Literasi Media Cegah Radikalisme dan Terorisme

243

Oleh: Fanny Aliyannisa

Bandung, isolapos.com Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) mengadakan dialog interaktif mengenai bahaya media dalam penyebarluasan paham radikalisme dan terorisme, Kamis (28/9) di Hotel Grand Asrilia. Acara yang dihadiri oleh lebih dari delapan puluh perserta ini terdiri dari para pendidik, tokoh agama, mahasiswa, dan wiraswasta.

Yosep Adi Prasetyo, Ketua Dewan Pers mengungkapkan bahwa acara ini merupakan bentuk kerja sama antara Dewan Pers dengan BNPT. “Kami keliling ditiga puluh dua provinsi untuk membangun komunitas masyarakat yang dapat melawan hoax dan mencegah radikalisasi yang tersebar melalui media, terutama media berbasis internet,” ujarnya.

Penyampaian informasi dalam suatu media berperan penting. Namun nyatanya, informasi yang disampaikan tak jarang berupa hoax atau informasi palsu. Yosep mengungkapkan, kini media sosial beralih fungsi menjadi alat penyebaran hoax dan ajang bertikai. Ia juga mengatakan bahwa sebuah informasi memerlukan proses verifikasi. “Jangan langsung percaya pada informasi yang beredar di media sosial. Lebih baik mengecek kebenarannya terlebih dahulu,” tuturnya kepada para peserta.

Global Terrorism Index menunjukkan negara dengan risiko terorisme paling tinggi adalah Irak; disusul oleh Afganistan, Nigeria, dan Pakistan. Sedangkan Indonesia berada pada urutan ke-38. Hal ini menunjukkan tingginya ancaman terorisme yang ada di Indonesia.

Willy Pramudya, jurnalis senior memaparkan bahwa ketika orang Indonesia belum menggunakan internet, teroris sudah menggunakannya untuk keperluan jaringan mereka. “Oleh karena itu, kita harus selangkah lebih depan,” serunya.

Ia juga menjelaskan pentingnya literasi media untuk mencegah radikalisme dan terorisme. “Literasi artinya melek, jadi literasi media artinya melek media. Kita harus mengerti media supaya tidak terjerumus hal negatif,” tambah Willy.[]

Redaktur: Prita K. Pribadi

Comments

comments