London Has Fallen: Pembunuhan Massal Para Presiden

354
Poster London Has Fallen
Poster London Has Fallen

Oleh: Irma Kurnia

Judul: London Has Fallen

Sutradara: Babak Najafi

Produksi Film: VVS Film

Penulis Naskah: Katrin Benedikt, Christian Gudegast, Creighton Rothenberger

Pemeran: Gerard Butler, Morgan Freeman, Aaron Eckhart, Angela Bassett, Melissa Leo, Robert Forster

Pendistribusi: Focus Features

Tayang: 4 Maret 2016

Durasi Tayang: 98 menit

Genre   : Action, Crime, Thriller

Suasana sedih prosesi pemakaman kematian Perdana Menteri Inggris seketika berubah menjadi ketegangan setelah penyergapan invasi brutal. Formasi rapih para prajurit marching band Istana Buckingham sesaat pecah menjadi gerakan sistematis berupa penembakan ke arah masa. Dari berbagai penjuru istana, serangan dengan senjata api tersebut berhasil mengacaukan prosesi pemakaman sakral yang dihadiri seluruh pemimpin dan kaum bangsawan dari negara barat. Invasi yang anarkis namun epik dan masif seperti telah direncanakan puluhan tahun itu, menyebar strategis ke beberapa titik di Kota London. Gedung pencakar langit, Jembatan Chelsea, dan berbagai infrastruktur publik bergemuruh runtuh dalam ledakan bom dan granat. Menyisakan asap hitam yang mengepul hebat seakan menyentuh setiap ufuk dari empat arah mata angin.

Mike Banning (Gerald Butler), seorang calon ayah yang sedang menantikan kelahiran putrinya berencana untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai secret service kepresidenan Amerika Serikat (AS). Namun sayang, keraguan untuk mengundurkan diri tersebut membawanya pada sebuah tugas untuk menyertai Presiden AS, Benjamin Asher (Aaron Eckhart) dalam prosesi pemakaman yang berujung penyerangan spektakuler ini. Semua pemimpin negara-negara barat tewas dalam penyerangan tersebut. Hanya tim secret service Banning dan Presiden AS yang berhasil keluar dari area Istana Buckingham dengan selamat.

Lolos dari penyerangan di Istana Buckingham ternyata malah membawa tim Banning dan Presiden dalam bahaya yang lebih sadis. Mereka berusaha menyelamatkan diri dari kejaran pengendara-pengendara motor yang secara brutal menembaki mobil mereka sebelum akhirnya mereka tiba di kedutaan besar. Tiga helikopter pun segera diluncurkan untuk membawa Presiden AS beserta tim secret service ke luar dari London yang kini telah menjadi puing kehancuran yang sempurna.

Tak hanya di darat dan laut, penyerangan dan tembakan-tembakan granat juga terjadi di udara. Serangan udara itu berlangsung terus-menerus hingga akhirnya helikopter-helikopter itu meledak dan mereka terdampar dengan alat komunikasi yang hancur. Pilot helikopter dan tim secret service presiden tewas. kecuali Banning dan Presiden AS yang tersisa. Banning mengirimkan kode ke arah langit agar satelit AS dapat menangkap kode itu dan mengirimkan tim penyelamat.

Di New Scotland Yard, Wakil Presiden AS dan petinggi negara lainnya berhasil menangkap kode isyarat yang dikirimkan Banning. Kode tersebut menerjemahkan bahwa Banning dan Sang Presiden sekarang menuju stasiun Charging Cross sebelum akhirnya mencoba mengamankan diri ke agen rahasia MI6. Wakil Presiden AS menerima telepon dan akhirnya mengetahui siapa orang di balik penyerangan besar ini, yaitu Aamir Barkawi (Alon Aboutboul), pemilik pabrik pemasok senjata perang yang telah merencanakan pembalasan dendamnya. Barkawi dan pasukan masanya yang berasal dari negara feodal yang pernah dihujati perang dan dialienasi oleh negara-negara barat telah merencanakan invasi ini selama bertahun-tahun. Dengan mekanisme yang sedemikian sistemik dan rapih, mereka melakukan penyadapan informasi di tiap sistem kepemerintahan AS.

