Indonesia Hari ini, Mengatasi Corona dan Melawan Omnibus Law
Oleh: Sidik Panji*
Dewasa ini negeri kita sedang diguncang oleh dua permasalahan besar yakni virus covid-19 atau corona dan RUU Omnibus Law. Seperti air yang ada di dalam bendungan, berbagai permasalahan terus menerjang negeri ini seperti sudah menyiapkan waktunya untuk menerjang negara kita. Belum luput dari ingatan beberapa masalah yang terjadi beberapa waktu ke belakang seperti kontroversi UU KPK dan RUU KUHP. Tersangka kasus korupsi yang sampai saat ini masih berkeliaran bebas. Hingga permasalahan yang menggemparkan negeri yakni menjamurnya pendirian beberapa kerajaan di negara kita. Oleh karena itu hal ini menjadikan suatu kegelisahan dan pertanyaan bagi penulis, ada apa dengan negara kita?
Mengatasi Virus Corona
Ketika kita membahas dua permasalahan yang sedang menjadi buah bibir di masyarakat yakni virus corona dan omnibus law. Tentunya kedua hal ini saat ini menjadi momok yang menakutkan bagi warga negara Indonesia. Bagaimana tidak, virus yang awal mula muncul dan terdeteksi di kota Wuhan, China. Kini sudah nampak dan berdampak terhadap kondisi sosial masyarakat Indonesia.
Terhitung hingga tanggal 16 Maret sudah ada sebanyak 134 orang yang positif terjangkit virus corona yang 5 kasus di antaranya menyebabkan kematian bagi yang terkena virus ini dan tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Melihat perkembangan pasien yang positif terjangkit virus ini setiap harinya menjadikan suatu hal yang membuat panik di masyarakat. Belum lagi beberapa dari 134 orang yang positif terjangkit corona ini merupakan orang penting yakni salah satunya Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumardi.
Jika melihat perkembangan virus ini di dunia internasional, saat ini WHO selaku organisasi dunia yang fokus dalam bidang kesehatan telah mengeluarkan kebijakan pandemi. Artinya virus ini menjadi sebuah penyakit yang sudah menyebar secara global dan telah melampaui batas. Menanggapi kebijakan WHO ini, pemerintah Indonesia pun bergerak cepat untuk menangani virus ini.
Pidato presiden pada Tanggal 15 Maret lalu menghasilkan beberapa poin yang di antaranya mengajak masyarakat untuk mengurangi segala bentuk aktivitas diluar rumah dan menjalankan beberapa aktivitas di rumah untuk memperkecil peluang penyebaran virus corona. Sejalan dengan itu Menteri keuangan pun sudah mengeluarkan peraturan dan pedoman untuk penyediaan anggaran yang diperlukan oleh seluruh kementerian dan pemerintah daerah untuk penanganan virus Covid-19.
Omnibus Law, RUU Satu Pihak
Tanpa melupakan pula permasalahan lain yang juga cukup urgent yakni RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang saat ini sedang dikerjakan oleh DPR RI. Membahas RUU yang dirancang langsung oleh Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin ini tentunya akan membuat geleng-geleng kepala bagi segelintir masyarakat Indonesia, terlebih khusus kaum buruh. RUU yang dirancang dan akan difungsikan untuk mengatur bagaimana regulasi kerja mereka namun pada praktik perancangan RRU ini tidak melibatkan elemen buruh. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa RUU ini cacat hukum.
Hal ini memunculkan pandangan negatif dikalangan beberapa masyarakat terlebih khusus buruh dan berfikir “Omnibus Law untuk siapa?”. Belum lagi isi draf dari RUU ini terdapat beberapa pasal yang sangat janggal dan tumpang tindih terkesan seperti sangat terburu-buru atau “kejar setoran”. Jika kita tilik kembali maksud dari pemerintah mengeluarkan RUU ini tidak lain untuk mempermudah investasi sehingga terciptanya iklim investasi yang akan membantu percepatan ekonomi. Serta membantu pemerintah untuk mencapai target lima besar kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2045.
Pada kenyataannya seringkali regulasi lapangan pekerjaan hanya menjadi obat penenang yang menenangkan dalam waktu singkat bagi kaum pekerja. Kenyataannya, tetap saja berbenturan dengan kondisi di lapangan. Oleh karena itu dirasa pemerintah terlalu gagap dalam membuat kebijakan tersebut dan terkesan pembuatan kebijakan ini “hyper regulasi” dan hanya untuk ”legitimasi tindakan satu pihak”.
Untuk Pemerintah Indonesia
Melihat permasalahan yang terjadi ini sudah tentu pemerintah sangat bertanggungjawab atas terciptanya dua permasalahan tersebut. Pertama, pemerintah harus mampu mengatasi virus corona yang sudah mulai masuk ke Indonesia. Pemerintah dituntut berlaku bijak untuk mengatasi permasalahan ini karena ketika pemerintah tidak mampu menangani hal ini dengan serius. Bukan hal yang tidak mungkin kasus seperti di Italia yang kini sudah menjadi negara yang darurat virus corona ini dapat terjadi di Indonesia. Mengingat jumlah penduduk di Indonesia yang mencapai angka 260 juta kurang lebih.
Pemerintah harus mengutamakan keselamatan warga negaranya dibanding memikirkan investasi asing atau hal lain. Bukan hal yang tidak mungkin penyebaran virus di Indonesia semakin masiv ketika pemerintah saat ini masih membuka dengan lebar gerbang masuk Internasional. Hal ini justru akan menjadikan suatu bumerang pada waktu mendatang. Paling utama, pemerintah harus mampu memberikan informasi dan edukasi agar masyarakat tetap bersikap tenang dan tidak panik terhadap virus corona ini. Selain itu pemerintah pun harus mampu bersikap bijak dan condong memihak kepentingan rakyat dalam hal perumusan kebijakan
Mengutip dari pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan bahwa negara wajib untuk menyejahterakan rakyat dengan cara yang bijak dan tidak memberangus hak-hak rakyat. Oleh karena itu harus adanya asas equilibrium atau keseimbangan hak dan kewajiban rakyat dan pemerintah. Jangan sampai pembahasan RUU Omibus Law Cipta Kerja ini hanya melibatkan elit saja tanpa melibatkan publik. Serta melakukan sosialisasi dan edukasi dalam memberikan berbagai keterbukaan informasi terkait rancangan peraturan ini.
Para pembentuk Undang-Undang harus mengimplementasikan pendekatan secara komprehensif dan progresif. Hal itu sebagai upaya memberi terobosan dalam reformasi hukum tanpa menabrak regulasi yang ada. Sehingga RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini menjadi produk hukum yang berfungsi sebagai sarana pembangunan nasional untuk menyejahterakan rakyat.
Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis yang bersangkutan
Tulisan ini sebelumnya sudah pernah dimuat di rmoljabar.id
*Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan FPIPS UPI 2016