Oleh: Tiara
*) Penulis adalah Mahasiswa Administrasi Pendidikan 2019
Di negeri ini, kita belum banyak yang tahu bahwa Indonesia memiliki sosok perempuan gagah dan pemberani. Perempuan yang rela berjuang demi menegakkan keadilan HAM, sekaligus penggerak kaum buruh di Indonesia. Seorang Perempuan yang luar biasa hebatnya, seorang perempuan yang tak pernah takut untuk meneriakkan keadilan untuk rakyat yang tertindas. Siapakah sosok perempuan pemberani tersebut?
Marsinah dalam Ingatan
Sosok perempuan yang gagah dan pemberani itu tak lain adalah Marsinah, salah satu penggerak aksi unjuk rasa di PT. Catur Surya pada Mei 1993. Marsinah hilang selama tiga hari dan kemudian ditemukan tewas mengenaskan dengan tubuh terbujur kaku di sebuah hutan yang berlokasi di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan Nganjuk.
Berdasarkan visum dari Rumah Sakit Umum di Nganjuk, ditemukan luka memar bekas pukulan benda tajam pada bagian leher dan kedua tangan Marsinah. Melihat ada bercak-bercak darah di tubuhnya, Marsinah diduga sempat diperkosa sebelum dibunuh. Marsinah tewas setelah dirinya beserta rekan-rekannya memperjuangkan kenaikan upah buruh di perusahaan tersebut.
Marsinah menjadi simbol perlawanan dari para buruh, terutama buruh perempuan yang menuntut keadilan di sebuah perusahaan yang menolak akan kenaikan upah para buruh . saat ini, kita hendaknya mampu meniru keberanian Marsinah dalam menentang ketidakadilan, meskipun kondisi Indonesia saat ini sedang tumpul ke atas dan lancip ke bawah. Artinya hukum di Indonesia tidak berlaku bagi para petinggi negara dan justru berlaku tajam bagi rakyatnya.
Disamping itu, kita sebagai makhluk sosial harus memperjuangkan HAM milik kita sendiri dan juga dilarang melanggar HAM orang lain. Jadi kita harus mampu menjaga HAM diri sendiri dan orang lain.
Marsinah dalam Kamisan UPI
Dalam rangka merawat ingatan dan menolak lupa, mahasiswa UPI menuangkan rasa keresahannya dalam aksi kamisan di depan Museum Pendidikan UPI Bandung, Kamis, (1/10/2019). Puluhan mahasiswa UPI berkumpul dengan mengenakan pakaian hitam, menenteng poster-poster tuntutan dan memegang payung berwarna hitam yang menjadi khas aksi kamisan.
Kamisan UPI diisi dengan berbagai orasi, puisi, monolog, dan teatrikal yang bercerita mengenai Marsinah, Munir, dan penuntutan HAM. Aksi tersebut ditujukan untuk mengingatkan kepada mahasiswa UPI bahwa ada sesuatu yang harus diselesaikan oleh pemerintah. Pemerintah juga diharapkan untuk menununtasan pelanggaran HAM termasuk mengusut tuntas kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah yang dibunuh puluhan tahun silam pada 8 Mei 1993.
Saat kamisan berlangsung, terdapat aktivis yang melakukan orasi yang meminta pemerintah segera menuntaskan pembentukan pengadilan HAM untuk menyelesaikan kasus, salah satunya adalah kasus Marsinah. Kekerasan dan pelanggaran HAM yang terjadi secara berulang kali, mestinya bisa menjadi peringatan bagi pemerintah agar menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. Seperti kasus pembunuhan Marsinah yang sampai sekarang belum diusut secara tuntas.
“Bahwa pelanggaran HAM akan terus menerus terjadi kalau keadilan yang diserukan masih tidak dihiraukan. Dan perlu kita ketahui, keadilan wajib kita perjuangkan,” ucap salah satu aktivis yang orasi.
Marsinah akan terus hidup dalam sebuah perjuangan petani atau pun buruh yang berusaha untuk memperjuangkan ketidakadilan. Marsinah juga hadir dalam sebuah kamisan yang dilakukan di UPI. Marsinah tidak akan mati selama namanya digaungkan di dalam sebuah Kamisan UPI.
Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis yang bersangkutan