Mengritik Sejarah, Lewat Edukasi Sejarah yang Berdarah

195

Oleh: Nanda Meilinda

Bumi Siliwangi, isolapos.com Ngobras (Ngobrol Bareng Sejarah) hadir menghangatkan suasana malam dengan kegiatan diskusi yang diselenggarakan Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) dengan mengusung tema “Membaca Sejarah yang Berdarah”, Rabu (11/10) di gedung Geugeut Winda.

Kegiatan insidental ini bertujuan untuk mengedukasi orang-orang yang hadir agar lebih bijak menanggapi dan mengkritisi sejarah. Termasuk bagaimana menanggapi peristiwa G30S/PKI itu bukan sebagai 30 September yang “hitam”. Melalui pemutaran film “Shadow Play” pada awal kegiatan diharapkan menjadi stimulus agar dapat membuka pikiran para penonton.

Agung Pranowo, Ketua Pelaksana Ngobras mengungkapkan bahwa membaca dan menanggapi sejarah jangan dilihat dari satu sudut pandang, juga tidak mudah termakan satu dogma dan tidak boleh berpandangan parsial. “Karena kita tahu, G 30 S/PKI itu buatan satu pihak, maka ditampilkan juga persepsi pihak lain dengan menayangkan Shadow Play, agar nantinya bisa membandingkan dengan bijak,” ujarnya.

Rival, salah satu media Metaruang mengungkapkan ketertarikannya pada acara ini mengingat masalah yang diangkat sedang hangat dan krusial. “Ini jadi menambah pengetahuan saya, yang menarik ketika membicarakan seni dari sejarah. Juga ini membuka pikiran dan membuktikan sejarah siapa yang ditindas dan dikambing hitamkan,” ujarnya.

Acara dilanjutkan dengan kegiatan diskusi bersama Ilham Miftahuddin, reporter Buruan.co, dan Mahmud Fasya, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI, dengan membahas buku karya Wijaya Herlambang “Kekerasan Budaya Pasca 1965”. Selain diskusi santai, acara ini menampilkan apresiasai sastra oleh UKM ASAS UPI dan Hima Sastrasia.[]

Redaktur: Dzahban Jodhie

Comments

comments