Bukber Revolusioner, Hidupkan (Lagi) Gerakan Mahasiswa
Oleh: Muhamad Abdul Azis
Bumi Siliwangi, Isolapos.com– Diskusi Selasaan Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK), Selasa (28/5/2019) mengundang seluruh organisasi mahasiswa (ormawa) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk merefleksi gerakan mahasiswa UPI selama beberapa tahun ke belakang.
Kegiatan yang bertajuk “Bukber Revolusioner: Apa Kabar Gerakan Kampus?” itu bertempat di Plaza Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), kegiatan tersebut diisi dengan diskusi panel dan silaturahim antar ormawa baik dari BEM Rema UPI, BEM Fakultas, Himpunan Mahasiswa Program Studi, Unit Kegiatan Mahasiswa, dan Organisasi Eksternal Kampus.
Diungkapkan oleh Ketua Senat Mahasiswa FPIPS Agung Purnomo juga selaku moderator diskusi, tujuan kegiatan ini selain ajang silaturahim juga untuk menghimpun gerakan mahasiswa yang lebih besar dan mendiskusikan isu-isu yang sedang berkembang di kampus.
Kaleidoskop Pergerakan Mahasiswa UPI
Aksi-aksi gerakan mahasiswa UPI yang menuntut penghapusan uang pangkal seleksi mandiri (SM), penolakan fasilitas berbayar hingga permasalahan UKT direfleksikan oleh Sekretaris Umum Senat Mahasiswa FIP periode 2018-2019 Rio Putra. “Hasil dari audiensi (red: saat itu), sepakat adanya kebijakan keringanan uang pangkal tapi birokrat menolak menandatangani nota kesepahaman,” kenangnya saat aksi menolak uang pangkal.
Fiknul Anam memberikan evaluasi terhadap gerakan mahasiswa yang masih bersifat reaksioner dan kurang terorginisir dengan baik. “Gerakan mahasiswa UPI belum ada dobrakan yang besar,” dirinya pun menjelaskan sulitnya membuat kajian yang matang karena tidak adanya transparansi akses data dan informasi kampus. “Seperti disembunyikan oleh birokrat,” keluhnya.
Mahasiswa yang juga menjabat sebagai ketua PMII rayon FPIPS itu pun menambahkan evaluasi mengenai aksi yang tidak memiliki tindak lanjut setelah kegiatan berlangsung. “Aksi hanya ceremonial cuma datang ke rektorat dan mimbar bebas, saya rasa aksi seperti itu kurang memiliki idealisme,” ungkapnya.
Dirinya pun mengenang aksi tiga tuntutan mahasiswa yang dikenal dengan Trituma (10/4/2017), karena berhasil menyatukan seluruh elemen mahasiswa UPI saat aksi berlangsung. Dilansir dari isolapos.com tiga tuntutan mahasiswa saat itu untuk menolak parkir berbayar, berikan akses kampus 24 jam dan gratiskan seluruh fasilitas kampus. Walau pada akhirnya yang mampu terealisai dari tiga tuntutan tersebut hanyalah parkir gratis.
Tantangan Ke Depan
Ketua UKSK Ahmad Thariq menerangkan akar permasalahan isu-isu yang ada di kampus yang menurutnya berhulu di Undang-Undang Perguruan Tinggi No.12. “Saya menduga UU PT itu titipan dari proyek Bank Dunia sehingga munculnya sistem UKT yang tidak memiliki transparansi dana yang jelas,” terangnya. Ia menduga bahwasannya UU PT No. 12 tersebut ada kaitannya dengan kebijakan penerapan investasi asing.
Kemudian dirinya pun menambahkan keresahannya pula pada Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) Nomor 55 yang akan mudah melabeli individu atau kelompok dicap radikal dan anti-Pancasila. “Kampus sebagai wadah intelektual harusnya menjadi tempat yang bebas berpikir menggunakan ideologi apapun,” ungkapnya.
Ketua HMI Korkom UPI Abdul Firman berpendapat jika dalam setiap kajian dan aksi, mahasiswa harus melebur tanpa melihat organisasi tersebut berasal baik internal kampus atau eksternal kampus. “Apa yang dibicarakan semoga tidak sebatas menjadi wacana bagi semua, tapi justru menjadi sumbu gerakan bersama,” ungkapnya.
Sekretaris Jenderal UKSK Khoiri Setiawan mengevaluasi gerakan mahasiswa UPI yang menurutnya belum mematangkan kajian sehingga birokrat dapat menemukan celah kajian yang masih mentah, pembinaan isu yang kurang didalami setiap diskusi dan terbagi-terbaginya gerakan mahasiswa. “Masih terjadinya dikotomi pada mahasiswa yang menyulitkan pergerakan mahasiswa itu sendiri,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwasannya pertentangan horizontal antar mahasiswa justru akan menyulitkan jalannya pergerakan.
Wakil Presiden BEM Rema UPI Hikmat Kodrat menyetujui pendapat dari Khoiri yang dirasa mahasiswa UPI sekaraang ini masih belum bersatu, “Saya menyarankan kegiatan Selasaan UKSK tidak berpusat di PKM saja, kalau bisa berkeliling ke setiap fakultas bahkan kampus daerah yang permasalahannya lebih komplek dari Bumi Siliwangi,” terangnya.
Menteri Sosial Politik BEM Rema UPI Agung Gumelar menegaskan jika BEM Rema UPI saat ini berbeda dan akan berkomitmen pada isu kampus, “Isu yang akan diangkat oleh BEM itu mengenai tidak adanya keterlibatan mahasiswa dalam Majelis Wali Amanat (MWA) yang menyulitkan kontrol mahasiswa terhadap kebijakan kampus,” ungkapnya.
Kegiatan diskusi terus berlangsung setelah azan magrib dan buka puasa bersama. Khoiri Setiawan mengungkap harapannya setelah bukber berlangsung agar gerakan mahasiswa UPI lebih massive lagi dan silaturahim antar ormawa terus terjaga, “Selain itu terkait isu bisa lebih dalam lagi karena menjadi evaluasi dan sasaran isu yang lebih jelas,” ungkapnya. []
Redaktur: Salsabilla Ramadhanty Surachman