tokoh penggawa terkesan agak absurd. Fenomena sosial dari sisi ekonomi, gender, dan norma disatukan menjadi sebuah keutuhan cerita. Sebagai novel yang membahas realita sosial, Okky kurang dapat menyerasikan pemilihan kisah sehingga novel ini terkesan tidak begitu natural dalam membeberkan realita. Selamat membaca! [Nur Anisa K.]


Comments

comments