Perjalanan Ubaidilah Muchtar Dalam Menumbuhkan Budaya Membaca
Oleh : Syawahidul Haq
Bumi Siliwangi, isolapos.com-
Arena Studi Apresiasi Sastra (ASAS) dan Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan acara Pesta Buku yang dalam kegiatannya disuguhkan Diskusi & Peluncuran, Pameran Buku, dan Panggung Seni di Gedung Geugeut Winda (PKM), Selasa – Kamis (15 – 17/3).
Pada Selasa (15/3) kali ini, acara Pesta Buku tersebut hanya diisi dengan diskusi mengenai buku Anak-Anak Multatuli karya Ubaidilah Muchtar yang menjelaskan tentang perjalanan seorang Ubaidilah yang menerapkan metode reading group –kelompok membaca– novel Max Havelaar karangan Multatuli pada anak-anak di Taman Baca Multatuli Desa Ciseel, Kabupaten Lebak, Banten, yang dibahas oleh Rosita Rahma selaku Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Ilham MIftahuddin selaku Redaktur Buku buruan.co
Dalam diskusi membahas buku Anak-Anak Multatuli, Rosita mengaku, setelah membaca buku tersebut perlunya konsistensi dalam membangun budaya membaca menjadi hal yang sangat penting, “Karena di Jerman, dalam membangun budaya membaca di masyarakat tidak butuh waktu yang lama, nah disini kunci utamanya adalah konsistensi,” Katanya. Menurutnya, konsistensi Ubaidilah lah yang telah membuatnya sukses dalam membangun budaya membaca pada masyarakat terutama anak-anak di Desa Ciseel.
Kemudian Rosita mengatakan, dipilihnya karya sastra dalam kegiatan reading group adalah sebuah ide yang cemerlang, mengingat dalam karya sastra banyak terkandung manfaat. “Jika karya sastra itu hanya identik dengan hiburan, padahal didalam sastra ada juga sebuah pengetahuan atau informasi yang sebenarnya semi ilmiah atau ilmiah,” Ungkapnya.
Lebih lanjut Rosita mengatakan, seseorang yang sering membaca sastra akan mudah memahami orang lain dengan lebih baik daripada orang-orang yang jarang membaca sastra. Mereka yang sering membaca sastra akan lebih memiliki rasa empati yang tinggi. Kemudian, dalam membaca karya sastra dapat melihat persoalan dari sudut pandang yang lebih baik, karena dalam karya sastra ada semacam masalah-masalah yang dengan pembahasannnya mampu mengidentikan masalah sehingga dapat menemukan solusi dari permaslahan hidupnya dari membaca karya sastra.
Ilham pun menambahkan, keunikan dalam proses reading group di Taman Baca Multatuli adalah adanya proses dialogis antara guru dengan peserta didik ketika membaca catatan demi catatan, ”Menempatkan peseerta didik sebagai subjek bukan sebagai objek yang harus kita beri pengetahuan, tapi peserta didik sebagai subjek yang menentukan dalam artian menentukan ke arah mana jalannya diskusi. Itu yang saya kira sangat menarik dalam proses reading group tersebut,” Ucapnya.
Menanggapi acara yang digagas ASAS dan UKSK, Ubaidilah Muchtar merasa senang tatkala adanya diskusi membahas buku yang ia tulis dengan audiensi yang antusias untuk hadir. “Diluar ekspetasi ya, dalam pengertian ternyata bisa lebih dari 30 lebih (audiens yang hadir,-red). Dan harapannya, untuk selanjutnya semoga buku Anak-Anak Multatuli bisa diterima dan dibaca oleh banyak orang, dan banyak orang juga yang mau membacakan novel atau cerita ke anak-anak di Indonesia.”
Selain diskusi, sebelum acara dimulai diisi juga oleh pembacaan sajak oleh anggota ASAS dan musikalisasi sajak oleh anggota UKSK. []