Di stasiun Charging Cross, Banning dan Presiden AS malah terkepung oleh pasukan-pasukan Aamir Barkawi yang mengincar kematian Orang Nomor satu di AS. Banning dan Presiden AS terpaksa harus menghadapi setiap serangan yang datang bertubi-tubi. Berhasil keluar dari stasiun dan terus bertahan dari berbagai serangan, akhirnya Presiden AS tertangkap oleh pasukan Barkawi. Ia dibawa ke sebuah tempat kecil yang menjadi pusat kontrol invasi untuk segera dibunuh dan disiarkan langsung ke seluruh dunia.

Sayangnya, sebab akibat  dari penyebab film ini terkesan dibuat-buat. Kurang masuk akal jika seorang presiden bisa lepas dari pengamanan. Kenyataannya, seorang presiden tidak mungkin bisa diculik atau dibunuh semudah itu karna diawasi dengan ketat baik secara militer maupun sistem birokrasi. Secara kronologis, alur cerita kurang logis dan terkesan sangat fiktif atau absurd. Contohnya ketika helikopter Sang Presiden jatuh, namun Sang Presiden dan Banning masih selamat bahkan setelah itu mereka bisa terus berlari untuk melarikan diri dari serangan para pengendara motor. Belum lagi ketika mereka berhasil keluar dari Stasiun Charging cross dan sampai di kediaman agen MI6 secara tiba-tiba sementara mereka berdua hanya berjalan kaki.

Karakter presiden dalam film crime-action garapan seorang director Babak Najafi, tidak diperankan dengan optimal. Presiden di film ini mencerminkan tokoh yang seakan lemah. Contohnya ketika Sang Presiden bersikap ragu untuk menembak atau membunuh musuh. Selain itu, Presiden juga terlihat tidak dapat mengambil keputusan dengan bijak di setiap keadaan yang mendesak. Dari segi politik. Stigma film ini membuat penonton dapat menyimpulkan perspektif negatif terhadap negara-negara feodal yang lemah. Ini ditunjukkan di bagian akhir film, seberapapun sebuah negara lemah berusaha menginvasi London, tetap negara itu yang akan menerima kekalahan pada akhirnya.

 namun, di balik itu  semua Adegan itu, film ini menonjolkan sisi nasionalisme dengan baik yakni ketika Sang Presiden akan dibunuh, Sang Presiden menyampaikan pesan-pesan terakhirnya tentang keinginannya untuk terus mengabdi pada negara. Adegan lainnya yang juga memberikan pesan nasionalisme yaitu ketika Banning ingin mengirimkan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai secret service presiden namun tidak jadi. Karena akhirnya ia mempertimbangkan bahwa sebagai warga negara, setidaknya harus ada hal sekecil apapun itu yang bisa ia lakukan untuk negara.

Dari segi teknis film ini sangat baik ketika cerita film ini menampilkan serangan invasi yang mengakibatkan infrastruktur-infrastruktur London mulai hancur, adegan action, backsound dan animasi dalam film ini mampu menciptakan adrenalin tegang secara alami. Terutama ketika Banning berusaha memasuki tempat pusat kontrol invasi untuk menyelamatkan Presiden AS. Di sini, setting tempat digambarkan sangat gelap dan kecil sehingga ruang gerak para tokoh sangat terbatas sementara baku tembak terus berlangsung hingga akhirnya tempat tersebut dihabisi oleh peledakan granat. Setting invasi di Istana Buckingham merupakan pilihan tepat. Kesan gothic klasik Istana dan keadaan upacara pemakaman yang sakral divisualisasikan dengan sangat eksotik di film ini. []

Redaktur : Restu Puteri

Comments

comments