Aksi Warnai Peresmian Museum Pendidikan Nasional
Bumi Siliwangi, isolapos.com-
Bertepatan dengan peresmian Museum Pendidikan Nasional, Sabtu (2/5) pagi, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) melakukan aksi di belakang Gedung Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra (FPBS) UPI.
Beberapa tuntutan yang mereka tuliskan dalam spanduk dan kertas diantaranya berisi keluhan tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT), pembangunan Gedung baru Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis yang tak kunjung rampung, komersialisasi fasilitas kampus, permasalahan dana Bantuan Mahasiswa Tidak Mampu (BMTM), dan kebijakan drop out paksa bagi mahasiswa yang tidak mengurusi cuti akademik selama kurang lebih 60 hari.
Namun, aksi tersebut sempat tidak berjalan mulus. Beberapa personil keamanan UPI beserta Resimen Mahasiswa (Menwa) UPI memukul mundur barisan demo tersebut sehingga mereka melanjutkan aksinya di sekitar area Gedung Amphiteater UPI.
Ketika diwawancarai oleh isolapos.com, salah satu anggota Aliansi Mahasiswa UPI, Nurhidayat Santoso, mengaku bahwa demontrasi ini dilakukan dalam rangka menyambut momentum hari pendidikan, kehadiran Gubernur Jawa Barat, dan peresmian museum tersebut. Dengan begitu, ia berharap aspirasi mahasiswa dapat didengar dan direspon oleh para pemangku kebijakan. “Mahasiswa sudah beribu-ribu kali berdemo, namun tidak ada tanggapan,” keluhnya.
Aksi ini, menurut Nurhidayat, sama sekali tidak mempersoalkan adanya pembangunan Museum Pendidikan Indonesia tersebut. Hanya saja, ia menyayangkan kebijakan universitas yang belum mengarah terhadap kepentingan mahasiswa. “Yang saya inginkan pembangunan yang pro mahasiswa, menunjang kegiatan akademik dan non-akademiknya,” pungkasnya.
Menanggapi aksi tersebut, Direktur Direktorat Kemahasiswaan, Syahidin menilai aksi ini wajar dilakukan sebagai bentuk protes akibat perkuliahan yang sampai tertunda karena pembangunan fasilitas gedung yang tersendat. Ia yang juga mengajar di Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis (FPEB) mengeluhkan ruangan perpustakaan di lantai empat gedung perpustakaan yang terpaksa digunakan sebagai tempat kuliah. “Saya kira itu (aksi mahasiswa-red) merupakan bentuk protes dan sah-sah saja,” katanya. [Karolina Ketaren]