Di Bumi Manusia Tanah Leluhurnya, Minke Melawan Eropa

849

Oleh: Mella Apriliani

Judul                : Bumi Manusia

Pengarang       : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit           : Lentera Dipantara

Tebal Buku      : 535 halaman

ISBN                 : 979-97312-3-2

Seorang pribumi Jawa bernama Minke (Mingke) yang mendapat didikan Eropa karena dia bersekolah di H.B.S. (Hogere Burger School), sekolah Hindia-Belanda yang saat ini setara SMA. Tidak semua pribumi dapat bersekolah di H.B.S, hanya keturunan minimal ningrat yang boleh bersekolah. Minke sangat mengagungkan ilmu dan pengetahuan yang dia peroleh dari sekolah Eropa. “Aku lebih mempercayai ilmu-pengetahuan, akal. Setidak-tidaknya padanya ada kepastian-kepastian yang bisa dipegang.”

Dalam roman ini, Minke diceritakan jatuh cinta pada seorang dara berdarah Indo bernama Annelies Mallema. Meskipun seorang Indo, Annalies lebih senang dianggap sebagai seorang pribumi. Dia lahir dari seorang gundik bernama Nyai Ontosoroh. Biarpun Nyai Ontosoroh seorang gundik, namun dia begitu pandai, pintar, dan cekatan dalam bertindak. Seolah dia mendapat didikan Eropa seperti halnya Minke. Nyai Ontosoroh digundik oleh seorang hartawan besar bernama Herman Mellema. Seluruh harta dan perusahaan Herman Mellema dikendalikan oleh Nyai Ontosoroh.

Gundik adalah wanita yang diambil oleh pihak penjajah untuk memenuhi kebutuhan biologis tanpa melalui pernikahan. Wanita yang dijadikan gundik biasa disebut “Nyai”. Istilah lain pergundikan adalah pernyaian. Pernyaian banyak terjadi di masa kolonial utamanya di daerah Jawa, karena disanalah pusat pemerintahan kolonial saat itu. Seorang wanita pribumi yang sudah menjadi Nyai, setiap harinya selalu khawatir menunggu giliran dibuang. Belum lagi saat harus dipisahkan dengan sang anak.

Cinta Minke kepada Annelies disambut hangat oleh Annalies dan mamanya. Annelies begitu mencintai Minke sampai-sampai Minke harus menetap di rumah keluarga Mellema, karena Annelies tidak mau dipisahkan dengan Minke. Hingga pada suatu hari Minke dijemput dari rumah Nyai Ontsoroh oleh agen polisi dengan duduk perkara yang tidak begitu jelas. Minke dibawa ke kantor Bupati B yang akan dihadapkan langsung pada Bupati B yaitu ayahnya sendiri. Maka disinilah terjadi intrik yang sentimentil antara Minke dan ayahnya.

“Apa guna belajar ilmu dan pengetahuan Eropa, bergaul dengan orang-orang Eropa, kalau akhirnya toh harus merangkak, beringsut seperti keong dan menyembah seorang raja kecil yang barangkali buta huruf pula?”

Minke sangat tidak suka bila ia harus direndahkan sedemikian rendah. Apa guna belajar pelajaran Eropa bila harus dihinakan. “Sembah-pengagungan pada leluhur dan pembesar melalui perendahan dan penghinaan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin! Uh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.”

Setelah urusan Minke dan keluarganya selesai, dia kembali lagi ke rumah Nyai Ontosoroh. Namun hal lain terjadi pada keluarga Mellema. Herman Mellema ditemukan tewas di rumah plesiran Babah Ah Tjong dengan kondisi yang mengenaskan. “Leher dan tengkuknya berkubang dalam muntahan kekuning-kuningan. Bau minuman keras memadati ruangan. Kemeja dan celananya kotor, seperti sebulan tak pernah dicuci”.

Dengan adanya masalah itu, seluruh keluarga Mellema termasuk Minke menjadi sasaran pengadilan untuk memberikan keterangan atas tewasnya tuan Herman Mellema. Adanya kejadian tersebut Nyai Ontosoroh, Annelies, dan Minke menghadapi persoalan pelik dalam masyarakat.

Annelies dan Minke akhirnya menikah juga. Pesta pernikahan mereka sekaligus untuk merayakan kelulusan Minke dari sekolah H.B.S.

“Dengan cobaan sebanyak itu, namun kau lulus dengan gemilang. Semua cobaan kau atasi.”

Kepergian Herman Mellema memberikan cobaan baru bagi Nyai Ontosoroh, Annelies, dan juga Minke. Amelia Mellema-Hammers, istri sah dari Herman Mellema, memohon pada pengadilan Amsterdam untuk mengurus hak-hak anaknya yaitu Ir. Maurits Mellema atas harta benda mendiang ayahnya Herman Mellema.

“Pengadilan Amsterdam telah juga menunjuk Ir. Maurits Mellema menjadi wali bagi Annelies Mellema, karena yang belakangan ini dianggap masih berada dibawah umur, sedang haknya atas warisan, sementara ia dianggap belum dewasa, juga dikelola oleh Ir. Maurits Mellema”.

Minke menghadapi masalah yang begitu menyakitkan hatinya. Annelies dianggap belum menikah dengannya karena di depan pengadilan Amsterdam dia masih dibawah umur. Biarpun ada yang menikahkan atau menikahinya, pernikahan itu dianggap tidaklah sah.

Nyai Ontosoroh dan Minke tidak tinggal diam. Mereka terus mengusahakan hal yang seharusnya menjadi hak mereka. “Pada saat itu juga aku mengerti, kami akan kalah dan kewajiban kami hanya melawan.”

Dengan keadaan seperti ini, Nyai Ontosoroh terlihat begitu tua dan lesu karena ia tahu akan kehilangan segalanya: anak, perusahaan, jerih payah, dan harta milik pribadi.

Hingga diakhir cerita Annelies benar-benar dibawa pergi ke Netherland, dan seluruh perusahaan sudah tidak berjalan seperti biasa. Minke dan juga Nyai Ontosoroh kalah dengan terhormat.

“Kita kalah, Ma,”

“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya,”

Karya-karya Pramoedya sudah tidak dapat diragukan lagi. Ia adalah satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali masuk dalam daftar kandidat pemenang nobel sastra. Meskipun separuh hidupnya dihabiskan di dalam penjara, dia tak berhenti sedikit pun untuk menulis.

Dalam Bumi Manusia, Pram begitu cerdik dalam menceritakan setiap detail tokoh-tokoh didalamnya. Bumi Manusia merupakan buku yang bagus untuk dibaca, menarik, dan juga berkualitas. Didalamnya terdapat banyak kata mutiara yang dapat dijadikan bahan renungan dan pelajaran. Bumi Manusia ialah buku seri pertama dari tetralogi pulau Buru yang ditulis Pram.[]

Comments

comments