Cintai Puisi Lewat Musik
Bumi Siliwangi, isolapos.com-
Tepuk tangan ratusan penonton membahana di Auditorium JICA Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ketika pria itu melangkah ke tengah panggung. Sambil menenteng gitar berwarna hitam, ia tersenyum pada ratusan pasang mata yang memandangnya. Disusul tiga pria dibelakangnya, yang juga membawa alat musik seperti gitar, bass dan cajon akustik. Mereka mengenakan kaos warna putih dengan tulisan Sanggar ARI KPIN di bagian kiri atas dan celana jeans. Penampilan sang vokalis agak berbeda. Rambutnya panjang sebahu. Ia mengenakan handband warna hitam di kedua tangannya, ala penyanyi rock n’ roll.
“Assalamualaikum,” sapanya pada penonton. Perlahan iringan musik balada dimainkan. Syair puisi berjudul Pasar Malam Sriwedari, Solo karya Rendra dilantunkan oleh sang vokalis. Setelah lima menit, lagu pembuka ini selesai. Kembali tepuk tangan penonton membahana di ruangan itu.
Mereka adalah ARI KPIN. Sebuah grup yang digagas dan diambil dari nama sang vokalis, Ari Kpin. Ari ditemani tiga personel yang lain. Seorang yang memetik gitar adalah Rizqi Aji Pratama, sedangkan alat musik bas dimainkan Egi Rachmadi, dan pemukul cajon akustik dimainkan Dery Saiful Hamzah.
Sebelum masuk pada musikalisasi puisi ke dua, Ari mengatakan, musikalisasi adalah satu dari tiga cara mengkomunikasikan puisi pada penonton. Dua lainnya, ada deklarasi dan dramatisasi. “Pembacaan puisi yang diiringi suatu permainan musik, cara yang paling gampang,” tuturnya. Kemudian, Dery membacakan Puisi “7 Tanah Kelahiran” dengan perlahan. Dilanjutkan Ari dengan menyanyikan puisi yang sama. “Ada juga yang dijadikan lagu, tapi tetap ada estetika yang harus dijaga,” kata alumnus Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan -sekarang UPI, itu.
Sedikitnya ada 16 puisi yang mereka nyanyikan dalam Konser Musikalisasi Puisi ARI KPIN, 6 Desember lalu. Misalnya, Balada Terbunuhnya Atmo Karpo, Sajak Cermin, Sajak Palsu, Nyanyian Mabuk, Disaat Seperti Ini Melati, Orang-orang Mengulum Lebah, dan sebagainya.
Ada yang berbeda ketika puisi berjudul Jaka Tarub karya Cecep Syamsul Hari dinyanyikan. Mereka sama-sama memakai lawung –sejenis ikat Kepala Lawung dari Kalimantan, warna biru dengan motif batik biru tua. “Berubah jadi Jaka Tarub dulu,” celoteh Ari. Selain 16 puisi yang dilantunkan ARI KPIN, beberapa puisi karya Soerya Disastra dinyanyikan oleh pengarangnya sendiri dan sejumlah sastrawan lain dalam bahasa Mandarin.
Kecintaan Ari terhadap musik dan puisi terlihat di atas panggung. Saat menyanyikan beberapa puisi, ia memejamkan mata seraya meresapi puisi. Puisi lain, ia nyanyikan dengan energik sembari mengajak penonton mengikutinya bernyanyi. Sejumlah alat musik selain gitar, seperti suling, biola dan harmonika pun dimainkan Ari saat melantunkan syair puisi-puisi itu. Pada konser yang kali kedua digelar di kampus Bumi Siliwangi itu, penonton dibawa dalam suasana senang, romantis, dan kocak.
Misalnya saja, ketika Rizqi, Egi dan Dery bergantian membaca puisi Alfons Massie berjudul “Keranjang Telur”. Rizqi yang membaca dengan gaya berapi-api bak tentara yang hendak maju bertempur. Dery seperti orang yang sedang kasmaran dan Egi bergaya seperti seorang penjual telur. “Saya sudah berkali-kali mendengar mereka baca puisi ini, tapi tetap saja saya tertawa,” ujar Ari sambil terkekeh.
Konser yang bertemakan “Orang-Orang yang Mengulum Lebah” itu berlangsung selama tiga jam. Penonton disuguhi penampilan yang apik dari ARI KPIN tanpa mengeluarkan biaya sedikit pun. Ari menuturkan, selama setahun ini dia berpergian ke berbagai pelosok negeri untuk konser musikalisasi puisi. Untuk itu, sekali dalam setahun ia menyelengarakan konser gratis. “Konser per tahun ini zakatnya,” tutur pria kelahiran Garut itu sambil tersenyum.
***
Mencintai puisi lewat musik. Itulah yang melatarbelakangi diselenggarakannya konser ini. Musikalisasi puisi, menurut ketua pelaksana acara Nenden Lilis A., adalah cara yang paling cepat dan mudah dalam mensosialisasikan puisi agar dicintai masyarakat. “Meski awalnya mereka tidak memperhatikan syairnya,” ujar Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UPI itu. Ia pun menambahkan, animo masyarakat dalam mencintai puisi lewat musik meningkat dari tahun ke tahun. “Sekarang saja yang hadir hampir lima ratus orang,” kata Nenden yang juga merupakan istri dari Ari Kpin.
Meski begitu, tidak semua hal yang dinyanyikan bisa disebut musikalisasi puisi. Menurut Ari Kpin, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama, bahan yang dinyanyikan adalah puisi. “Dan puisi itu ditulis oleh penyair atau sastrawan terkenal, misalnya Rendra,” tambah Ari pada isolapos.com. Kedua, syair puisi ditampilkan secara utuh. Terkadang ada beberapa pegiat musikalisasi puisi yang memotong syair puisi agar pas dengan irama musik. “Itu suatu kejahatan dalam sastra,” tukasnya. Terakhir, estetika musik dan puisi harus tetap terjaga. Maksudnya, dua disiplin ilmu yang berbeda ini sama-sama bisa diwakili musikalisasi puisi.
Pada akhirnya, pria yang sudah bergiat di bidang musikalisasi puisi selama 23 tahun itu berharap agar indrustri musik di Indonesia adalah musikalisasi puisi. “Karena orang Indonesia itu pinter-pinter bermain musik tapi ketika jadi lagu liriknya ancur-ancur,” tukas Ari. Lain halnya dengan puisi, menurut Ari banyak pembelajaran yang bisa diperoleh. “Banyak petuah yang bisa diambil kan,” ujarnya. [Melly A. Puspita]